Hati-hati Pelanggan Marah

Pelanggan atau konsumen marah bisa menyebabkan perilaku negatif yang merugikan perusahaan, bahkan membahayakan nyawa orang-orang Anda. Oleh karenanya perusahaan perlu menggali hal-hal yang menyebabkan ketidakpuasan konsumen atau pelanggan.

pelanggan marahNasib naas menimpa Miki Nozawa. Koki sebuah restoran di Jerman ini dipukul dua orang tidak dikenal di restorannya. Permasalahannya sangat sederhana, kedua orang ini tidak puas dengan penyajian mi goreng sang koki dan menolak untuk membayar. Pada pertemuan kedua kali sang koki dengan dua orang tersebut, si koki masih menuntut kedua orang itu untuk membayar mi gorengnya. Alhasil, terjadilah perkelahian di restoran tersebut dan mengakibatkan si koki mengalami luka serius sampai meninggal.

Robert Willis, seorang tukang pangkas rambut di Denver, Amerika Serikat, juga mengalami nasib naas yang sama, dibunuh oleh pelanggannya. Gara-garanya juga sepele, sang pelanggan merasa kesal dengan potongan rambutnya setelah dipotong oleh Robert. Tak lama setelah pergi, pria ini kembali dengan membawa senjata api dan menembak si tukang pangkas lima kali.

Pelanggan Anda memang bisa menjadi “gila” karena hal yang mungkin Anda tidak sadari sepenuhnya. Beruntung jika mereka hanya mengeluarkan kata-kata kotor kepada Anda, namun bagaimana jika mereka melakukan tindakan yang bersifat fisik kepada Anda?

Terakhir yang cukup ramai adalah nasib Febriani, pramugari Sriwijaya Air, yang dipukul seorang penumpang yang kesal karena diminta untuk mematikan ponselnya. Berita ini cukup menggemparkan karena sang pemukul kebetulan adalah seorang pejabat daerah.

Jika Anda pernah menonton film Falling Down (1993) yang dibintangi oleh Michael Douglas, terlihat bagaimana seorang yang stres mengancam dengan senjata api karena dia diberikan hamburger yang ukurannya ternyata lebih kecil dari yang dipampang di outlet.

Marah Karena Kesalahan Sendiri

Ada beberapa hal yang melatari seorang pelanggan melakukan tindakan buruk kepada kita. Bisa jadi karena kondisi kejiwaan orang tersebut sehingga melakukan tindakan brutal. Namun, bisa jadi karena akumulasi dari pengalaman yang tidak menyenangkan dari layanan sebelumnya.

pelanggan marahSebuah survei di Amerika Serikat pernah menyatakan bahwa 30% dari pelanggan yang tidak puas sebenarnya dikarenakan kesalahannya sendiri. Sebagai contoh, seorang penumpang yang terlambat check-in marah-marah karena tidak diizinkan masuk ke dalam pesawat. Seorang pembeli marah atas barang yang dibeli karena dia tidak membaca detail tulisan yang ada di kemasan.

Namun, 70% sisanya memang akibat kelalaian si penyedia layanan. Ini juga yang sering berakibat fatal kepada para frontliner perusahaan. Problem di negara maju seperti Amerika Serikat yang pelayanannya sudah maju justru adalah tekanan kepada para frontliner oleh pelanggan. Apalagi pelanggan di sana lebih terbuka menyampaikan kata-kata dibandingkan negara Asia. Tidak mengherankan kalimat kasar bahkan sampai mengancam untuk memukul atau membunuh bisa dilontarkan oleh pelanggan.

Adanya Gap

Dalam teori kepuasan pelanggan, seorang merasa puas atau tidak karena adanya gap antara ekspektasi (expectation) dan persepsi (perception) atas sebuah layanan. Orang yang memiliki harapan besar dan kemudian mendapatkan pelayanan yang jauh di bawah harapan dia akan merasa tidak puas. Oleh karena semakin besar jurang keduanya maka pelanggan akan semakin tidak puas. Hal sebaliknya bisa terjadi jika si pelanggan mempersepsikan bahwa layanan yang diterima sudah jauh di atas harapan dia. Secara teori si pelanggan ini tentunya akan merasa sangat puas.

Penelitian hubungan antara kemarahan dan ketidakpuasan atas pelayanan beberapa kali menjadi bahan penelitian profesor dan doktor di universitas, terutama berurusan dengan psikologi konsumen. Penelitian seperti Folkes (1987), Taylor (1994), Ruth, Brunel dan Otnes (2002) mencoba menggali apa yang membuat pelanggan marah. Salah satu yang terbesar adalah masalah ketidakadilan. Misalnya si pelanggan merasa ada orang yang bisa menerobos antrean, ada orang lain yang mendapatkan layanan yang lebih cepat dibanding dirinya, dan lain-lain.

pelanggan marahKemarahan lain bisa disebabkan oleh layanan yang tidak ramah yang diterima oleh si pelanggan. Misalnya, pelanggan merasa dibentak oleh customer service atau pelanggan dibiarkan terlantar. Studi oleh Bougie, Pieteres, dan Zeelenberg (2003) di Journal of Marketing Science juga mencoba melihat hubungan antara ketidakpuasan, kemarahan, dan perilaku yang muncul dari pelanggan.

Penelitiannya menunjukkan bahwa hanya sekitar 11% pelanggan yang tidak puas kemudian tidak marah, alias pasrah saja. Selebihnya, mereka marah dan menciptakan perilaku, mulai dari menunjukkan ketidaksenangan, mengomel, sampai mengeluarkan kata-kata kasar. Melakukan tindakan fisik sampai melukai dan membunuh mungkin hanyalah kasus ekstrem. Namun, yang harus diwaspadai juga adalah negative word of mouth, alias omongan negatif ke orang lain. Efek viralnya, terutama dengan kehadiran internet, bisa besar sekali.

Mencari Lewat Survei

Oleh karenanya setiap perusahaan perlu mengetahui hal-hal yang menyebabkan konsumen atau pelanggan tidak puas. Dengan demikian, perusahaan bisa mengantisipasi hal-hal buruk yang bisa terjadi atau melakukan perbaikan di area-area yang penting bagi pelanggan. Memang tidak semua area pelayanan bisa diperbaiki, namun perusahaan perlu memilih area mana yang begitu penting bagi pelanggan sehingga bisa berakibat kemarahan.

Survei bisa menjadi sarana untuk menggali hal-hal yang membuat ketidakpuasan. Setiap industri dan bahkan setiap perusahaan memiliki sumber-sumber ketidakpuasan yang berbeda-beda. Hal ini karena setiap perusahaan menghadapi target konsumen yang berbeda dan setiap konsumen memiliki karakter sendiri-sendiri. Dari hasil survei yang pernah dilakukan oleh Survey One, keterlambatan menempati urutan pertama yang paling membuat konsumen tidak puas pada industri penerbangan. Sedangkan proses yang berbelit menjadi penyebab nomor satu ketidakpuasan pelanggan di sektor perbankan. Untuk seluler, akses menempati urutan pertama alasan ketidakpuasan.

Survey One mencoba mengompilasi berbagai sumber ketidakpuasan pelanggan dari berbagai industri dan membaginya menjadi dua industri besar, yakni consumer goods dan services. Consumer goods meliputi produk konsumen seperti makanan, minuman, elektronik, dan otomotif. Sedangkan services meliputi layanan seperti perbankan, hotel, asuransi, dan lain-lain.

Dari kedua kategori industri ini, setiap sumber ketidakpuasan dikategorikan ke dalam empat kategori. Untuk consumer goods meliputi kualitas produk, harga, infrastruktur, dan people. Infrastruktur meliputi ketersediaan produk, layanan purnajual, dan lain-lain. Sedangkan people bisa meliputi penjual produk maupun orang yang melayani di after sales services.

Untuk services, empat kategori meliputi kualitas pelayanan (proses), harga, infrastruktur, dan people. Infrastruktur dalam services meliputi juga hal-hal seperti kantor cabang di mana-mana, layanan ATM (pada bank), network, dan lain-lain.

Dari hasil penelitian Survey One ini didapatkan bahwa pada consumer goods, kualitas produk menjadi hal yang paling utama membuat konsumen tidak puas. Dalam produk makanan, misalnya, rasa yang tidak sesuai, sedangkan dalam otomotif misalnya kenyamanan dalam berkendara. Posisi kedua adalah menyangkut harga yang tidak sesuai dengan harapan. Kemudian ketiga, diduduki oleh infrastruktur, dan terakhir baru people.

Ini berbeda tentunya dengan services dimana people menempati urutan kedua setelah proses. Di dalam dunia pelayanan, proses menjadi critical issue yang harus diperhatikan. Kecepatan dalam men-deliver, antrean, dan ketelitian misalnya, menjadi bagian dari proses yang harus diperhatikan penyedia layanan.

Hal kedua adalah people. Ada banyak perusahaan yang memiliki proses dan infrastruktur baik, namun lemah dalam hal manusia. Para frontliner yang tidak mampu meng-handle pelanggan atau sikap yang kurang baik dari mereka bisa menciptakan ketidakpuasan pelanggan. Apalagi bagi produk atau layanan yang semakin intangible seperti konsultan, unsur people menjadi penentu utama.

Survei ini sebenarnya bisa dijadikan landasan bagi perusahaan untuk memerhatikan critical factor yang perlu dibenahi oleh perusahaan. Dengan demikian, pada masa mendatang perusahaan bisa mengurangi kemarahan pelanggan. 

Metodenya Banyak

Dahulu orang sering menggunakan konsep Servqual sebagai acuan. Konsep yang dikembangkan Zeithmal, Parasuraman, dan Berry ini menggunakan enam parameter, yakni tangible, reliability, assurance, responsiveness, dan empathy. Artinya konsumen bisa puas atau tidak puas berdasarkan enam hal tersebut. Tangible meliputi hal-hal fisik pelayanan seperti kantor, brosur, seragam pegawai, dan lain-lain. Reliability mencakup keandalan seperti delivery tepat waktu, produk yang tidak cepat rusak, dan lain-lain.

Assurance mencakup keyakinan terhadap layanan seperti keamanan, kemampuan pegawai, dan lain-lain. Adapun unsur dalam responsiveness meliputi kecepatan menangani masalah, kemampuan meng-handle komplain, dan lain-lain. Terakhir, Empathy mencakup pendekatan pribadi seperti menyapa nama, memberi ucapan selamat, dan lain-lain.

Sebenarnya metode untuk mengukur kepuasan dan ketidakpuasan cukup banyak. Yang penting, adalah bagaimana data yang diperoleh bisa dipergunakan sebagai strategi untuk mengurangi ketidakpuasan. Ingat, pelanggan yang marah bisa membahayakan bukan hanya bisnis Anda, tetapi juga nyawa Anda!

MM092013/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.