AINO, Terbuka Kepada Semua Penerbit Uang Elektronik

Perusahaan milik UGM ini sukses mengimplementasikan sistem transaksi uang elektronik di sektor layanan publik. Dampak positifnya bukan hanya menekan pungli, namun juga bisa memetakan perilaku pengguna layanan publik.

aino01

Pernahkah Anda menghitung waktu yang terbuang untuk mengantre di pintu tol karena membayar dengan uang tunai? Boleh jadi selisih waktu membayar dengan e-toll atau dengan uang tunai hanya 3 menit. Tapi, coba kalikan 3 menit dengan 20 hari kerja (sebulan), dalam sebulan Anda membuang waktu 60 menit. Jika diakumulasi setahun, berarti Anda membuang waktu 720 menit.

Itu baru menghitung waktu transaksi di pintu tol. Belum lagi menghitung waktu yang hilang karena bertransaksi secara tunai di lokasi parkir, di supermarket, dan lain-lain. Bagaimana jika sebagian besar penduduk kota—katakanlah penduduk Jabodetabek yang berjumlah sekitar 31 juta jiwa—lebih senang bertransaksi secara tunai? Tentu secara agregat waktu yang hilang sangatlah besar di Jabodetabek.

Masih besarnya porsi transaksi tunai juga menjadi beban bagi Bank Indonesia (BI), karena harus mencetak uang nominal (uang receh) dalam jumlah besar. Fenomena kasir toko mengembalikan uang receh dengan permen beberapa tahun lalu, mengindikasikan “kelangkaan” uang receh mengakibatkan ekses lain yang merugikan konsumen.

Untuk menekan transaksi tunai yang tidak efisien, BI menginisiasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Program ini sulit berjalan optimal tanpa dukungan berbagai pihak, seperti bank, dunia usaha, penyelenggara layanan publik, dan pemerintah. Tak kalah pentingnya, dukungan dari perusahaan financial technology (fintech) seperti PT Aino Indonesia (AINO).

AINO berfokus pada usaha pengembangan integrasi sistem pembayaran nontunai dengan menggunakan uang elektronik (e-money). AINO bermain di transaksi micropayment di sektor transportasi massal, layanan publik pemerintah, dan ritel. Hingga saat ini AINO berhasil menggandeng enam bank penerbit uang elektronik, yang mencakup BNI, BRI, BCA, Bank Mandiri, Bank DKI, dan Bank Mega.

aino

Saat ini platform pembayaran AINO diterima di sistem e-ticketing bus Trans Jogja, Trans Solo, Trans Jakarta, berbagai wahana wisata, parkir Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno Hatta, Tol Juanda Surabaya, dan pembayaran parkir pada Terminal Parkir Elektronik DKI Jakarta.

Syafri Yuzal, Direktur PT Aino, mengatakan pada tahun 2015 AINO membukukan kelolaan 102 juta transaksi, setara dengan 19% transaksi uang elektronik nasional ketika itu. Hingga saat ini transaksi terbesar berasal dari transportasi umum. Syafri memberi catatan tersendiri bagi Trans Jakarta, karena ketika awal implementasi di tahun 2013, selama setahun transaksinya hanya 6% dari total pengguna Trans Jakarta.

“Tapi karena kebijakan dan leadership pemda yang mendorong full penggunaan uang elektronik di Trans Jakarta, sekarang 100% transaksi di Trans Jakarta menggunakan uang elektronik. Ini salah satu kontribusi paling besar menyumbang ke AINO secara nasional,” jelas Syafri saat jumpa pers, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

aino

Lebih jauh dia menjelaskan, AINO terbuka kepada semua penerbit uang elektronik. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan yang lebih luas lagi kepada masyarakat agar menggunakan uang elektronik, terutama di layanan publik. “BI sendiri punya regulasi bahwa layanan publik tidak boleh eksklusif, harus bersifat multibank. Sekarang tol sudah dibuka untuk banyak penerbit e-money,” imbuh dia.

Hapus Pungli

Dengan mengimplementasikan transaksi uang elektronik pada transportasi massal, pemda dan pengelola transportasi publik akan diuntungkan. Keuntungan yang diperoleh antara lain menghapus pungli (pungutan liar), karena tidak ada lagi uang tunai yang mampir ke kantung petugas di lapangan. Semua transaksi terekam dengan baik dan uangnya tersimpan di bank.

Keuntungan lain, pemda dan pengelola transportasi publik bisa memantau perilaku penumpang melalui data tapping. Data tapping diperoleh tiap kali penumpang menggesek kartu uang elektronik untuk bertransaksi. Kumpulan data tapping tersebut akan menjadi big data yang berguna untuk mengembangkan dan memperbaiki kualitas layanan transportasi publik.

“Apakah Trans Jakarta perlu beroperasi 24 jam atau tidak, jalur mana yang penumpangnya banyak? Dengan data tapping transaksi e-money, kita bisa tahu orang pergi dari mana, turun di mana, hari apa, dan jam berapa,” papar Syafri.

Dengan melakukan otomatisasi layanan publik, di satu sisi pemda bisa menekan pungli, di sisi lain bisa menghemat anggaran karena subsidi bisa disalurkan tepat sasaran melalui uang elektronik. Warga Jakarta penerima subsidi misalnya, bisa mengunjungi tempat-tempat gratis seperti Monas, Ragunan, atau museum dengan kartu yang berfungsi sebagai uang elektronik.

Sementara itu, Hastono Bayu Trisnanto, Direktur Utama PT Aino Indonesia, mengatakan pentingnya kolaborasi semua pemangku kepentingan agar adopsi uang elektronik berjalan mulus dan tumbuh berkesinambungan. Karena itu penting untuk membangun model bisnis yang menguntungkan semua pihak.

“Sebagai contoh, bank sudah mulai berbagi ke mitra yang lain, seperti integrator atau operator uang elektronik,” jelas Hastono dalam seminar Implementasi Uang Elektronik Bersama Layanan Publik di Jakarta, beberapa waktu lalu.

ainoPotensi implementasi e-money masih sangat besar jika seluruh layanan publik sudah diintegrasikan dalam satu sistem pembayaran uang elektronik seperti layanan kesehatan, ritel, dan pendidikan. “Semakin banyak layanan yang kita dorong masuk ke sistem e-money akan meningkatan transaksi,” tutur dia.

Di sektor ritel, uang elektronik bisa diaplikasikan pada vending machine (mesin penjual otomatis). Vending machine tersebut bisa diletakkan di ruang-ruang publik seperti di jalur pejalan kaki (pedestrian). “Kota menjadi lebih humanis, jika pedestrian dibuat lebih lebar. Kalau orang jalan dan haus, langsung bisa beli minuman di vending machine,” imbuhnya.

Sekelumit tentang AINO, perusahaan fintech ini merupakan anak perusahaan dari PT Gamatechno Indonesia, salah satu unit bisnis PT Gama Multi Usaha Mandiri, yang merupakan holding company dari unit-unit bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM). AINO merupakan salah satu bentuk hilirasi hasil riset UGM untuk memberikan solusi bagi bangsa Indonesia melalui teknologi IT.

AINO mendapatkan suntikan modal dari Frontier Capital, IndoGen Ventures, Semeru Venturra Indonesia, dan PT Saga Mas. Dukungan investor tersebut tentunya akan memudahkan AINO untuk melakukan ekspansi pasar dan memperluas layanan. Saat ini, AINO tengah mengincar implementasi uang elektronik di vending machine dan parkir.

Tony Burhanudin

MM.12.2017/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.