Ancaman Digital Divide bagi e-Commerce

Para pemain e-commerce mulai menyadari bahwa perbedaan kualitas jaringan internet di perkotaan dan pedesaan—atau yang sering disebut digital divide, dapat mengancam hilangnya potensi pertumbuhan mereka di masa depan. Saat ini saja, lebih dari 80% transaksi e-commerce dilakukan oleh penjual maupun pembeli yang tinggal di perkotaan. Sementara baru kurang dari 20% yang dilakukan oleh penjual dan pembeli yang tinggal di daerah pedesaan.

digital divide

Padahal dari segi jumlah penduduk dan luas wilayah, daerah pedesaan seharusnya bisa menyumbang jumlah dan nominal transaksi yang lebih besar lagi. Lalu, bagaimana bentuk kerja sama yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan pemain e-commerce untuk mengurangi kesenjangan akibat digital divide ini? Selain itu, strategi apa saja yang dapat digunakan oleh e-commerce untuk sementara waktu dengan kondisi infrastruktur jaringan internet seperti sekarang ini?

Kesenjangan Digital

Jaringan internet berkecepatan tinggi dan gadget yang mumpuni saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat, tak terkecuali masyarakat pedesaan. Selain sebagai sumber informasi, internet juga bisa memiliki manfaat lain yang sangat diperlukan masyarakat desa, yaitu manfaat ekonomi. Sebagian besar populasi pedesaan di Indonesia bekerja sebagai petani dan nelayan, yang menghasilkan berbagai macam komoditas bahan makanan.

Kesenjangan digital dalam konteks wilayah pedesaan (dan daerah terpencil) di Indonesia umumnya terjadi karena empat faktor berikut:

Pertama, karena tidak adanya infrastruktur jaringan internet. Pemerintah dan swasta memiliki keterbatasan dalam berinvestasi membangun jaringan ke seluruh sudut Indonesia. Faktor geografis Indonesia yang terdiri dari banyak kepulauan dan dipenuhi dataran tinggi pegunungan, membuat skala ekonomi dari investasi yang dilakukan sulit dicapai. Diperkirakan 10% dari total populasi Indonesia mengalami isolasi digital secara temporer maupun permanen.

Penyebab kesenjangan kedua adalah ketersediaan gawai yang mampu mengakomodasi perkembangan teknologi internet terbaru. Karena keterbatasan akses dan daya beli, masyarakat pedesaan umumnya memiliki gawai dengan teknologi yang sudah tertinggal. Hal ini menyebabkan mereka tidak bisa mengakses situs, aplikasi, maupun platform digital yang dirancang untuk teknologi terbaru. Sehingga meskipun secara jaringan internet ada, penggunaannya tidak bisa dimaksimalkan.

Kesenjangan ketiga disebabkan lebih mahalnya harga layanan voice dan data di daerah terpencil, luar Jawa, dan pedesaan pada umumnya, dibandingkan di kota-kota besar. Perbedaan harga ini membuat akses internet jadi barang yang masih eksklusif bagi masyarakat pedesaan. Hanya sedikit saja yang memiliki daya beli. Sisanya hanya bisa mengakses layanan media sosial yang sejauh ini sering kali diberikan secara cuma-cuma oleh provider telepon seluler.

Keempat, terjadi kesenjangan akibat kurangnya edukasi cara memanfaatkan internet secara optimal. Banyak masyarakat pedesaan dan daerah terpencil yang memerlukan pendampingan dalam menggunakan internet untuk tujuan yang positif dan produktif. Kondisi ini diperkuat akibat adanya rasa skeptis masyarakat desa tentang internet dan dunia digital.

Penelitian oleh Sri Aryanti dari Kementerian Kominfo memberikan gambaran tentang indeks kesenjangan digital di berbagai provinsi di Indonesia. Dalam penelitian tersebut, indeks kesenjangan dibagi dalam beberapa kompartemen.

Misalnya untuk indeks network, provinsi dengan kesenjangan terkecil adalah DKI Jakarta, kemudian berturut-turut Kepulauan Riau, D.I. Yogyakarta, Bali, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Jawa Barat.

Kesenjangan digital juga bisa diukur menggunakan infostate suatu provinsi. Sampai saat ini, provinsi DKI Jakarta dijadikan acuan untuk perhitungan digital divide karena nilai infostate paling tinggi. Sementara Papua adalah provinsi dengan nilai kesenjangan digital yang paling tinggi di Indonesia, disusul oleh provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sementara itu, selain Jakarta, provinsi D.I. Yogyakarta juga paling sedikit mengalami kesenjangan digital. Selain karena infrastruktur yang sudah sangat baik, ternyata status Yogyakarta sebagai kota pelajar juga berperan besar dalam mengurangi indeks kesenjangan. Sebagaimana diketahui, jumlah mahasiswa yang banyak dapat memberi multiplier effects yang besar dan cepat. Ini merupakan bukti bahwa edukasi dan skill dalam menggunakan internet sangat penting dalam mengurangi kesenjangan. 

Bagaimana e-Commerce Menyikapi Digital Divide?

Fakta tentang terjadinya kesenjangan digital membuat e-commerce perlu mencari cara yang lebih elegan untuk menggarap pasar pedesaan dan wilayah terpencil. Tiga strategi yang mungkin bisa dilakukan untuk konteks Indonesia adalah sebagai berikut:

Pertama, membangun kerja sama dengan pengusaha lokal atau kantor pos untuk membangun tempat dengan koneksi internet yang mumpuni agar masyarakat desa bisa melakukan pembelian online. Saya menyebutnya “Pusat Belanja Online Masyarakat” (Pusbelonmas). Di tempat tersebut disediakan perangkat, gawai, jaringan internet, dan kasir pembayaran. Disediakan staf khusus untuk membantu proses pembelian dan pembayaran. Barang yang dibeli akan dikirimkan ke tempat tersebut untuk mengurangi biaya logistik. Konsumen mengambil barang di Pusbelonmas setelah diberi pemberitahuan.

Kedua, membangun ekosistem rantai pasokan yang bersifat lokal. Strategi ini khusus untuk produk-produk yang bisa dihasilkan di tingkat lokal, seperti oleh-oleh, makanan khas, dan hasil kerajinan. e-Commerce perlu memiliki tim business development di sentra-sentra produksinya, yang bertugas memberikan pelatihan dan pendampingan selama pembentukan ekosistem tersebut. Ini akan mendorong penjual-penjual online tumbuh di daerah pedesaan.

Ketiga, e-commerce bisa membangun sinergi dengan perusahaan kurir dan logistik untuk membuka jalur reverse logistic dengan membawa produk-produk lokal untuk mengisi kapasitas reverse logistic yang belum dioptimalkan. Model bisnisnya terintegrasi dengan strategi kedua, yaitu ekosistem rantai pasokan baru yang bersifat lokal.

Demikian tiga strategi jangka panjang yang bisa mulai diterapkan pemain e-commerce di Tanah Air untuk mengoptimalkan potensi masyarakat pedesaan yang selama ini mengalami kesenjangan digital. Investasi di tiga strategi ini cukup penting dilakukan karena pasar perkotaan akan segera mengalami saturasi di beberapa tahun ke depan.

Harryadin Mahardika

Kepala Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.