Persaingan Merek yang Makin Gaduh dan Kacau

Tahun 2016 dan tahun-tahun mendatang diramalkan akan semakin chaos. Persaingan semakin kacau, tidak teratur, dan menciptakan musuh-musuh baru yang tidak terlihat. Kehancuran merek pelan-pelan akan terjadi oleh kehancuran industrinya karena serangan pemain dari industri lain. Hati-hati melangkah jika tidak ingin jatuh!

persaingan merek

Sony, salah satu raksasa bisnis di dunia, pada akhir tahun 2014 mengumumkan rencana perombakan bisnis secara besar-besaran. Perusahaan yang terus merugi dalam beberapa tahun belakangan ini akhirnya melepaskan bisnis personal computer (PC) ke investor lain. Itu artinya merek VAIO akan hilang dari pasaran global dan hanya dijual di Jepang. Sony sendiri akan kembali memperkuat divisi televisinya yang selama satu dekade terus merugi.

Sony memperkuat bisnis televisi melalui anak usahanya agar bisa lebih fleksibel dalam pengambilan keputusan. Walaupun tidak lagi menjual VAIO, Sony tetap mempertahankan mobile business seperti tablet dan smartphone yang masih dianggap bisnis masa depan. Ada ribuan pegawai yang harus di-PHK untuk melakukan restrukturisasi ini, namun Sony berharap bisa menjadi perusahaan yang semakin kompetitif di masa mendatang.

Sony memang harus berbenah setelah babak belur dihajar pesaing. Merek yang menjadi ikon dominasi Jepang di dunia elektronik itu mulai tumbang oleh pesaing-pesaing baru yang lebih agresif dan cepat memahami kebutuhan pasar. Itulah sebabnya Sony harus menjalankan strategi baru agar lebih lincah dan mengikuti selera pasar.

Perubahan yang Makin Acak

Setiap perusahaan memahami bahwa perubahan (change) menjadi faktor eksternal yang memengaruhi gerak perusahaan. Namun, perubahan pada masa kini memiliki kecepatan yang berbeda dibandingkan sebelumnya. Blackberry contohnya, harus kehilangan pasarnya karena konsumen lebih menyukai aplikasi chatting terbaru yang lebih fleksibel untuk berbagai operating system.

Persaingan di industri televisi tak kalah serunya. Sejak kepemimpinan Sony diambil alih, merek-merek saling bersaing ketat seperti Sharp, LG, dan Samsung. Merek yang memiliki teknologi terdepan dengan cepat bisa mengganggu pola persaingan di industri ini. Selepas teknologi tabung digantikan oleh layar datar, teknologi televisi terus bermunculan seperti LCD, LED, Smart TV, atau Curve.

Di dunia seluler, para operator kini juga bersaing dengan keunggulan yang baru. Setelah teknologi 2G hilang, teknologi seluler terus berkembang dan para pemain berupaya mengadopsi dan menjadi yang terdepan. Lihat saja bagaimana teknologi GPRS, Edge, 3G, 3.5G, HSDPA, dan kini 4G, membuat para pemain harus segera menyesuaikan diri.

Di dunia food and beverages kita bisa melihat bagaimana para pemain produk minuman teh berupaya untuk berinovasi dan menjadi yang terkuat di subkategori produk ini seperti teh hijau, teh susu, teh dari pucuk daun, dan lain-lain. Konsumen seperti dididik untuk menikmati teh jenis baru melalui iklan-iklan yang dibombardir oleh para pemain. Setelah terus mendominasi di minuman teh botol, Sosro pun harus menghadapi para pemain baru dengan berbagai inovasi produk. Ini disebabkan konsumen tidak lagi terpaku bahwa minuman teh dalam kemasan adalah teh dalam botol. Generasi baru konsumen cepat bosan dan terus ingin menikmati teh dalam format baru, baik dalam hal kemasan maupun rasa.

Pesaing yang Tidak Kelihatan

Bergerak cepat pun sebenarnya tidak cukup dilakukan oleh para marketer pada zaman ini. Perubahan yang demikian cepat bukan hanya satu-satunya yang menjadi penyebab terjadinya chaos (kekacauan) yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kekacauan inilah yang membuat para pemilik merek sering kali bingung dan kehilangan kepercayaan dalam bersaing.

Kekacauan lain adalah munculnya pesaing-pesaing yang tidak terduga. Jika dahulu para pemain sudah dikotak-kotakkan dengan persaingan di dalam satu product category, maka kini pemain pun harus berhadapan dengan produk di luar arena. Kita sudah mengalami bagaimana PT Pos Indonesia kini harus merombak struktur bisnisnya secara besar-besaran setelah orang-orang tidak lagi berkirim surat. Orang-orang kini lebih suka mengirimkan text, gambar, dan bahkan video melalui smartphone.

Tidak hanya pos, smartphone juga mengancam industri kamera digital. Padahal dekade lalu industri ini membuat industri film berwarna mati. Dua merek besar di industri film berwarna, yakni Fuji dan Kodak, harus mengubah arah bisnis mereka akibat munculnya kamera digital. Kini kamera digital harus terancam oleh keberadaan smartphone yang memiliki teknologi kamera yang terus berkembang.

Hal sama dialami pula oleh banyak tempat rekreasi yang kini terancam oleh mal, yang juga menyediakan tempat bermain dan berbelanja. DVD player kini berhadapan dengan internet yang menyediakan teknologi streaming. Transportasi bus dan kereta kini bersaing dengan penerbangan low cost carrier.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa situasi chaos terjadi tidak hanya di dalam industri dengan munculnya teknologi dan produk yang cepat berganti. Di luar industri, ancaman justru muncul dari industri lain yang berupaya “memakan” industri lainnya supaya bisa survive.

Tempat Bersaing Baru

Chaos yang terjadi juga disebabkan oleh perubahan tempat berkompetisi (competition space). Hal ini terlihat misalnya dengan semakin kaburnya saluran distribusi. Orang membeli pulsa tidak lagi melalui penjualan kartu isi ulang. Orang bisa memperoleh pulsa melalui pembelian lewat SMS, lewat kasir di Indomaret atau Alfamart, melalui internet, dan lain-lain. Produk-produk elektronik kini tidak bersaing di toko elektronik, tetapi di hipermarket dan online store.

Hal yang sama dialami pula oleh pemain department store. Jika dulu Matahari bersaing dengan department store lain dengan cara menambah outlet sebanyak-banyaknya, kini lokasi persaingan mulai diramaikan dengan banyaknya fashion online store yang bermunculan. Dengan perubahan tempat berkompetisi ini muncullah pemain-pemain baru yang memiliki keuntungan kompetitif di arena baru tersebut seperti Zalora, Berrybenka, Qoo10, dan lain-lain. Matahari pun mau tidak mau harus berkalkulasi dengan baik antara menambah outlet fisiknya atau membangun bisnis online.

Ranah persaingan yang bergeser di dunia maya tidak hanya terjadi di dunia fashion dan elektronik. Perusahaan transportasi seperti Blue Bird pun kini menghadapi tantangan baru dengan kehadiran Uber Taxi, Gojek, Grab Taxi, dan lain-lain. Kini Blue Bird tidak hanya bersaing di jalan raya, namun bersaing pula di online market. Konsumen kini bisa memesan transportasi taksi maupun ojek lewat aplikasi online. Tidak hanya lebih nyaman dibandingkan menunggu di pinggir jalan, aplikasi online ini juga sangat cepat merespons permintaan konsumen.

Ledakan media menyebabkan zona peperangan tidak lagi memanfaatkan media konvensional. Setiap kali ada media-media baru bermunculan, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain. Peperangan dalam bidang komunikasi ini membutuhkan pendekatan yang berbeda. Jika sebelumnya iklan hanya membutuhkan pendekatan satu arah, kini media baru membutuhkan pendekatan dua arah. Banyak pemilik merek kini mulai meninggalkan peperangan lewat iklan di televisi. Mereka memilih berperang melalui media sosial karena dianggap lebih personal dan langsung ke pasar sasaran.

Beradaptasi atau Menghindar

Lalu, apa yang harus dihadapi para pemilik merek dan marketer dalam menghadapi kekacauan situasi seperti ini? Merek bisa melakukan strategi dengan cara beradaptasi pada medan perang yang baru. Ini misalnya dilakukan oleh Matahari dengan mencoba masuk ke pasar online melalui MatahariMall.com. Hal yang sama dilakukan oleh Blue Bird dengan masuk ke aplikasi online untuk pemesanan taksi. Walaupun competitive skills dari kedua merek ini belum terlihat di dunia online, keduanya merasa harus memulai dari sekarang sebelum terlambat.

Strategi lain adalah mencoba bergeser ke arena pertarungan yang belum terimbas oleh kekacauan kompetisi. Ini misalnya dilakukan oleh merek Canon. Merek kamera ini sadar bahwa kamera smartphone mengancam segmen kamera entry level. Berperang di segmen ini membuat Canon akan “dihajar” oleh pemain-pemain di luar merek kamera. Namun untuk kamera-kamera yang high end dan professional, ceruk pasar terlihat masih memungkinkan bagi Canon untuk bersaing saat ini. Itulah sebabnya Canon kini mencoba mempertahankan segmen pasar ini dan bersaing dengan merek-merek kamera digital lainnya.

Menghindar dari persaingan yang chaos bisa dilakukan dengan value added innovation. Hal ini misalnya dilakukan oleh penyedia jasa travel konvensional seperti Dwidayatour. Penyedia jasa travel ini kini tidak lagi berfokus menjual tiket, tetapi menjual paket-paket tur untuk rombongan, bisnis, serta menjadi travel consultant. Ceruk pasar orang yang membutuhkan travel experience rupanya masih punya potensi sehingga penyedia jasa layanan travel ini pun mencoba unggul di pasar ini.

Inovasi memang menjadi bagian terpenting yang tidak boleh lepas dalam situasi chaos. Pemilik merek harus mempunyai tim research & development yang bisa melihat perubahan pasar dan memikirkan inovasi apa yang harus segera dilakukan. Merek seperti Aqua dan Teh Botol Sosro yang tadinya nyaman dengan keunggulan produknya kini harus terus berinovasi untuk membuat produk baru yang bisa memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen yang baru. Merek seperti Kereta Api Indonesia (KAI) maupun bus seperti Lorena kini berbenah dengan inovasi produk dan layanan yang baru. Misalnya saja dengan meluncurkan bus untuk kalangan eksekutif dan perusahaan, layanan keanggotaan, paket wisata kereta, dan lain-lain.

Hal lain adalah soal kolaborasi. Dengan persaingan yang semakin chaos, maka merek harus pintar-pintar berkolaborasi dengan banyak pihak untuk bisa bertahan. KAI misalnya harus berkolaborasi dengan Indomaret dan Alfamart untuk bisa memperluas saluran distribusi penjualan tiket. Penyedia layanan seluler harus bekerja sama dengan merek ponsel untuk memperbesar pasar.

Memang, ketika menghadapi situasi yang kacau ini mencari kawan lebih penting dibandingkan menciptakan musuh.

PJ Rahmat Susanta

Pemimpin Redaksi Majalah Marketing

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.