Lima Paradigma Corporate Image

Handi_IrawanSiapa yang harus bertanggung jawab terhadap citra perusahaan atau corporate image? Sebagian besar mungkin akan mengatakan bahwa ini menjadi tanggung jawab mereka yang memiliki jabatan corporate secretary (corsec). Ini jabatan yang cukup umum dimiliki oleh perusahaan yang sudah go public. Untuk perusahaan yang belum go public, urusan pengembangan corporate image akan diserahkan ke bagian PR atau divisi marcomm.

Kenyataannya, banyak pekerjaan untuk membangun corporate image menimbulkan konflik internal, terutama menyangkut masalah pembagian pekerjaan antardivisi. Kadang-kadang, konflik ini bukan saja menyangkut masalah pembagian pekerjaan, tetapi lebih dalam lagi karena berhubungan dengan perbedaan tujuan dan sasaran yang akan dicapai.

Mari kita bayangkan beberapa contoh program dan aktivitas sosial dari sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan corporate image melalui program perbaikan masalah sosial dan lingkungan. Ambil contoh, sebuah bank membantu untuk memperbaiki kondisi pasar-pasar tradisional supaya lingkungannya menjadi lebih bersih. Siapa yang menjadi penanggung jawab untuk aktivitas ini?

Bisa saja corsec atau kepala divisi public relations. Kenyataannya, divisi lain terutama bagian marketing juga sangat ikut terlibat. Mereka ingin terlibat karena ingin mempromosikan produknya melalui aktivitas ini. Dari sinilah kemudian muncul konflik. Corsec ingin menjadikan aktivitas ini untuk meningkatkan corporate image dari bank tersebut. Divisi marketing ingin membuat mereknya semakin kuat, dan bagian penjualan bahkan ingin menjadikan aktivitas ini sebagai cara untuk meningkatkan penjualan.

Misalnya lagi, produsen personal care melakukan aktivitas sosial di sekolah-sekolah. Mereka ingin melakukan edukasi kepada setiap siswa di sekolah yang dikunjungi, agar menjaga kesehatan. Siapa yang menjadi penanggung jawab untuk aktivitas ini? Corsec, divisi PR, marketing, atau sales? Kemudian juga, dari divisi manakah bujet untuk kegiatan ini dikeluarkan?

Saya yakin, kedua contoh konflik atau ketidakjelasan di atas tadi adalah hal yang sangat umum dijumpai di perusahaan. Ada banyak faktor yang membuat ketidakjelasan dalam hal ini. Dan hal tersebut seharusnya menjadi pekerjaan yang perlu diselesaikan pada tingkat top management. CEO harus memformulasikan strategi maupun perubahan paradigma yang jelas untuk mengembangkan corporate image dari perusahaannya.

Lima Strategi dan Paradigma
Pertama, manajemen puncak harus menyadari bahwa urusan corporate image adalah urusan dari manajemen puncak, terutama CEO. Ini bukanlah pekerjaan yang dapat diserahkan kepada level manajer atau bahkan level staf. Pekerjaan membangun corporate image adalah pekerjaan yang terlalu besar bagi mereka yang baru duduk di level manajer. Membangun corporate image atau corporate reputation bukanlah sekadar aktivitas yang memiliki waktu tertentu dan hanya bersifat proyek semata.

shutterstock_131708192Kedua, perusahaan melalui top management harus memformulasikan strategi corporate image yang jelas. Satu pertanyaan strategi besar yang harus tuntas dan jelas adalah untuk menentukan bagaimanakah hubungan antara corporate brand dan product brand.

Ada perusahaan yang membuat pemisahan sangat jelas antara corporate brand dan product brand. Perusahaan yang bergerak di industri consumer goods sering menggunakan pemilihan strategi merek ini. Bagi perusahaan ini, merek produk adalah hal yang paling penting. Mereka hanya memikirkan merek produk sebagai sumber intangible asset perusahaan. Perusahaan yang memilih strategi ini biasanya memang tidak memiliki sumber daya manusia yang memerhatikan pengembangan corporate image.

Perusahaan seperti Unilever, Kalbe, Sido Muncul, dan beberapa perusahaan lainnya lebih memilih untuk menjadikan corporate brand sebagai endorser. Mereka mengaitkan corporate brand dalam mengomunikasikan merek-merek produknya. Beberapa perusahaan memilih untuk menjadikan corporate brand sebagai umbrella brand untuk merek produk-produknya. Contoh perusahaan yang memilih strategi ini adalah Toyota, Yamaha, dan Samsung. Hampir setiap merek produk mereka diawali dengan merek perusahaan dan diikuti dengan merek produk yang memberi identitas terhadap tipe produknya.

Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang service seperti perbankan, asuransi, dan transportasi menjadikan corporate brand sebagai merek produknya. BCA, Mandiri, Garuda Indonesia, atau Blue Bird memiliki corporate brand dan product brand yang sama. Perusahaan yang memilih strategi terakhir ini sudah pasti menjadikan pengelolaan corporate brand sebagai hal yang sangat penting. Mengelola corporate image menjadi tanggung jawab dari top management.

Ketiga, mengelola corporate image adalah sebuah strategi dan aktivitas yang melibatkan berbagai stakeholder, yaitu pelanggan, publik, karyawan, investor, jurnalis, pelaku bisnis yang terkait, dan berbagai institusi lainnya. Untuk perusahaan yang sudah go public, berkomunikasi dengan para investor adalah hal yang sangat penting.

Ada beberapa perusahaan menjadikan publik sebagai stakeholder yang sangat penting. Perusahaan seperti pertambangan misalnya, sangat memerhatikan komunitas yang berada di sekitarnya dan sekaligus persepsi publik terhadap perusahaannya. Perusahaan perlu mengelola semua stakeholder ini sesuai dengan prioritasnya. Ini tidak seperti mengelola merek produk yang biasanya hanya fokus kepada para pelanggan atau konsumen.

Keempat, mengelola corporate image adalah melibatkan interaksi berbagai dimensi dan media. Perusahaan-perusahaan tidak hanya menggunakan iklan di media konvensional dalam mengembangkan corporate image-nya. Mereka membutuhkan media lain seperti kontak personal, media sosial, call center, e-mail, atau pertemuan dengan komunitas yang dibentuk perusahaan. Dalam hal ini, pekerjaan untuk membangun corporate image menjadi jauh lebih kompleks. Perusahaan perlu melakukan pengukuran media atau mengetahui interaksi manakah yang efisien dan efektif.

Mengukur Corporate Image
Kelima, perusahaan perlu melakukan pengukuran corporate image secara periodik. Pengukuran ini bisa dilakukan sekali dalam setahun atau dua kali per tahun. Berbagai cara pengukuran corporate image telah dikembangkan. Frontier Consulting Group telah melakukan pengukuran Corporate Image Index yang mencakup lebih dari 100 industri di Indonesia selama 15 tahun. Dalam pengukuran ini, publik, pelaku bisnis, jurnalis, dan investor dilibatkan.

Pengukuran ini dilakukan terhadap empat dimensi corporate image, yaitu quality, performance, responsibility, dan attractiveness. Dari 4 dimensi tersebut kemudian dikembangkan menjadi 10 atribut. Hasil dari corporate index ini dapat digunakan oleh perusahaan untuk melihat apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari perusahaan. Tentu ini akhirnya dapat menjadi masukan yang berharga bagi perusahaan untuk mengembangkan corporate image yang lebih kuat lagi.

Peran corporate image semakin penting di masa mendatang. Pelanggan akan semakin percaya dan loyal kepada perusahaan yang memiliki corporate image yang baik. Bukan hanya itu, perusahaan memiliki kesempatan bisnis yang jauh lebih besar di masa mendatang. Mereka juga mampu untuk menarik karyawan yang berkualitas. Inilah yang akhirnya membuat perusahaan semakin kompetitif. Tidak mengherankan, perusahaan harus memiliki komitmen untuk melakukan pengukuran corporate image-nya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.