Mewaralabakan Sulap Ala JMS

Selama ini sulap hanya dikenal sebagai bisnis pertunjukan semata, namun JMS menyihirnya menjadi bisnis waralaba. Seperti apa strateginya?

Sim salabim, maka jadilah kelinci. Begitulah pesulap biasa menyelipkan mantra untuk setiap atraksinya. Jenis hiburan yang dahulu hanya dipandang sebelah mata oleh orang, kini menjadi mesin uang baru yang banyak mendulang keuntungan.

Lihat saja rating acara The Master besutan Deddy Corbuzier. Sejak awal penayangannya di televisi hingga kini, peringkatnya terus menanjak. Bahkan, dalam perkembangan terbaru telah diproduksi pula The Master Junior.

Saat ini bukan hanya pertunjukan yang diminati, alat-alat dan pengajaran triknya pun sudah mulai banyak dilirik. Sehingga, jangan heran bila sekarang kita melihat banyak outlet sulap nampak menjamur di sudut-sudut jalan dan pusat perbelanjaan seperti mal, hypermarket dan department store.

Intinya, semua atribut sulap kini menjadi peluang bisnis baru yang menjanjikan. Bahkan yang terbaru, pengembangannya sudah sampai ke tingkat waralaba, seperti Julian Magic Shop (JMS) milik Indro Julian.

Pria yang telah 12 tahun berkiprah sebagai magician (pesulap) ini mengatakan, awalnya ia tertarik mewaralabakan sulap karena melihat belum banyak bisnis hiburan yang dijadikan waralaba. Selama ini yang umum ditemui hanya industri makanan saja. Mulai dari situ, Julian pun tergelitik untuk mengguritakan bisnis hiburan yang dimilikinya, yakni outlet sulap JMS lewat cara waralaba.

Setelah mendaftarkan diri untuk mewaralabakan usaha, dalam rangka berpromosi, Julian tak segan ikut dalam berbagai pameran waralaba di Indonesia. “Dari kegiatan tersebut, ternyata respons masyarakat begitu luar biasa. Hampir di setiap pameran, stand kami selalu ramai dikunjungi orang”, jelas Indro.

Promosi tidak hanya berhenti sampai di situ. Julian pun menitipkan brosur yang berisi informasi seputar tawaran waralaba JMS, pada kelima outlet miliknya. Strategi ini ternyata juga menuai sukses. Tidak sedikit orang yang merespons. “Banyak dari para pengunjung outlet yang menghubungi, lalu menanyakan perihal waralaba Julian Magic Shop seusai melihat brosur tersebut,” tutur Julian.

Meski banyak pihak yang ingin bekerja sama, namun Julian mengaku dirinya tidak ingin gegabah dalam memilih partner. Sehingga jangan heran, kendati sudah membuka kesempatan waralaba sejak tiga bulan silam, jumlah outlet waralaba JMS baru hanya mencapai tiga outlet, yaitu di Lippo Cikarang, Aceh, dan Margocity, Depok. Di Ujung Pandang, sebuah outlet masih dalam tahap transaksi.

Saat ini total outlet JMS sudah mencapai delapan outlet: lima outlet milik Julian pribadi, sisanya adalah waralaba. “Target saya tahun ini bisa menembus hingga 10 outlet waralaba, sedangkan tahun depan saya berencana untuk membuka outlet waralaba JMS hingga ke seluruh wilayah  Indonesia”, ujar dia. Tekad ini bukan tanpa dasar. Telisik punya telisik, Julian pun mengaku bahwa saat ini dirinya tengah menjajaki kerja sama dengan seorang investor besar yang berniat untuk mengembangkan waralabanya hingga ke seluruh tanah air.

Syarat membuka waralaba JMS, kata Julian, sangat mudah. Investor cukup mengeluarkan kocek sebesar Rp 40 juta untuk wilayah sekitar Jawa dan Rp 50 juta untuk luar Jawa. Dengan harga tersebut, investor akan mendapatkan perlengkapan alat-alat sulap sebanyak 60 jenis, dua orang karyawan yang berfungsi untuk mendemonstrasikan dan memasarkan alat-alat sulap, etalase, dan sewa tempat gratis selama satu bulan. “Selama enam sampai tujuh bulan kami menjamin investor sudah balik modal”, tegas dia.

Untuk besarnya royalti yang wajib dibayar oleh pewaralaba, Julian menjelaskan bahwa setiap pewaralaba JMS diwajibkan untuk membayar royalti sebesar 20 % dari total omzet yang didapat. “Terlihat lumayan tinggi memang. Namun, dengan royalti sebesar itu pewaralaba telah mendapatkan keuntungan lebih, yaitu pewaralaba tidak perlu lagi membeli item alat-alat sulap yang habis terjual. Mereka cukup menghubungi pihak JMS, kami akan langsung menyuplai item alat sulap yang habis, tanpa dikenakan cash apapun”, tutur dia.

Menurut Julian, nilai komersil bisnis hiburan, khususnya sulap, cukup tinggi. Meski ada krisis sekalipun, bisnis ini terus menggeliat. Terbukti saat krisis melanda Indonesia tahun 1998 dan 2008 lalu. Ketika banyak bisnis lain surut, omzet JMS malah tumbuh di kisaran angka 10–20 %.

Menurut Julian, total omzet JMS dalam kondisi normal, rata-rata bisa mencapai Rp 500 ribu per hari untuk satu outlet. Namun, angka tersebut bisa melonjak dua sampai tiga kali lipat bila akhir pekan tiba. Terkait
segmen, Julian mengungkapkan bahwa dalam bisnis sulap tidak ada segmen spesifik yang disasar, karena baik anak-anak, dewasa, sampai orang tua kini sudah menyukai sulap. “Dahulu memang seni ini hanya didominasi oleh anak-anak remaja. Namun, sekarang kondisinya sudah berubah dan berkembang luas lagi,” tegas dia.

Dalam menjalankan usaha, Julian mengaku pihaknya selalu menerapkan sistem jemput bola dalam menarik pelanggan. “Perbedaan JMS dengan outlet sulap lainnya adalah bila outlet lain memainkan sulap ketika ada orang yang mau melihat, di JMS berbeda. Kami akan terus mendemokan seluruh permainan tanpa henti dan tanpa peduli orang mau melihat atau tidak,” jelas dia.

Cara ini diklaimnya cukup jitu. Banyak orang yang semula tidak tertarik dengan sulap, menjadi kepincut gara-gara melihat permainan sulap magician JMS. Awalnya mungkin mereka tidak menyiapkan anggaran untuk membeli alat-alat permainan sulap JMS. Tapi, karena sudah melihat dan terdorong rasa ingin tahu, akhirnya disadari atau tidak, mereka pun rela merogoh kocek untuk membeli alat-alat sulap tersebut demi hiburan semata.

Harga alat-alat sulap JMS diungkapkan oleh Julian berkisar antara Rp 30 ribu sampai Rp 12 juta. Harga per item tergantung jenis permainannya. Semakin tinggi tingkatan permainan, akan semakin mahal harganya.

Sedikit tips diberikan oleh Julian bagi orang yang ingin membuka outlet sulap. Hal pertama yang harus diperhatikan oleh si calon pemilik outlet adalah soal lokasi.

Lokasi outlet diusahakan agar terletak di jalan yang dilalui banyak orang. Tidak perlu menyewa ruangan seperti toko pakaian, namun cukup bisa dilihat banyak orang. Kedua, alat dan jenis permainan harus bervariasi dari waktu ke waktu. “Di JMS hampir setiap bulan selalu ada alat atau permainan sulap yang baru. Kami juga memiliki tim sendiri untuk melakukan riset tentang permainan dan alat-alat sulap yang menarik, baik di dalam maupun di luar negeri,” jelas dia.

“Kenapa harus ada tim riset? Karena bila ada orang yang mau menjadikan sulap sebagai lahan bisnis menguntungkan, maka menjalankannya tidak boleh setengah-setengah. Seperti saya yang menjadikan sulap bukan sebagai hobi semata, namun sudah menjadi bidang usaha yang mau tidak mau harus ditekuni secara profesional sampai kapan pun,” tegas Julian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.