Mengejar 1 Triliun Rupiah

Michael Wanandi, Presiden Direktur PT. COMBIPHAR
Michael Wanandi, Presiden Direktur PT. COMBIPHAR

Ada sebuah anggapan bahwa seorang pemimpin yang baik sudah pernah mengecap pahit-manis kehidupan sebagai seorang karyawan kelas bawah.  Begitu pula yang dialami Michael Wanandi, Presiden Direktur PT Combiphar.

Kendati mewarisi bisnis dari perusahaan farmasi Combiphar, ayah tiga anak ini memulai karier bisnisnya sebagai seorang karyawan biasa dengan mencicipi berbagai posisi terlebih dahulu sebelum menduduki kursi pucuk pimpinan.

Berbekal pengalaman panjang, pria yang karib disapa Michael ini sukses menggenjot kinerja perusahaan. Salah satu gebrakan yang dilakukannya adalah mentransformasi perusahaan farmasi generik asal Bandung ini menjadi perusahaan consumer health.

Untuk mengetahui upaya yang dilakukan penggemar olahraga golf ini, berikut petikan wawancaranya dengan Moh. Agus Mahribi, jurnalis Majalah MARKETING, bersama fotografer Asep Toni K.

Bisa diceritakan awal Anda berkarier di Combiphar?

Tak jauh berbeda dengan setiap orang yang baru meniti karier, apa yang saya lakukan juga membutuhkan perjuangan, pengorbanan, usaha keras, kerja cerdas, keuletan, dan doa. Usai menyelesaikan pendidikan di salah satu universitas di Amerika, saya mencoba peruntungan dalam berkarier di negeri Paman Sam tersebut.

Lalu, pada tahun 1997, saya memutuskan kembali ke Indonesia dan berkarier di sini. Itu pun tidak langsung bergabung di Combiphar karena mencoba mengembangkan diri dengan bekerja di salah satu perusahaan asing, UBS Investment Bank. Selang dua tahun kemudian, tepatnya pada pertengahan tahun 1999, saya mulai bergabung dengan salah satu perusahaan keluarga, PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL) sampai tahun 2005.

Selanjutnya, pada tahun 2005–2008, saya membantu induk perusahaan, Anugerah Corporation. Bergabung di Combiphar sendiri baru dilakukan pada tahun 2008 dengan menjabat sebagai salah satu direktur. Meski kala itu, ayah saya, Biantoro Wanandi, meminta untuk menggantikan beliau sebagai orang nomor satu di Combiphar.

Alasan penolakannya sederhana, saya belum siap dan belum mengenal industri farmasi secara mendalam, karena latar belakang pendidikan saya sendiri IT dan finance. Barulah pada tahun 2011, saya menerima tawaran untuk menahkodai Combiphar dengan ditunjuk sebagai presiden direktur karena rasa percaya diri saya kian meningkat. Sejatinya, pengalaman di berbagai posisi perusahaan membantu saya memperoleh gambaran komprehensif tentang roh bisnis Combiphar. Ini pula yang menjadi landasan saya dalam mengambil setiap keputusan bisnis.

Berapa banyak produk Combiphar saat ini? Apakah Anda hanya meneruskan produk yang ada atau melakukan pengembangan lagi?

Combiphar kini telah memproduksi dan memasarkan lebih 160 merek yang didominasi oleh produk etikal, hampir 90%. Namun, produk yang paling dikenal oleh konsumen adalah produk consumer health, terutama OBH Combi. Ironisnya, OBH Combi sendiri lebih dikenal daripada Combiphar-nya. Tentu ini menjadi tantangan bagi saya untuk lebih mengenalkan korporasi kami.

Selain mengembangkan produk yang sudah eksis, saya juga mencoba mengembangkan produk baru. Salah satu contohnya Prive, produk premium pembersih daerah kewanitaan pertama yang menggabungkan bahan alami green tea dan manjakani, serta  green tea dan daun sirih yang diformulasikan khusus untuk meremajakan dan menjaga daerah kewanitaan.

Bagaimana strategi Anda dalam menggarap segmen kelas menengah dan kalangan muda yang sedang berkembang?

Kami berupaya menciptakan produk-produk baru yang terjangkau dan berkualitas untuk mereka. Strategi lainnya, kami juga mulai meremajakan merek-merek yang terkesan “tua”. Sebut saja OBH Combi, salah satu merek obat batuk hitam yang cukup legendaris di tengah masyarakat kita selama lebih dari 40 tahun.

Tak dipungkiri, produk ini sudah tidak sesuai dengan segmen pasar yang dibidik, yaitu kelas menengah dan kalangan muda. Sebab itu kami melakukan inovasi kemasan dan produk serta logo OBH Combi agar terlihat lebih modern dan dinamis, termasuk strategi pemasaran dengan menggandeng Nicholas Saputra sebagai bintang iklan agar terlihat lebih modern dan dinamis, menyesuaikan segmen kalangan muda.

Seperti diketahui, segmen kelas menengah didominasi kalangan muda yang selama ini ditinggalkan. Padahal menurut demografi, sekitar 60% penduduk Indonesia berusia di bawah 40 tahun. Adanya perubahan logo dan kemasan ini juga disesuaikan dengan konsumen yang lama supaya mereka tetap nyaman dan loyal pada OBH Combi.

Bagaimana Anda meningkatkan daya saing?

Kami terus meningkatkan kualitas produksi dengan didukung fasilitas mutakhir dan prosedur operasi standar terkini. Di samping itu, Combiphar juga mengembangkan fasilitas research & development, terutama dalam bidang optimalisasi kualitas obat-obat resep agar memenuhi persyaratan bioavailability dan bioequivalence, serta di bidang Nanotechnology sebagai strategi diferensiasi dalam memperkuat daya saing.

Yang tak kalah penting, mengembangkan dan menerapkan ERP (enterprise resources planning) dalam mengintegrasi dan mengotomatisasikan berbagai proses bisnis dan sistem informasi pada berbagai fungsi yang ada di perusahaan, antara lain produksi, logistik, distribusi, akunting, keuangan, dan SDM.

Di awal kepemimpinan, Anda melakukan transformasi bisnis. Apa alasannya dan apa yang hendak ditransformasi?

Pada masa awal, yang saya lakukan ketika dipercaya menduduki pucuk kepemimpinan adalah melakukan evaluasi strategi Combiphar; apakah masih relevan atau harus diubah. Selama satu tahun fokus saya mempelajari strategi lama dan merumuskan strategi yang baru. Implementasinya, Combiphar merilis logo dan semangat baru di pengujung tahun 2012. Lazimnya logo perusahaan etikal cenderung berwarna hijau dan biru, di sini kami meninggalkan kebiasaan lama dengan mengkreasikan logo baru dengan warna ungu agar tampil lebih fresh dan modern.

Momentum ini sangat penting karena bukan sekadar ganti logo, tetapi inisiatif menjadi Combiphar yang baru dengan bertransformasi dari perusahaan farmasi lokal generik menjadi perusahaan consumer health. Selain itu, meningkatkan profil produk-produk Combiphar yang selama ini dikenal sebagai produk lokal yang memiliki kualitas dan reputasi yang cukup bagus, cuma terkadang sumber daya manusianya kurang percaya diri kala menjual produk tersebut. Hal ini pula yang melatarbelakangi saya untuk mentransformasi organisasi dan SDM di Combiphar.

Upaya apa yang Anda lakukan untuk mentransformasi SDM?

Pertama, mengubah budaya dan pola pikir karyawan dari perusahaan generik ke consumer health. Bila sebelumnya hanya menjadi perusahaan yang menjual produk obat secara me-too, yakni strategi mengikuti produk yang telah pemimpin pasar, saat ini kami menciptakan produk dengan proses membangun merek.

Kedua, membangun SDM yang mumpuni dan memberikan insentif bagi mereka yang berprestasi untuk mendapatkan haknya.

Ketiga, dari sisi pengembangan diri karyawan melalui pelatihan dan pendidikan baik tingkat nasional maupun internasional untuk mengasah kemampuan karyawan dalam memunculkan potensi terbaik dalam setiap individu. Prioritasnya bukan hanya merangkul karyawan secara eksternal, tetapi juga membangun secara internal.

Bagaimana dengan evaluasi dan hasilnya?

Kami memiliki sekitar 1.400 karyawan, baik karyawan pabrik maupun tenaga pemasar di cabang. Mereka merupakan aset terpenting dalam perusahaan, sehingga dalam dua tahun ini kami melakukan employee opinion survey untuk melihat taraf kepuasan karyawan bekerja di Combiphar. Di sini saya meluangkan waktu untuk membacakan feedback dari karyawan satu per satu, dari level paling bawah sampai paling atas, agar mendapatkan gambaran bagaimana motivasi dan mengetahui aspirasi mereka untuk menarik kesimpulan.

Kemudian, saya juga melakukan kunjungan ke cabang untuk berinteraksi langsung dengan karyawan. Ini momentum yang jarang dilakukan karena karyawan dapat menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada presiden direktur. Dari survei dan kunjungan itu, hasil yang didapat cukup menggembirakan karena saya mendapat kepercayaan untuk melakukan transformasi bisnis ini lebih cepat dan efektif dengan dukungan dan kontribusi mereka.

Apa saja kendala yang dihadapi saat melakukan transformasi?

Bagaimana mensosialisasikan strategi ini kepada seluruh organisasi. Pasalnya, sebuah perusahaan tak hanya dituntut memiliki strategi yang jitu, tetapi juga organisasi yang mendukung. Kedua hal ini sangat penting, apalagi kebanyakan pemimpin hanya menciptakan strategi, namun sosialisasi akan dilakukan oleh HRD atau direktur lainnya.

Semua harus dimulai dari saya sebagai pemimpin perusahaan yang harus menjadi model dari transformasi bisnis perusahaan ini. Guna mencapainya, saya bersama top manajemen lainnya mengomunikasikan dan sosialisasi ke cabang-cabang agar semua karyawan memahami dan mengerti akan perubahan strategi arahan.

Di lain pihak, saya melakukan teaching dengan see campus untuk memberikan pelatihan ke manajemen dalam menyamakan bahasa dan tujuan dari strategi tersebut.

Apa target Anda dari transformasi bisnis ini?

Kami ingin tumbuh secara signifikan, di atas rata-rata pertumbuhan bisnis sejenis sekitar 2%–3%, dan secara profitabilitas EBITDA bisa tumbuh 17%. Ini yang menjadi target objektif kami dalam waktu dekat. Sedang di tahun 2015, target top line Combiphar diharapkan mencapai Rp1 triliun.

Tapi, selain itu kami juga berharap dapat dikenal sebagai perusahaan consumer health yang dikenal dengan produk-produk berkualitas dengan harga terjangkau untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat. Semakin banyak keluarga yang merasakan dampak kesehatan dari produk-produk Combiphar, semakin jauh Combiphar melangkah membagikan nilai-nilai kesehatan di tengah keluarga-keluarga di seluruh Indonesia.

Fotografer: Asep Toni K.

1 COMMENT

  1. Luar biasa….!. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari Bpk. Michael Wanandi, walaupun beliau anak dari pemilik perusahaan, tapi tidak gegabah dalam mengambil keputusan untuk menempati jabatan yang ditawarkan tanpa pengetahuan dan pengalaman yang matang. Penciptaan strategi yang langsung dibarengi sosialisasi langsung kepada seluruh organisasi juga merupakan kunci keberhasilan sebuah strategi yang diciptakan, strategi yang bagus tanpa sosialisasi yang sempurna hanya akan menghasilkan kebingungan dan hasil yang tidak maksimal dari sebuah organisasi, dan yang tidak kalah menariknya adalah keinginan beliau untuk turun langsung mendengarkan masukan, inspirasi dan keluahan dari level paling bawah, hal ini yang sangat jarang dilakukan oleh sebahagian besar pemimpin, sehingga mereka hanya mengkonsumsi laporan yang belum tentu 100% benar adanya…., terima kasih Bpk. Michael Wanandi telah berkenan berbagi pengalaman dan ilmunya, semoga banyak membawa mamfaat, amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.