2012

Film dengan biaya sekitar US$ 200 juta atau sekitar Rp 2 triliun ini memang tergolong spektakuler pencapaiannya. Semula film ini akan diluncurkan pada bulan Juli 2009, tetapi kemudian diundur tanggal 12 Nopember 2009 karena dianggap waktu yang lebih baik untuk meraih sukses. Film 2012 ini, mencetak rekor tertinggi di penjualan perdana untuk film yang tidak berdasarkan buku best seller.

Di Indonesia, pemutaran film ini juga mendapat sambutan yang luar biasa. Tidak mudah untuk mendapatkan tiket di malam minggu bila tidak memesan tiket beberapa hari sebelumnya. Adanya larangan dari lembaga tertentu untuk menonton film ini, justru menjadi pemicu bagi banyak orang untuk menonton. Larangan menciptakan rasa penasaran dan kemudian berubah menjadi intensi untuk berbuat.

Apa daya tarik film 2012 ini? Salah satunya karena tema dan jalan cerita dari film ini yang menyangkut masa depan. Kiamat, menurut penanggalan Maya akan terjadi di bulan Desember 2012. Roland Emmerich, sang sutradara, mengerti benar selera penonton global. Kita selalu ingin melihat masa depan sebelum terjadi. Walau banyak orang geli dan tertawa mendengar ramalan ini, tetapi tetap saja menjadi suatu daya tarik yang besar.

Dalam kolom ini, tentunya bukan kapasitas saya untuk melakukan evaluasi terhadap isi film ini. Demikian pula, saya tidak ingin membahas mengenai strategi dan aktifitas produser untuk memasarkan film ini yang konon menggunakan viral marketing yang efektif. Sebagai marketer, substansi film ini, yaitu menjual ramalan masa mendatang, menjadi bahan renungan bagi pelaku bisnis. Seberapa seriuskah pelaku bisnis untuk berusaha melihat masa mendatang? Atau justru mereka sering terjebak dalam mencurahkan waktu untuk melihat masa lalu.

Membaca Tren Masa Depan

Mengetahui terlebih dahulu apa yang terjadi, membuat kita menjadi pelaku bisnis yang dapat membuat keputusan lebih tepat. Jadi, kalau kita tidak dapat mengetahui persis apa yang akan terjadi di masa mendatang, yang dapat kita lakukan adalah dengan meramal apa yang akan terjadi di masa mendatang dengan tingkat akurasi yang cukup baik. Problemnya, adakah cara yang efektif untuk mengasah kemampuan seperti ini?

Tahap pertama, kita harus mulai untuk memahami. Pelaku bisnis perlu memberi jawaban terhadap pertanyaan; apa yang terjadi di masa lalu? apa yang terjadi hari ini? mengapa ini terjadi? Tiga pertanyaan besar ini akan mengantarkan kita untuk masuk dalam tahap pemahaman. Sebuah tahap sederhana yang kenyataannya tidak dilakukan oleh banyak pelaku bisnis.

Misalkan saja sebuah perusahaan dalam industri telekomunikasi. Perusahaan ini sedang mengalami penurunan penjualan selama 2 tahun terakhir hingga saat ini. Selayaknyalah, maka dilakukan evaluasi untuk mengetahui penyebab penurunan penjualan. Terlihat sederhana tetapi menyimpan ratusan kemungkinan.

Penurunan penjualan bisa terjadi karena sebagian pelanggannya pindah ke produk pesaing. Bisa juga karena pelanggan mengurangi penggunaan. Kalau pindah ke merek lain, bisa juga karena tingkat kepuasan yang rendah, loyalitas yang rendah atau karena pesaing memang secara agresif menawarkan pelanggan untuk berpindah. Atau bisa juga pindah karena pelanggan memang selalu suka mencoba yang baru. Kalau mereka tidak puas, maka terdapat lebih dari 30 atribut yang membuat mereka tidak puas. Celakanya lagi, keseluruhan dari faktor-faktor ini, tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Rumit bukan? Saya yakin, bagi para marketer yang sudah menduduki jabatan tinggi, melewati banyak hari-hari dengan segudang pertanyaan ini.

Walau rumit, hanya pelaku bisnis yang terus mencari jawaban atas pertanyaan inilah yang akan mampu memasuki tahap berikutnya. Pada tahap kedua, pelaku bisnis kemudian menjawab pertanyaan tunggal; Setelah saya memahami fenomena masa lalu hingga hari ini, lalu apa yang akan terjadi di masa mendatang? Kemampuan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini, akan menentukan kualitas marketer atau pelaku bisnis pada umumnya. Strategi diformulasikan untuk menjawab tantangan mendatang. Struktur organisasi dan sumber daya lainnya dialokasikan dan dimobilisasi sesuai dengan apa yang terjadi di masa mendatang. Investasi di bidang teknologi, sistem atau infrastruktur lainnya, adalah untuk menangkap peluang di masa mendatang.

Hanya mereka yang paham benar dengan apa yang terjadi di masa lalu, akan memiliki kemampuan untuk melakukan prediksi. Lalu, apa yang membedakan pelaku bisnis yang dapat memahami dan mereka yang tidak memahami? Pertama adalah attitude. Para pelaku bisnis yang suka berpikir, terus bertanya dan mencari jawaban, adalah kelompok yang benar-benar menjadi paham. Sayangnya, seperti yang John Maxwell katakan di bukunya terbaru How Successful People Think. ”…tidak banyak pelaku bisnis yang suka berpikir. Tidak mudah mencari sosok pimpinan yang masuk dalam kategori thinker…”.

Kedua, selain attitude, diperlukan alat bantu yang mampu memproduksi model. Data-data yang berada di meja marketer semakin kompleks. Untuk memahami, diperlukan sebuah pola yang sederhana. Diperlukan sebuah model yang sederhana. Sebuah model yang akhirnya dapat diintepretasikan secara jelas. Walau ada puluhan faktor yang membuat penjualan naik atau turun, tetapi model tersebut secara cepat dapat memberi informasi mengenai urutan tingkat kepentingan. Pemahaman seperti inilah yang kemudian bisa membawa pelaku bisnis masuk ke fase kedua dengan lebih percaya diri yaitu meramal apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Enam belas tahun yang lalu, saya menjadi dosen di salah satu universitas di Australia. Mata kuliah yang saya ajar adalah forecasting. Pada awal tahun 90-an, sudah mulai bermunculan rumus-rumus yang dikembangkan untuk terus mencoba memahami bagaimana pola historical data bisa dijelaskan. Semakin lama, semakin kompleks rumus yang disajikan karena banyaknya faktor yang ingin dimasukkan dalam membuat model. Beruntunglah, hari ini, sudah tersedia software yang sangat memadai. Bahkan model seperti artificial intelligence yang rumit bisa diselesaikan dalam hitungan menit. Penggunaan software semacam ini, sangat membantu agar sebuah data menjadi informasi dan informasi ini kemudian menjadi knowledge. Dengan bekal knowledge inilah proses meramal bisa menjadi lebih akurat.

Sayangnya, tidak banyak perusahaan di Indonesia yang sudah menggunakan software untuk memahami data. Akibatnya, data-data yang demikian banyak, hanya sekadar dikumpulkan menjadi tumpukan data tanpa diubah menjadi informasi.

Apakah kemudian akurasi meramal tren di masa mendatang pasti akurat bila pelaku bisnis sudah demikian memahami fenomena historical data? Tentu saja tidak. Situasi bisnis saat ini, banyak menyajikan hal-hal yang tidak terduga. Artinya, pemahaman di masa lalu, kemudian menjadi luput karena adanya sesuatu yang baru, yang tidak tertangkap dalam pembuatan model.

Tetapi perlu diingat bahwa dalam banyak hal, perubahan di masa mendatang tidaklah semuanya baru. Tetap saja, 50% atau bahkan 90%, tetaplah sama. Karena masih banyak yang sama inilah yang membuat pelaku bisnis masih bisa meramal. Oleh karena itu, mereka yang memahami pola data dengan baik dan akhirnya menjadi knowledge, tetap memiliki peluang yang lebih baik dalam meramal masa mendatang.

Kalau perusahaan kemudian diisi dengan marketer dan pelaku bisnis yang memiliki knowledge seperti ini, maka jadilah perusahaan tersebut menjadi knowledge creating company. Budaya seperti ini akan menjadikan perusahaan mampu menangkap kesempatan bisnis di situasi yang tidak menentu. Mereka mampu untuk merumuskan strategi yang lebih baik dan sekaligus dapat mempersiapkan kamampuan bersaing lebih baik pula.

Memang, tahap pemahaman dan tahap prediksi ini, haruslah diikuti dengan tahap ketiga, yaitu pengambilan keputusan. Keputusan bisnis inilah yang kemudian menentukan apakah sebuah perusahaan menjadi lebih baik atau tidak.

Sayang, kita hidup di sebuah negara yang tidak melakukan ketiga fase ini dengan baik. Kita memiliki banyak data dan bahkan data yang sangat banyak. Hanya saja, kita kekurangan orang-orang yang mau berpikir untuk memahami data-data seperti ini. Tidak mengherankan, kita menjadi masyarakat yang kurang knowledgable. Karena itu, tidak mengherankan pula, banyak informasi yang membingungkan di negara ini dan banyak keputusan yang tidak jelas. Mudah-mudahan, kita menjadi pelaku bisnis yang lebih berkualitas untuk membangun perusahaan yang lebih baik dan akhirnya negara yang semakin maju. Mari membuat ramalan yang lebih serius, yang jauh lebih baik daripada yang disajikan di film 2012. (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.