Fintech Dorong Percepatan Inklusi Keuangan

Keunggulan layanan keuangan berbasis teknologi atau financial tecnology (fintech) yang dinilai lebih praktis dan aman bakal mempercepat adopsi inklusi keuangan di Tanah Air.

Bisnis fintech Indonesia diyakini berkembang pesat dalam beberapa waktu mendatang. Pasalnya, nilai transaksi fintech di Indonesia pada tahun 2016 diestimasi sudah mencapai US$14,5 miliar, atau berkontribusi sebesar 0,6% dari transaksi global yang mencapai US$2,356 miliar.

Angka ini diprediksi terus bertambah mencapai US$130 miliar di tahun 2020, dengan transaksi didominasi oleh ecommerce, marketplace, dan perusahaan fintech. “Prospek pertumbuhan fintech di Indonesia cukup besar dan akan semakin progresif,” kata Nurhaida, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Nurhaida
Nurhaida, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Faktor pendorong utama adalah besarnya populasi Indonesia, terlebih jika dikaitkan dengan bonus demografi hingga dua dasawarsa ke depan. Persentase penduduk yang akan mulai didominasi oleh Gen Y dan Z di tahun 2020 menjadi faktor penggerak utama pertumbuhan fintech mendatang.

Faktor kedua adalah kondisi geografis. Kondisi sebagai negara kepulauan mendorong urgensi keberadaan fintech untuk meningkatkan akses masyarakat ke berbagai jenis layanan jasa keuangan. “Faktor lainnya, semakin meningkatnya tingkat literasi keuangan masyarakat yang mendorong semakin tinggi pula pemanfaatan fintech,” ujar Nurhaida.

Sektor finansial memiliki peran penting untuk menguatkan perekonomian bangsa. Keberadaan fintech memberikan dampak positif bagi industri jasa keuangan, sebab meningkatkan kemampuan lembaga keuangan dalam penetrasi pasar. Konsep efisiensi, kecepatan, peniadaan kendala konvensional seperti batas geografis dan waktu pemberian pelayanan sangat melekat pada fintech.

Sementara dari sisi masyarakat, fintech mempermudah mereka dalam mengakses berbagai informasi terkait jenis produk dan layanan penyedia jasa keuangan. Selanjutnya, masyarakat dapat memanfaatkannya untuk keperluan bisnis mereka mulai dari transaksi keuangan yang paling sederhana hingga pembiayaan bisnis.

“Kedua hal tersebut akan semakin mendekatkan masyarakat dengan layanan jasa dan produk keuangan di Tanah Air, atau bahasa populernya saat ini adalah meningkatkan inklusi keuangan masyarakat,” jelas Nurhaida yang juga menjabat Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal.

Hal ini akan sangat mendukung upaya penyebaran kekuatan ekonomi yang lebih adil dan merata untuk seluruh masyarakat, termasuk membuka peluang penciptaan lapangan kerja dan usaha baru bagi masyarakat.

Fintech mendorong bertumbuhnya perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi. Secara umum, model fintech yang berkembang di Indonesia berbeda satu sama lain. Dimulai dari yang memberikan layanan keuangan paling sederhana seperti penyediaan informasi termasuk perbandingan harga produk keuangan atau e-advertising, dan pemberian jasa perencanaan keuangan, termasuk konsultasi keuangan.

Kemudian, terdapat pula pemain fintech transaksi keuangan secara elektronik seperti internet banking termasuk e-money, pembayaran dan proses pembayaran, hingga pemasaran produk investasi dan promosi pembiayaan. “Persentase terbesar didominasi oleh fintech untuk transaksi keuangan yang mencakup pembayaran dan proses pembayaran atau payment, clearing, dan settlement,” sebut Nurhaida.

OJK Dukung Fintech

OJK sebagai otoritas di sektor jasa keuangan, akan menjaga agar keberadaan fintech tidak mengganggu stabilitas sektor keuangan. Keberadaan fintech diharapkan bisa mendorong performa perbankan agar lebih efisien, inklusif, dan meningkatkan daya saing.

Menurut Nurhaida, pada prinsipnya OJK akan terus mencermati perkembangannya sambil terus menjaga agar aktivitas fintech tidak menabrak koridor hukum yang ada. Misalnya, untuk fintech berbadan hukum, khususnya perseroan terbatas yang melakukan aktivitas penghimpunan dana masyarakat dengan cara menjual kepemilikan sahamnya kepada masyarakat, akan dilihat apakah masuk kategori penawaran umum atau tidak.

Kalaupun fintech menghimpun dana dari masyarakat lalu menggunakan dana tersebut untuk membeli efek di pasar modal, OJK akan lihat apakah mereka memiliki izin sebagai manajer investasi. “Pengawasan yang dilakukan tersebut bukan untuk menghambat pertumbuhan fintech, tapi semata sebagai upaya preventif melindungi kepentingan masyarakat,” tegas Nurhaida.

Dialog dan pertukaran informasi dengan kementerian dan lembaga terkait serta pelaku fintech akan terus dilanjutkan. Sebab OJK sangat merasakan manfaat dari kegiatan yang amat konstruktif tersebut, baik untuk menjaga aktualitas dari perkembangan fintech terkini, maupun dalam konteks pengawasan guna mengantisipasi potensi risiko dari dinamika pertumbuhan fintech di Tanah Air.

Dalam mengatur bisnis fintech, OJK akan bersinergi dengan pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Dukungan tersebut setidaknya tercermin dari penyelenggaraan Konferensi Fintech Indonesia yang diselenggarakan akhir Agustus 2016 lalu. Kementerian Komunikasi pun telah menginisiasi program 1.000 startup yang didukung fintech, dan Kantor Menteri Koordinator Bidang Ekonomi telah menginisiasi penyusunan draft Peraturan Pemerintah terkait fintech.

BI sendiri tengah menyusun kebijakan terkait penyelenggaraan transaksi pembayaran melalui fintech. Inisiatif hampir serupa juga dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Ekonomi Kreatif, dan lembaga pemerintah terkait lainnya. Secara khusus sejak 22 Agustus 2016 telah dibentuk satuan tugas khusus dengan nama “Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan”.

Tim beranggotakan lintas satuan kerja di OJK ini didedikasikan untuk mengkaji secara mendalam isu-isu terkait fintech, khususnya aspek risiko dan potensi manfaatnya dalam rangka pendalaman pasar keuangan. “Kami sendiri di pasar modal sudah menyusun draft aturan terkait equity crowdfunding,” ungkap Nurhaida.

Artinya, pemerintah dan OJK secara de facto memberi dukungan sekaligus mengakui potensi positif dari fintech untuk mendukung pembangunan dan perekonomian nasional. Fase berikutnya adalah memutuskan sejauh mana akan dilakukan pengaturan dan pengawasan industri fintech nasional untuk menjaga integritas dan reputasi industri yang akan terus berkembang tersebut.

Tantangannya, bagaimana para pelaku fintech menjaga reputasi dan kredibilitas mereka di mata masyarakat. Jangan sampai karena ada segelintir saja yang nakal, insiden tersebut bisa membuat masyarakat menjadi ragu untuk terlibat di dalamnya. Lebih jauh lagi, bukan tidak mungkin regulator dan penegak hukum melakukan intervensi guna melindungi kepentingan masyarakat.

 

Moh. Agus Magrhibi

MM.11.2016/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.