Ralali: Nama Unik Membuat Konsumen Gampang Ingat

Ralali.com sebagai portal B2B untuk dunia industri ingin menjadi kiblat pelaku industri dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Joseph Aditya,  Founder dan CEO Ralali, saat pembukaan Branch Office Ralali pertama di Jelambar, Jakarta.
Joseph Aditya, Founder dan CEO Ralali, saat pembukaan Branch Office Ralali pertama di Jelambar, Jakarta.

Ralali.com memosisikan dirinya sebagai portal B2B (Business to business) yang menjual barang-barang kebutuhan dunia industri. Kini, mari kita timba ilmu dari pengalaman Ralali dalam berbisnis untuk memperkaya pengetahuan kita.

Apa sih Ralali?

Joseph Aditya, Founder dan CEO Ralali  menjelaskan bahwa Ralali.com adalah portal B2B yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan dunia industri, khususnya dalam hal MRO (Maintenance, Repair, & Operational) dan memiliki dua segmen konsumen, yaitu para produsen barang-barang industri (pemilik merek) dan para konsumen barang-barang industri (pengguna akhir).

Ralali didirikan Adit – nama panggilannya, setelah menimba pengalaman selama delapan tahun sebagai salah satu pemain B2B. Dari hasil observasinya, dia mengetahui bahwa para konsumen barang-barang industri memiliki kebutuhan produk-produk MRO yang sangat sulit ditangani oleh pemain tunggal karena kuantitas dan bervariasinya permintaan yang ada.

Karena masalah pengadaan barang-barang industri yang acap kali terdiri dari berbagai jenis, para pengguna akhir barang-barang industri harus mengontak beberapa penyedia sekaligus karena belum ada penyedia barang kebutuhan industri yang mampu menyediakan produk secara lengkap. Masalah lain yang turut terlihat adalah pencarian serta penelusuran penyedia barang-barang industri yang masih sangat tradisional, yaitu menggunakan buku cetak Yellow Pages, atau penelusuran Google yang memberikan terlalu banyak informasi dan minim kredibilitas.

Adit melihat hal ini sebagai sebuah kesempatan bisnis yang dapat semakin diperkuat dengan kehadiran era digital yang kuat menyeruak di kalangan pelaku industri di Indonesia. Lalu Adit berinisiatif mendirikan Ralali dan seperti yang dituturkannya, “Ralali ingin menjadi wadah all in one bagi para konsumennya dengan memberikan pelayanan yang lebih efisien, lebih kompetitif, dan lebih cepat”.

Tentunya agar model bisnis yang diimpikan dapat tercipta, Adit harus menjalin hubungan dengan segmen konsumen Ralali lainnya, yaitu para produsen barang-barang industri. Adit harus aktif berkomunikasi dengan mereka agar mau menjadikan Ralali sebagai kanal pemasaran produk-produk mereka bagi para konsumen barang-barang industri. Kemudian, seperti yang Adit ceritakan, “Portal Ralali menggabungkan dua model bisnis. Pertama sebagai kanal pemasaran produk dari para pemilik merek, kedua memudahkan penyortiran barang-barang industri bagi para pengguna akhir.”

Membangun kepercayaan dunia B2B

Tampilan situs Ralali.com
Tampilan situs Ralali.com

Adit kemudian memasuki pasar B2B dunia industri dengan nama Ralali (yang berasal dari Bahasa Jawa Ora Lali – Tidak Lupa) per Maret 2013. Dengan nama Ralali yang dianggap unik, sederhana, mewakili lokalitas Indonesia, membawa hoki, serta membuat konsumen gampang ingat, Adit membangun toko fisik Ralali di daerah Glodok relatif bersamaan dengan pengembangan portal Ralali. Alasan Adit mendirikan toko fisik dan portal Ralali dalam waktu relatif bersamaan adalah membangun kepercayaan konsumen. Dengan keberadaan toko fisik, konsumen dipermudah untuk mengembalikan barang atau mengejar Ralali jika memiliki keluhan. Letak toko di wilayah Glodok juga memiliki imej yang lekat dengan dunia teknik.

Berkenaan dengan bentuk pemasaran yang dilakukan Ralali dapat dilihat dari perspektif offline dan online. Dari perspektif offline yang masih menjadi fokus, Ralali hingga kini sudah bergabung dalam kegiatan seminar, pameran, dan eksibisi di berbagai tempat, hingga penyebaran selebaran dan bekerja sama dengan media-media cetak. Melalui perspektif online, Ralali sudah bekerja sama dengan media-media daring seperti Detikcom dan menampilkan dirinya di jejaring-jejaring sosial seperti Facebook dan Youtube, antara lain dalam bentuk video tutorial.

Edukasi konsumen masih menjadi tujuan utama kegiatan-kegiatan pemasaran yang dilakukan Ralali karena seperti yang disampaikan Adit, “Mengubah kebiasaan para pelaku dunia industri yang sangat tradisional lebih ke digital itu susah.” Kesusahan tersebut masih ditambah dengan persaingan dari keberadaan barang-barang industri yang tidak disertai pajak pertambahan nilai dan masih eksisnya barang-barang selundupan, contohnya oli dan suku cadang. Hal tersebut seperti diakui Adit, “Barang-barang black market ini membuat persaingan yang kami jalani tidak sehat dan menimbulkan gap.”

Evaluasi Ralali

Meski berhadapan dengan hambatan-hambatan tersebut, Ralali tetap memperoleh pencapaian yang signifikan. Dari sisi pemilik merek, telah terdapat lebih dari 200 merek bergabung dalam kurun waktu satu tahun. Sedangkan pada awalnya, baru 30 s.d. 40 yang bergabung. Kemudian, jumlah produk yang tersedia sudah ada lebih dari 10.000 item dan per akhir 2014 diharapkan menembus 25.000 item. Dari sisi pengguna akhir, Ralali mampu mendapatkan tambahan database hingga 500 konsumen dalam empat bulan dan sebagian dari para konsumen Ralali telah melakukan order berulang.

Tujuan jangka panjang

Meski pencapaian yang diperoleh sudah sangat baik dalam usia muda, Ralali masih ingin berlari lebih jauh lagi. “Menjadi acuan pemerintah. Bagaimana cara membuat sesuatu menjadi lebih transparan, misalnya pengadaan barang. Tujuannya agar produk-produk Indonesia lebih kompetitif,” adalah salah satu impian Adit.

Sehubungan dengan hadirnya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada akhir 2015, Adit memiliki cita-cita untuk merambah pasar Asia Tenggara dan menyebarkan insan Ralali di negara-negara tetangga Indonesia. Namun tentunya sebelum memasuki pasar ASEAN, Ralali harus memiliki pijakan kokoh terlebih dahulu di pasar Indonesia.

Andika Priyandana

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.