Ingat! Bad News Lebih Cepat Merayap di Media Sosial

Banyak merek yang sudah memilih media sosial untuk melakukan aktivitas marketing. Sebuah survei mengatakan bahwa 73% konsumen di Asia Tenggara mengakui bahwa iklan di media sosial sangat mempengaruhi mereka.

Gara-gara tidak puas dengan layanan sebuah maskapai penerbangan, Astuti pun mengoceh di twitter. Seperti biasa, tanggapan pun bermunculan dari para follower. Intinya, mendukung atau bahkan menambah deretan panjang ketidakpuasan pelayanan dari maskapai tersebut. Lantaran, tidak memonitor media sosial, maskapai tersebut pun tak bisa memberikan respon.

Akibatnya, maskapai tersebut sekarang ini dikenal dalam sisi negatifnya saja, sudah dilupakan kalau maskapai ini adalah pionir penerbangan murah. Bahkan, imej ini dan sudah menjadi pemahaman khalayak luas, termasuk yang bukan penggiat jejaring sosial dan jarang naik pesawat.

Bagi para marketer tentu sangat menyadari bahwa fenomena di atas sangat berpengaruh pada brand image merek. Bila tidak segera diantisipasi dampaknya bisa merembet ke loyalitas dan hanya menunggu waktu untuk menggerus penjualan. Karena ada adagium teori komunikasi bahwa nothing faster than bad news. Di dunia online rumor lebih cepat dari pesawat jet tercepat sekalipun.

Kenyataan bahwa masih ada pemilik merek yang belum menyadari perlunya menggunakan media sosial sebagai marketing tool memang ada. Meskipun, jumlahnya semakin hari makin berkurang secara signifikan. Sebaliknya, ada banyak sekali pemilik merek yang tanpa ragu menggunakan jejaring sosial untuk aktivitas marketing.

Sebagai contoh adalah Unilever. Perusahaan ini termasuk yang giat membangun merek di media sosial. Hampir semua merek yang bernaung di salah satu perusahaan consumer goods terbesar di dunia ini memanfaatkan jejaring sosial untuk beragam tujuan. “Unilever memanfaatkan media sosial jadi sarana kampanye merek yang lebih cerdas dengan mengajak audiens untuk berpartisipasi dalam interaksi yang ada,” sebut Satria Utama, Senior Brand Manager PT Unilever Indonesia Tbk.

Media sosial memang memiliki potensi yang cukup banyak bagi suatu merek dan perusahaan. Mulai dari dari beriklan, mendukung aktivitas kehumasan, membangun brand awareness, dan tentu saja berkomunikasi secara dua arah dengan konsumen. Terkait dengan fungsi kehumasan, bila marketer memonitor media sosial, maka celotehan Astuti tersebut di atas bisa segera direspon.

Hasil studi Nielsen menunjukkan bahwa hampir tiga per empat (73%) SEA konsumen “sangat” atau “agak” dipengaruhi oleh iklan di situs media sosial, dengan jumlah ini meningkat menjadi 80% jika iklan memiliki konteks sosial yang menunjukkan bahwa teman atau kerabat mereka juga menyukai atau mengikuti merek yang diiklankan.

Namun begitu, sebelum tergiur menggunakan media sosial sebagai media marketing, perlu memahami filosofi dasar dari media sosial itu sendiri. Dengan begitu bisa membuat apa langkah selanjutnya atau bagaimana  memaksimalkannya setelah menggunakannya.

Media sosial bisa dikatakan sebagai wadah ngobrol atau ngerumpi hal-hal yang ringan materinya dan disampaikan secara lugas. Sehingga, bila marketer ingin nimbrung dan membawa topik yang berkaitan dengan merek atau melakukan respon, maka perlu dikemas seringan mungkin dan dengan pendekatan yang lebih personal. Tidak terkesan superior dibanding lainnya. Sebab, media sosial memiliki dua sisi yang mengasilkan dampak yang saling bertolak belakang. Tergantung bagaimana mengelolanya.

“Kekuatan social media marketing tentu saja sangat bergantung pada kualitas suara komunitasnya, karena di dalam komunitas tidak ada pimpinan dan bawahan, tidak ada birokrasi, “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi”. Karena setiap orang adalah subjek, mereka memiliki kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Suatu brand atau produk harus mampu berinteraksi di dalamnya, kemudian banyak dibicarakan secara positif, sehingga terbentuk opini komunitas, yang diharapkan akan bermuara pada tujuan-tujuan pemasarannya, yaitu awareness dan sales,” kata Harris Thajeb, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) .

Word of Mouth dan Endorser

Strategi word of mouth tentunya sudah tidak asing lagi bagi marketer. Bila dikaitkan dengan media sosial strategi ini akan sangat kuat dampaknya. Sederhananya adalah mengaplikasikan strategi itu di dunia maya lewat jejaring sosial. Kekuatannya adalah cakupan dari media sosial yang tidak terbatas oleh tempat dan waktu.

Media sosial merupakan media yang dikonsumsi rata-rata setiap hari oleh orang di masa kini. Sehingga proses awareness bisa terjadi ketika orang melihat iklan di media sosial atau diberitahu oleh temannya di jaringan media sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung. “Secara fungsional, media sosial bisa dimanfaatkan untuk channel dari ATL maupun BTL. Bahkan seharusnya bisa menjadi alat yang powerful untuk kepentingan public relation,” ujar Chandra Wijaya, Managing Director Magnivate Group.

Berbeda dengan strategi word of mouth di dunia nyata, di dunia online cakupan penyebarannya bisa dihitung. Selain itu, bisa juga melakukan pemilihan target yang akan disasar. Dengan begitu, pesan yang disampaikan akan tepat di sasaran.

Dunia digital juga menciptakan ‘selebriti’ yang berbeda dengan seleberiti di dunia nyata. Seorang yang bukan artis atau politikus bisa saja menjadi tokoh yang begitu ‘digandrungi’ komunitas online. Fenomena ini bisa dimanfaatkan oleh pemilik merek untuk mengenalkan atau semakin menguatkan imej merek melalui para selebriti online ini.

Sejak maraknya jejaring sosial sudah banyak merek yang menyewa endorser khusus untuk media sosial.  Bila ada marketer yang baru akan melakukan, pemilihan endorser yang tepat perlu dilakukan. Selain berpatokan dengan cara yang sudah ada, seperti karakter personal, kesesuaian dengan merek, dan lainnya, ada tambahan patokan untuk memilih endorser yang akan dipakai di jejaring sosial. Antara lain, pengaruh mereka pada komunitas dan jumlah orang yang terhubung dengan calon endorser tersebut di suatu jejaring sosial.

Supaya berhasil dalam mengenalkan atau menguatkan merek lewat media sosial, langkah lain yang perlu dilakukan adalah melakukan maintenance.  Terlebih, bila pemilik merek mempunyai akun khusus untuk merek mereka dan diikuti oleh banyak orang. Pengelola akun tersebut haruslah selalu rajin melakukan posting dan merespon dengan cepat dan tepat setiap comment. Apalagi, bila itu adalah komentar negatif. Dengan begitu, konsumen atau bukan bisa merasakan kedekatan karena interaksi yang dinamis dan hangat.  Melalui interaksi di media sosial ini, marketer juga bisa menerima masukan dan mencari tahu kebutuhan konsumen.

Salah satu kunci sukses dalam mengelola akun merek atau perusahaan adalah dilakukan oleh tim internal. Sehingga, ketika terjadi berita negatif bisa segera direspon dan dibalik menjadi hasil yang positif bagi merek. Dengan begitu, kejadian seperti tersebut di awal tulisan tidak akan pernah terjadi. (www.marketing.co.id/Ign. Eko Adiwaluyo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.