Ekosistem IOT Butuh Penataan Regulasi dan Standarisasi yang Tepat

Era komunikasi data berbasis seluler membawa konsekuensi baru bertumbuhnya inovasi ikutan. Salah satu yang akan menonjol ke depan IOT (internet of things) yang memungkinkan beragam benda dapat saling ‘berkomunikasi’ antar mereka, termasuk diakses melalui perangkat smartphone. Mulai pengontrolan berbagai peranti seperti penanda ketinggian air sungai, lalu lintas, hingga kendaraan dapat dilakukan melalui IOT. Juga peranti sandangan (wearable devices) yang berbasis IoT seperti baju, jam tangan, alat kesehatan hingga telemetri dapat menggunakan teknologi IoT.

Seminar IOT
(Kiri ke kanan): Muliandy Nasution Market Development GE Indonesia, Agung Harsoyo, komisioner BRTI, Budiharto, Group Head Business Product Indosat Ooredoo, dan Desmond Previn dari IOT Smart Home Indonesia berfoto bersama usai menjadi pembicara d ITF (Indonesia Technology Forum) 16 Oktober 2017 di Jakarta.

Tetapi masalahnya, ekosistem IOT harus disikapi dengan cermat. Saat ini ada perangkat IOT yang mengarah menggunakan frekuensi unlicenced  919 – 923 Mhz, berdekatan dengan frekuensi operator. Dampaknya tentu dapat diperkirakan seperti interferensi dengan jaringan yang sudah ada. Belum lagi soal jaminan layanan atau SLA (service level agreement) dan perlindungan data keamanan konsumen. Ini tentu memberi dampak yang tidak diinginkan ke depan.

“Kita harus adaptif terhadap perkembangan teknologi termasuk IOT dari sisi regulasi sehingga masyarakat nantinya tidak dirugikan,” kata Rudiantara, Menkominfo saat menjadi keynote speaker seminar yang digelar ITF (Indonesia Technology Forum) 16 Oktober 2017 di Jakarta.

Lebih lanjut Rudiantara mengatakan  bahwa pada dasarnya pemerintah tidak akan memberlakukan regulasi yang terlalu ketat terhadap hal-hal yang sangat dinamis seperti IOT. Dalam hal ini prinsip pemerintah katanya the best regulation is less regulation. “Namun, saya berharap semua ekosistem perlu berkumpul dan bicara bersama untuk merumuskan aturan dan regulasi yang kiranya perlu diterapkan dan hal mana pula yang tidak perlu diterapkan,” ungkap  Chief RA.

Bagaimanapun, lanjut Chief RA, IOT akan berdampak terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Berbagai lembaga riset memaparkan data bahwa IOT tumbuh sejak 2014-2020, dan angkanya luar biasa besar, menurut Gartner sekitar 300 milyar dollar, sedangkan menurut data IDC mencapai Rp 1.7 triliun.

Berdasarkan lembaga riset juga, bisnis IOT yang terbesar didapat dari bisnis device dan aplikasi. Kedua, didapat dari connectivity dan platform dan terkahir dari sistem integrasi. “Player inilah perlu duduk bersama merumuskan arah atau masterplan IOT di Indonesia. Karena pasarIOT di Indonesia diproyeksikan tertinggi di Asia tenggara sekitar 4000 dollar di tahun 2020,” ungkapRudiantara.

Selain menghadirkan Rudiantara, seminar ini juga mendatangkan pembicara dari Dirjen SDPPI, Ismail  dan operator selular, Indosat Ooredoo yang diwakili Budiharto, Group Head Business Product Indosat Ooredoo.

Budiharto memberikan pandangannya mengenai IOT yang akan terus tumbuh membesar di masa depan. “Sejumlah riset menunjukkan memang IOT akan menjadi salah satu layanan yang akan tumbuh secara eksponensial seiring semakin merebaknya machine to machine communication dan artificial intelligence atau kecerdasan buatanserta aplikasi.  Peran perusahaan telekomunikasi sangat penting sebagai enabler Utama dalam ekosistem IOT,” kata Budiharto.

Sementara dari sisi regulasi, Agung Harsoyo, komisioner BRTI dan staf pengajar STEI ITB Bandung menjelaskan,  pihaknya terus memantau perkembangan IOT saat ini dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi termasuk dampaknya bagi masyarakat luas.

“Kami melakukan antisipasi ke depan sebagai jawaban atas berkembangnya ekosistem IOT di masa depan,” kata Agung. Terlebih, perkembangan IoT sulit dibendung sehingga memang diperlukan perangkat regulasi yang mampu menjawab berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh IoT.

ITF kali ini juga menghadirkan Desmond Previn dari IOT Smart Home Indonesia yang sukses memasarkan produknya ke pasar Eropa dan Tiongkok. “IOT punya prospek cerah bagi Indonesia karena banyak hal bisa dikreasikan dengan IOT. Kreativitas dan keunggulan sumber daya manusia Indonesia di bidang pemrograman menyakinkan saya untuk menggeluti bisnis ini,” tambahnya.

Dari sisi industri, ruang lingkup yang luas serta pasarnya yang luar biasa membuat perusahaan sebesar GE (General Electric) melirik IOT sebagai salah satu solusi. “Ekosistem IOT harus dibangun secara sinergi di antara pemangku kepentingan termasuk kalangan industri,” kata Muliandy Nasution, Market Development GE Indonesia. Perusahaan besar bidang telekomunikasi dan elektronika memang banyak melirik IOT sebagai peluang besar bisnis di masa mendatang.

Muliandy menegaskan, sebelum ditawarkan ke luar IOT sudah diaplikasikan di lingkungan inernal GE. Dalam perkembangan selanjutnya GE menawarkan solusi IOT ke customer dan pasar yang lebih luas karena ingin menciptakan dunia yang lebih baik.

Dari sisi teknis, sebagai sebuah perangkat dengan standar tersendiri memang harus diperhatikan, bahwa IOT juga menyimpan bom waktu yang harus diantisipasi sejak awal. “Kemungkinan-kemungkinan tersedotnya data pribadi dan sebagainya tetap dimungkinkan dari penerapan IOT,” kata Gunawan Wibisono, pengajar Fakultas Teknik Jurusan Elektro Universitas Indonesia.

Tony Burhanudin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.