The Higher Purpose Brand

Sama seperti manusia, brand atau merek mempunyai bermacam profesi seperti penyedia makanan, minuman, pakaian, transportasi, informasi. Sebagian besar brand bertujuan menghasilkan laba yang tinggi. Apa yang salah dengan hal ini? Tidak ada. Hanya saja, jika tujuan utama mereka sekadar untuk menghasilkan uang, maka tujuan itu bukan merupakan tujuan yang mulia.

01010

Saya akan mengaitkan hal ini dengan konsep “hierarki kebutuhan manusia” yang digagas oleh Abraham Maslow. Seorang yang lapar dan haus akan membutuhkan makanan dan minuman. Ini semua disebut kebutuhan fisik. Selanjutnya manusia juga butuh merasa aman, seperti rumah yang bisa melindungi dari hujan dan angin.

Kebutuhan fisik dan rasa aman ada di paling dasar dari hierarki kebutuhan manusia. Setelah dua kebutuhan itu terpenuhi, manusia membutuhkan cinta, perhatian, dan rasa memiliki. Teman dan keluarga bisa memenuhi kebutuhan ini. Demikian pula dengan Harley Owners Group dan Nike’s Running Club.

Kebutuhan selanjutnya adalah kebutuhan untuk dihargai. Manusia butuh untuk saling menghormati sehingga bisa merasa puas, percaya diri, dan berharga. Banyak brand mewah seperti Rolex dan Mercedes mampu memenuhinya. Akhirnya, kebutuhan paling tinggi dalam hierarki ini adalah aktualisasi diri.

Maslow mendeskripsikan manusia yang punya aktualisasi diri ini sebagai mereka yang terlibat lama dalam “a cause outside their own skin.” Aktualisasi diri mencerminkan kebutuhan paling tinggi yang meliputi semua kebutuhan pikiran, hati, maupun jiwa manusia. Hanya ada sebagian kecil brand yang sanggup memenuhi kebutuhan ini.

Saya akan memberikan tiga contoh brand yang punya tujuan mulia dan tidak sekadar mencari laba yang tinggi. Pertama, sewaktu Yvon Choinard mulai mendaki gunung pada usia 14 tahun, dia telah menjadi pejuang lingkungan. Pada waktu itu para pendaki gunung menggunakan pasak tebing besi sekali pakai yang kemudian ditinggalkan di bebatuan dan merusak alam.

Yvon membuat pasak tebing pertamanya yang dapat digunakan kembali dan tidak merusak alam. Itulah awal dari sebuah merek “Patagonia” berdiri, perusahaan yang menjual berbagai macam kebutuhan untuk kegiatan outdoor. Yvon mengatakan,”Kami berbisnis bukan untuk mendapatkan keuntungan semata. Kami berbisnis bukan untuk membuat sebuah produk. Misi Patagonia adalah “Menemukan solusi terhadap krisis lingkungan.”

Kedua, sebuah department store di Grand Indonesia menjual sepatu santai bermerek “TOMS shoes”. Apa yang istimewa dari sepatu ini? Saat Anda membeli sepasang sepatu dari TOMS, maka sepasang sepatu lain akan diberikan secara gratis kepada seorang anak miskin yang membutuhkannya di sebuah negara berkembang.

TOMS telah meningkatkan kebutuhan kita akan sepatu dari melindungi dan membuat nyaman kaki kita menjadi kebutuhan yang lebih tinggi dengan mencintai sesama. Selain mendapatkan sepasang sepatu yang keren, kebutuhan Anda untuk mencintai dan dicintai juga terpenuhi. Anda tertarik? Tentu saja!

Ketiga adalah Pampers yang memproduksi popok bayi. Pada mulanya Pampers menghasilkan popok bayi yang hanya berfokus pada kebutuhan mendasar yaitu “dryness”. Kimberly-Clark menyerang Pampers dengan brand Huggies yang murah. Perang harga pun terjadi. Pampers menyadari bahwa “dryness” hanya memenuhi kebutuhan fisik semata. Mereka mulai memikirkan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi lagi dari sang Ibu.
Dari “dryness” mereka maju beberapa langkah menjadi “baby’s development stages.” Ibu-ibu tentu saja tidak cuma membutuhkan popok yang kering yang bisa membuat bayinya tidur, tetapi sangat peduli dengan tingkat perkembangan bayinya dari hari ke hari sehingga mereka menjadi sehat, cerdas, dan baik. Pampers memenuhi hierarki kebutuhan yang lebih tinggi dengan sukses.

Patagonia, TOMS shoes, dan Pampers adalah mereka yang tahu bagaimana membangun brand yang sanggup memenuhi hierarki kebutuhan manusia yang lebih tinggi. Rosabeth Moss Kanter dari Harvard Business School melakukan penelitian selama tiga tahun dan menyimpulkan bahwa, “Korporasi yang unggul di depan dalam hal perubahan pasar dan kebutuhan konsumen adalah korporasi yang mempunyai tanggung jawab sosial yang besar terhadap masyarakat.”

Jim Stengel, mantan Global Marketing Executive P&G, melakukan riset dan menemukan bahwa brand yang memberikan manfaat lebih banyak ke dunia (brand-ideals) terbukti mampu mendorong pertumbuhan usahanya paling besar. Ini adalah brand yang punya tujuan yang mulia atau “The Higher Purpose Brand”!

Budi P.Kartono

Brand consultant

e-mail: budipurwantok@yahoo.com.au

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.