Gaya Komunikasi Sesuai Lifestyle Konsumen

Combiphar punya cara jeli mengemas komunikasi untuk produk andalannya, Insto. Produk ini dikomunikasikan dengan unik, segar, serta efektif guna menyasar segmen market potensialnya. Seperti apa strateginya?

combiphar instoBicara pasar obat tetes mata (eye drop) di Tanah Air, potensinya sangatlah besar. Bayangkan saja, nilainya mencapai Rp350 miliar per tahun. Sayangnya, pasar ini sering dianggap sebelah mata. Bukan hanya karena jumlah pemain yang sedikit, melainkan juga karena penggunaan obat tetes mata belum terlalu populer di masyarakat. Siapa yang pionir dan kreatif dalam mengedukasi pasar, maka dialah pemenangnya.

Hal inilah yang terjadi pada Insto. Brand obat tetes mata yang resmi diakuisisi Combiphar sejak tahun 2014 silam ini kian giat mengampanyekan product knowledge-nya. Fara Feddia, Brand Manager PT Combiphar, mengungkapkan fakta bahwa 9 dari 10 orang di Indonesia pasti pernah mengalami iritasi mata ringan. Sayangnya baru 1 dari 9 orang tersebut yang menggunakan obat tetes mata.

“Ketimbang di luar negeri, penetrasi obat tetes mata di Indonesia masih sangat rendah. Banyak orang yang belum menggunakan karena kesan takut dan belum terbiasa. Oleh sebab itu kami coba gencarkan di komunikasi yang kreatif,” ujar Fara.

Fara menjelaskan, target market dari Insto adalah para konsumen yang mengalami iritasi mata ringan dan mata kering. Berdasarkan occasion-nya mereka terbagi menjadi tiga, yakni pengendara motor, mereka yang kerap berlama-lama memandang layar gadget, serta para pelajar yang membaca dengan durasi lama. Namun, tidak menutup kemungkinan obat tetes ini digunakan oleh konsumen occasion yang lain, misalnya ibu rumah tangga saat terkena asap memasak, saat berenang, ataupun terkena asap rokok. Sementara dari rentang usia, konsumen Insto didominasi oleh segmen muda antara usia 18─28 tahun dengan karakteristik mobile dan produktif.

Soal strategi komunikasi, Fara mengaku melakukan optimalisasi di segala lini, termasuk channel digital. TVC dengan penekanan di jingle yang menarik dipilih Fara sebagai bahasa komunikasi. Menurutnya, penggunaan jingle memberi kesan santai dan ringan, sehingga menjauhkan Insto dari kesan obat farmasi yang mengerikan. Sementara untuk ranah digital dilakukan dengan membuat video di Youtube bertema #bukamatabukainsto.

market-competition

Mengingat konsumen terbesarnya ada di segmen youth, ia pun menyesuaikan cara penyampaiannya dengan lifestyle target marketnya. Pembuatan video ini dilakukan dengan menggandeng vloger yang dikenal kawula muda, yakni Chandra Liauw dan Devina Aureel. Gaya jenaka dan unik dari vlog Insto #bukamatabukainsto dan TVC ini ternyata cukup efektif mendulang awareness sebesar 95% target audience recall akan brand Insto.

Akun media sosial lainnya seperti Facebook dan Instagram pun tak luput dari engagement Insto. Interaksi yang paling sering dilakukan adalah membuat kontes foto dengan lebih dari 40 ribu follower-nya.

Segala bentuk komunikasi ATL tersebut juga dibarengi dengan aktivitas BTL bertajuk “Buka Insto Let’s Go” yang memanfaatkan momentum Lebaran. Buka Insto Let’s Go ini menyasar para pemudik yang mengalami iritasi mata ringan serta mata lelah karena berkendara. Aktivitas yang dihelat di 52 titik padat pengunjung mulai dari mal, kampus, kantor, dan sarana publik lainnya ini mampu menyedot lebih dari 100 ribu partisipan.

Selain komunikasi, salah satu kunci memenangkan pasar obat tetes mata, menurut Fara, adalah ketersediaan produk. Meskipun pasar ini hanya didominasi oleh tiga brand besar, bukan berarti minim tantangan.

“Konsumen obat tetes mata memiliki loyalitas yang rendah ketimbang produk farmasi lainnya. Jadi harus kami siasati dengan inovasi produk, availability, dan distribusi yang baik,” tutur dia.

“Mengingat konsumen terbesar Insto ada di segmen youth, perusahaan pun menyesuaikan cara penyampaian informasi dengan lifestyle target marketnya. Salah satunya dengan membuat video Youtube bertema #bukamatabukainsto.”

Secara ingredient, isi dari semua obat tetes mata adalah sama. Namun, Insto memiliki keunggulan melaui dua varian produk yakni Insto untuk mata merah dan Insto untuk mata kering. Hal ini dinilai Fara menjadi diferensiasi tersendiri ketimbang kompetitor. Dari segi distribusi, Insto juga telah menjangkau modern market dan traditional market secara nasional.

Kolaborasi antara campaign yang menyeluruh, distribusi, dan inovasi produk tersebut membawa titik cerah bagi Insto. Target sales misalnya, di tahun 2015 berhasil mencapai 105%, bertumbuh 59% dari tahun 2014. Sementara market share-nya pun melonjak dari 44,1% di awal tahun 2016 menjadi 48,6% (sekarang). Ke depannya, Fara akan melebarkan segmen pasarnya ke konsumen yang lebih mature.

“Usia 40 tahun ke atas memiliki keluhan terbesar mata kering. Rencananya tahun depan kami akan membidik ke sana, tentunya dengan strategi dan gaya komunikasi yang berbeda,” pungkas Fara.

Angelina Merlyana

MM092016/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.