Adu Kuat di Jalur Transaksi

shutterstock_100177397Melihat potensi yang masih besar, bank mulai gencar mempromosikan kartu debit sebagai sarana transaksi pembayaran. Sementara kartu kredit terhambat, imbas dari kebijakan pembatasan kepemilikan kartu kredit.

Saat makan siang bersama rekan di salah satu restoran di Mal Artha Gading, Jakarta Utara, seorang pelayan menghampiri dan berkata, “Menu ini pesan dua porsi dapat empat porsi kalau bayar pakai kartu kredit BCA.”
“Kalau kartu debit?” seorang rekan menyahut.
“Maaf Pak, cuma untuk kartu kredit,” jawab si pelayan.

Atau coba datanglah ke tempat rekreasi taman wisata air seperti Ocean Park di kawasan Bumi Serpong Damai, Anda akan mendapatkan promo “bayar satu dapat dua tiket”. Syaratnya? Bayar pakai kartu kredit.

Soal promo, kartu kredit memang bisa bikin iri. Bagaimana mungkin orang yang berutang malah mendapatkan potongan harga. Sementara yang membayar pakai kartu debit, yang notabene membayar kontan, malah tidak mendapatkan insentif harga. Namun, jika menyimak penjelasan bank penerbit kartu kredit, kita mahfum mengapa bank memberi perlakuan istimewa kepada pemegang kartu kredit.

Santoso, Senior General Manager Head of Consumer Card BCA, mengatakan revenue dari kartu kredit lebih menarik dibandingkan kartu debit. Transaksi dari kartu kredit bagi bank akan menciptakan pendapatan berupa bunga, sesuatu yang tidak didapat dari kartu debit.

“Sebetulnya revenue yang terbesar dari kartu kredit didapat dari bunga, bisa hampir 50%, di beberapa bank mungkin bisa 60%–70%. Kami (BCA) menjaga 50% sudah cukup bagus,” ungkap Santoso yang diwawancarai di kantornya beberapa waktu lalu.

Selain dari bunga, bank juga masih memperoleh pendapatan nonbunga (fee based income) seperti biaya tahunan kartu kredit (annual fee), biaya interchange (transaksi lintas kartu kredit di merchant), bancassurance, dan biaya denda.

Bank seperti BCA memiliki dua model bisnis yang memungkinkannya meraup pendapatan dari dua pos. Pertama, sebagai penerbit kartu kredit (issuer). Sebagai penerbit kartu kredit, bank memberikan kredit berjangka 45 hari ke nasabah. Terhitung saat nasabah melakukan transaksi sampai tagihan datang. “Jadi, bank punya cost of fund, risiko ngemplang, write off, dan biaya operasional, maka bank dibayar lebih tinggi,” jelasnya.

Kedua, sebagai acquirer, bank memasang atau menempatan EDC (electronic data capture) di berbagai merhant. Jika ada kartu kredit dari bank lain digesek di EDC milik BCA, maka BCA mendapatkan fee. Tarifnya berbeda, tergantung jenis kartunya. Katakanlah yang digesek kartu kredit Mandiri Silver atau Gold, maka BCA mengenakan tarif 2% ke merchant, selanjutnya BCA membayar fee 1,6% ke bank Mandiri. Ini yang disebut interchange atau bank acquirer membayar ke bank issuer. Jadi, margin yang diperoleh BCA hanya 0,4%.

Santoso“Pertanyaannya, kok begitu model bisnisnya? Bank aquiring tidak boleh merugi, mengapa, kita lihat pole settlement. Begitu ada transaksi hari ini, BCA sebagai bank acquiring harus membayar ke merchant besok harinya, kecuali ada indikasi fraud. Nah, saya menagih ke Mandiri via Visa pada H+2. Jadi, ada cost of fund satu hari. Sudah menyediakan alat, service, cost of fund, processing, tapi marginnya tipis,” ungkap dia.

Saat ini total kartu kredit BCA yang beredar di masyarakat sekitar 2,5 juta kartu, dan sekitar 96% dikategorikan aktif bertransaksi. Nasabah dikategorikan aktif bertransaksi jika dalam tiga bulan minimal sekali menggesek kartu kredit mereka di merchant. Tahun 2013 lalu, nilai total transaksi kartu kredit BCA mencapai Rp39 triliun.

Santoso mengungkapkan, strategi impulse buying kartu salah satu cara yang efektif untuk mendorong nasabah bertransaksi dengan kartu kredit. Seperti diungkapkan di awal tulisan terkait impulse buying, nasabah tanpa rencana bertransaksi pakai kartu kredit karena tiba-tiba ada tawaran promo atau diskon. Strategi ini biasanya ampuh untuk transaksi-transaksi kecil seperti di restoran atau ritel lainnya.

Keberhasilan BCA di kartu kredit juga karena bank ini menyasar segmen yang luas. Ada empat kelompok segmen yang dilayani BCA. Pertama, life style card (kartu Batman). Kedua, segmen Family dengan merchant seperti hipermarket, toko buku, Pizza Hut. Ketiga, Platinum Card (Visa Master) untuk segmen atas. “Selain itu, kami masih punya produk spesifik co-branding dengan Singapore Airlines untuk menggarap customer yang suka traveling ke luar negeri,” tuturnya.

Potensi Transaksi Kartu Debit

Bank Indonesia sejak tahun 2013 lalu berupaya mengerem pertumbuhan kartu kredit. Kebijakan BI itu membatasi nasabah dengan pendapatan Rp3 juta–Rp10 juta per bulan, maksimal hanya boleh memiliki dua kartu. Dampak dari kebijakan tersebut, industri kartu kredit nasional hanya tumbuh 1%.

“Jadi, saya melihat bahwa tahun 2013 banyak bank sudah mulai beralih memasarkan kartu debit, mengapa? Karena debit belum ada regulasinya, belum ada pembatasan. Saya dengar pertumbuhan kartu debit di atas 30%,” ungkap Santoso.

DoditGeneral Manager BNI Dodit W. Probojakti, yang diwawancarai terpisah mengungkapkan, selama tiga tahun terakhir pertumbuhan kartu debit BNI sudah tiga kali lipat dari pertumbuhan kartu kredit. Ini sebagai salah satu dampak dari kebijakan BI soal pembatasan kepemilikan kartu kredit di tahun 2013.

“Selain itu saya melihat ada shifting atau konsolidasi dari transaksi di masyarakat. Akan tetapi, baik kartu kredit maupun debit keduanya mengarah pada less cash society, artinya tren penggunaan uang kas semakin berkurang,” jelasnya.

Data yang dibeberkan Dodit menunjukkan pertumbuhan volume transaksi kartu debit mulai mengalahkan kartu kredit. Pada tahun 2012, pertumbuhan volume transaksi ritel kartu debit (khusus belanja, bukan transfer atau tarik tunai) sebesar 33% (industri). Pada periode yang sama, pertumbuhan volume transaksi ritel kartu debit BNI mencapai 48,5%. Untuk kartu kredit, pada tahun 2012 pertumbuhan volume transaksinya 14%–16% (industri). Sementara pertumbuhan volume transaksi kartu kredit BNI sekitar 16%.

Pertumbuhan volume transaksi kartu debit memang meningkat. Namun, jika melihat angka nominal transaksinya, kartu kredit masih unggul. Dalam tiga bulan terakhir nilai transaksi kartu kredit BNI berkisar Rp1,7 triliun–Rp1,8 triliun, sedangkan kartu debit BNI hanya Rp800 miliar per bulan. Sekadar informasi, pemegang kartu debit BNI saat ini sekitar 10 juta, sementara jumlah kartu kredit yang beredar sekitar 1,6 juta.

Melihat ketimpangan nilai transaksi antara kartu debit dan kartu kredit, tentu terbuka peluang bagi BNI untuk menggenjot transaksi kartu debit. Dengan menggenjot transaksi via kartu debit bank berpeluang untuk meraih pendapatan nonbunga dan meningkatkan dana pihak ketiga (DPK).

Dodit menjelaskan, kartu debit biasanya digunakan untuk transaksi yang sifatnya harian. Rata-rata nilai transaksi mencapai Rp600 ribu untuk sekali gesek. Karena hakikatnya menggunakan uang sendiri, maka nasabah akan menambah dananya untuk menghindari penolakan saat transaksi. Ini menjadi keuntungan buat bank.

“Inilah yang menjadi tujuan kami, yaitu membuat saldo di tabungan nasabah menjadi transaksional. Transaksional ini tidak hanya melalui tabungan, tapi juga debit card, internet banking, dan peningkatan transaksi melalui EDC,” jelasnya.

Untuk memacu agar nasabah mau bertransaksi dengan kartu debit, BNI cukup gencar menggelar promo. Misalnya belanja berhadiah menggunakan kartu debit BNI di Superindo dan Lottemart, program buy one get one di Blitzmegaplex, atau program promo khusus seperti Java Jazz, Garuda Travel Fair, dan Inacraft.

Efektivitas promo kartu debit, terang Dodit, biasa diukur dari analisis cost dan benefit. Misalnya promo berhadiah minyak goreng untuk pembelian menggunakan debit BNI di Superindo, perlu dilihat efeknya. “Dari promo Superindo ini transaksi terbukti naik 90%. Yang sangat relevan dan mengena biasanya adalah program promo di grocery store (Lottemart, Superindo),” ungkap dia.

Dodit menambahkan, pertumbuhan kartu kredit atau debit tidak otomatis menghasilkan pendapatan bagi bank, karena pendapatan diperoleh dari pertumbuhan volume transaksi. Pertumbuhan fee based income BNI dari consumer banking sampai kuartal pertama 2014 sebesar 24,4%, diperoleh dari semua jenis fee based income kartu kredit, kartu debit, pengelolaan rekening, ATM, dan lainnya.

Apakah di masa depan nilai transaksi kartu debit bisa mematahkan dominasi kartu debit? Banyak pengamat yang memprediksi hal itu akan terjadi, sehingga ada ungkapan “is debit a new credit”? “Saya rasa ya, mengingat growth-nya yang sangat signifikan. Kalau ditanya apa nilai transaksi kartu debit akan menyamai kartu kredit? Tentu saja, bahkan bisa melebihi dalam hitungan tiga– empat tahun ke depan,” katanya.

Foto: Lilyanti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.