Mantan Kondektur Jadi Miliader

Kerja keras serta piawai dalam melihat peluang bisnis telah mengantarkan pria ini menjadi seorang pengusaha sukses.Memulai petualangan hidup dari seorang kondektur di Jakarta, kini Del Agus menjadi seorang pengusaha kapal beromzet miliaran rupiah setiap bulannya.Del Agus

 Bagi Del Agus, kesuksesan yang telah diraih saat ini tidak terlepas dari derasnya cobaan hidup yang pernah dia alami. Jauh dari orangtua dan harus bertahan hidup di rantau orang menjadi motivasi besarnya untuk mengubah nasib. Meski hanya sebagai kondektur, Del Agus memiliki keinginan kuat untuk keluar dari kubangan garis kemiskinan dan kebodohan dengan tetap melanjutkan sekolah, walau dengan kondisi seadanya 2kali dalam 1 minggu. Sampai akhirnya dia bisa menyelesaikan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Swadaya, Jakarta.

Setelah tamat kuliah, Del mulai meniti karier formal di Jakarta, pada tahun 1991. “Karier saya pertama kalinya di bank Artha Prima sebagai teller. Sewaktu bekerja di sana, saya sering disindir atasan kalau gaji saya cuma Rp500.000 ngapain kerja disini, hanya menang dasi doang. Kalimat itu tidak cuma sekali saya terima, bahkan dari nasabah juga. Akhirnya saya memutuskan keluar dari pekerjaan itu, tapianehnya setelah keluar saya bingung mau jadi apa,” cerita Del Agus.

Setelah berhenti dari kantor, pada tahun 1992 dia bersama beberapa teman kosnya yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memberanikan diri membuat bimbingan belajar, yaitu Science Center. Tapi, itu hanya bertahan selama tiga tahun sampai akhirnya Science Center dijual. Di tahun yang sama Del Agus memiliki kesempatan bekerja di perusahaan swasta. Ia dipercaya jadi karyawan biasa sampai menjadi general manager (GM).“Selama saya bekerja dengan orang Taiwan, banyak ilmu yang saya dapatkan. Disana otak saya terlatih untuk menangkap ide-ide. Itu saya dapatkan dari atasan saya, dia orang yang sangat pintar menangkap peluang bisnis, bahkan setiap lima tahun sekali dia selalu melahirkan ide-ide atau inovasi baru,” kenangnya.

Terpaan pun kembali datang, perusahaan tempat dia bekerja mulai bangkrut. Dia pun mencoba untuk mengambil alih, tapi karena statusnya hanya sebagai karyawan, keinginan itu tidak direstui pemilik perusahaan. Akhirnya Del Agus memutuskan untuk mengundurkan diri.

Keluar dari perusahaan Taiwan, ternyata dewi fortuna masih berpihak kepadanya. Berbekal database nomor telepon perusahaan yang dimilikinya, Del Agus memberanikan diri menghubungi semua perusahaan tersebut. Perjuangan itu tidak sia-sia, akhirnya dia bisa bekerja sama dengan salah satu agen yang mengurusi tenaga kerja wanita (TKW). Di sinilah Del Agus mulai mendapatkan keuntungan yang besar. Tapi, itu juga tidak berjalan dengan mulus. Di akhir tahun 1999, Del Agus tertipu oleh rekan bisnisnya sendiri.Dana mencapai Rp3 miliar pun melayang. Akhirnya Del Agus memutuskan berangkat ke Taiwan dengan harapan uangnya bisa kembali.

Tapi, karena tidak bisa berbahasa Taiwan dan tidak memiliki teman disana, kendalapun mulai bermunculan. Apalagi hubungan diplomatik antara Indonesia dan Taiwan belum terjalin. Del Agus sempat mendapatkan diskriminasi saat ditangkap. Bahkan, dia harus menyewa kartu tanda penduduk (KTP) orang disana sebesar Rp1,5 juta untuk bisa keluar dan menghadap front office polisi Taiwan.Merasa pengetahuannya masih minim, pria yang juga pernah bekerja sebagai sopir taksi dan kopaja selama 4 tahundari tahun 1985–1988ini melanjutkan kuliah di Taiwan.

Berbekal wawasan selama kuliah di negara itu, akhirnya Del melihat peluang bisnis. Dia memfokuskan dirinya bergerak di bidang penyaluran nelayan atau anak buah kapal (ABK), sebab saat itu perusahaan Taiwan di bidang penyaluran jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) tempat ia bekerja hanya mengurus penyaluran asisten rumah tangga dan pekerja pabrik.

Karena bidang pekerjaan yang berhubungan dengan nelayan, Del Agus semakin paham seluk-beluk pekerjaan dibidangperkapalan. Pada tahun 2004, dia memutuskan berpartner dengan salah seorang pengusaha kapal yang sudah memiliki 250 kapal. Praktis akselarasi Del Agus dibidang perikanan semakin kuat. Seiring berjalannya waktu, bisnis perkapalan yang dia geluti semakin berkembang. Saat ini, dari usaha di bidang perkapalan yang dia jalankan, Deltelah memiliki omzet mencapai Rp5 miliar setiap bulannya.

“Perusahaan yang fokus saya tangani sendiri adalah PT Dwidaya Eka Lestari yang bergerak dibidang tenaga kerja dan vessel crews provider. Perusahaan ini bisa dikatakan salah satu perusahaan terkemuka untuk provider kapal perikanan di Indonesia bagi pelanggan internasional dengan jaringan layanan meliputi Indonesia, kawasan Asia, hingga Samudra Pasifik. Saat ini ABK yang sudah diterbangkan sekitar 20 ribu orang. Dari pengiriman ABK kami mendapatkan fee mulai US$40 sampai US$80 per orang setiap bulannya,” ungkap dia.

Sebagai pengusaha asli Indonesia, Del Agus lebih mudah jika berhadapan dengan para aparat dan birokrat. Inilah yang menjadi nilai tersendiri bagi dia saat bekerjasama dengan partner bisnis di bidang perkapalan. Kini banyak rekan bisnis yang mempercayakan pengelolaan kapal kepadanya, baik itu kapal perusahaan maupun pribadi.

“Saat ini semua kapal ikan yang langsung saya kelola sebanyak 4.300 kapal, terbanyak itu di Lontas Bali. Biasanya kalau kapal ini berlayar dalam negeri sekitar 3 bulan, luar negeri 6 bulan sampai 8 bulan, kami mendapatkan fee sebesar US$2.000 pertrayek untuk satu kapal,” ujar Del.

Semakin berkembangnya usaha di bidang perkapalan, pada tahun 2007 Del Agus bersama rekan-rekannya menanam saham (investasi) dibidang pariwisata di daerah Bali (Akame Benoa Bali). Dengan luas tanah mencapai 2 hektare, bersama rekan bisnisnya dari Australia, Del Agus mempunyai usaha penyewaan helikopter di Bali yang kini berjumlah tiga unit. Begitupun dengan rekannya yang dari Jerman, Del Agus menjalankan usaha budidaya lumba-lumba.

“Kalau usaha di Bali kami lebih banyak investasi, dan semua penghasilan yang didapat kami investasikan kembali. Saat ini kami baru memiliki dua lumba-lumba dan tengah mengurus perizinan untuk konservasi lumba-lumba. Kalau perizinannya sudah selesai, kami punya target memiliki belasan lumba-lumba.”

Selain budidaya lumba-lumba, Del Agus juga tengah mengembangkan usaha di bidang restoran. Sekarang ini sudah ada lima restoran yang dia bangun. Tiga di antaranya ada di Jakarta, satunya lagi di Bali Naga. Kemudian, pada Maret tahun ini diresmikan satu lagi restoran di daerah Cengkareng, Jakarta.

Dafit Zuhendra.

Foto: Asep Toni K

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.