Rating Naik, Belanja Iklan Meroket

Jika rating sebuah program acara bagus, maka di sanalah iklan akan bermuara. Lalu, program acara seperti apa yang kiranya membuat belanja iklan 2010 naik secara signifikan?

Hingga detik ini, kekuatan rating sebagai ujung tombak audiens di Indonesia ternyata masih sedemikian kokoh. Rating kerap diperlakukan dengan istimewa, lantaran ditafsirkan sebagai barometer tunggal seberapa banyak program yang hadir, yang pada kali ini konteksnya adalah media cetak dan elektronik.

Televisi contohnya, kualitas program diukur dari angka rating dan share yang pada akhirnya memengaruhi perolehan iklan. Televisi cenderung berkiblat pada rating dan share yang menentukan layak atau tidaknya suatu program acara. Dan rating menentukan nilai jual program kepada para pengiklan. Semakin tinggi rating, semakin besar pula minat para pengiklan untuk mensponsori sebuah acara meskipun dengan harga yang tinggi. Akibatnya, semua stasiun televisi berlomba-lomba membuat acara semenarik mungkin agar bisa menyedot pengiklan sebanyak-banyaknya.

Berdasarkan riset Nielsen Indonesia, tahun 2010 merupakan tahun yang luar biasa untuk industri periklanan. Buktinya, peningkatan belanja iklan saja merangsek naik hingga 23% sampai hampir mencapai Rp 60 triliun. Lonjakan belanja iklan ini juga mewakili kenaikan tertinggi sejak tahun 2006. Apa penyebabnya? Ya. Lagi-lagi kepentok masalah rating program acara.

“Piala Dunia di bulan Juni–Juli dan Piala AFF Suzuki di akhir tahun 2010 adalah dua peristiwa besar yang mendorong kenaikan signifikan dalam belanja iklan. Keduanya berhasil menciptakan sentimen positif. Hasilnya, pengiklan lebih bersedia untuk berinvestasi dalam hal mempromosikan produk dan layanan mereka, karena mereka yakin konsumen akan berbelanja,” kata Irawati Pratignyo, Managing Director Nielsen Audience Measurement.

Tentu saja harga yang ditawarkan televisi menjadi naik. Namun, tak masalah bagi para pengiklan, asalkan iklan mereka dilirik banyak penonton yang mematung kaku di depan program acara yang ditayangkan di televisi tersebut.

Riset yang dilakukan oleh Nielsen yakni melalui survei terhadap 24 televisi swasta, 95 surat kabar, dan 163 majalah dan tabloid, dengan mengukur gross rate card di luar hitungan promo dan diskon.

Dalam hasil survei tersebut, TV masih mendominasi belanja iklan dengan pangsa pasar lebih dari 60%, diikuti oleh surat kabar 34%, sementara majalah dan tabloid hanya 3%.

Seperti yang sudah dikemukakan tadi, lonjakan belanja iklan di TV naik lantaran hadirnya program acara sepakbola dunia. Sebut saja Piala Dunia, membuat lonjakan belanja iklan 26%, ketimbang tahun sebelumnya yang hanya naik 14%. Sementara di surat kabar, belanja iklan menyusut 19% jika dibandingkan dengan kenaikan 23% di tahun 2009, terutama karena berkurangnya aktivitas politik. Lonjakan belanja iklan juga terjadi pada majalah dan tabloid yang tumbuh 10% dibadingkan tahun 2009 yang hanya naik sebesar 6%.

Telekomunikasi Berjaya

Siapakah pemeran utama belanja iklan tahun 2010 lalu? Tahun 2010 adalah tahunnya industri telekomunikasi. Telekomunikasi menjadi “tuan takur” di ranah periklanan. Pertumbuhannya sangat pesat, belanja iklannya naik hingga 43%, atau senilai dengan Rp 5,5 triliun. Entah apa dasar pemikiran yang membuat industri ini loyal beriklan, tapi boleh diterka lantaran maraknya kompetitor yang muncul dan tentu saja dengan alasan perang tarif.

“Tingginya belanja iklan di sektor telekomunikasi disebabkan gencarnya promosi untuk produk, karena banyaknya kompetitor yang melakukan perang tarif secara besar-besaran,” sambung Irawati.

Posisi kedua ditempati oleh iklan-iklan politik dengan jumlah belanja iklan sebanyak Rp 2,9 triliun. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 banyak kegiatan Pemilihan Kepala Daerah yang turut menaikkan belanja iklan sebesar 673% atau senilai Rp 309 miliar. Sementara iklan korporat dan pelayanan sosial berada di posisi ketiga dengan total belanja Rp 2,3 triliun.

Khusus industri telekomunikasi, pertumbuhan didorong oleh kegiatan promosi dari produk telekomunikasi. Tujuh dari 10 pengiklan terbanyak di semua media adalah penyedia telko. XL Axiata merupakan brand telko yang memimpin belanja iklan dengan persentase sebanyak 66% atau Rp 593 miliar. Disusul Telkomsel (all sim card) senilai Rp 538 miliar, Telkomsel Simpati Rp 438 miliar, Telkomsel Kartu AS Rp 398 miliar, Axis Rp 396 miliar, dan Indosat IM3 Rp 320 miliar.

Tahunnya Sepak Bola

Pada tahun 2010, program spesial olahraga sepakbola seperti Piala Dunia dan Piala AFF Suzuki menjadi program yang andal di layar kaca. Faktor itulah yang membuat para pengiklan “rajin berinvestasi” di televisi.

MNC beruntung bisa menjadi satu-satunya televisi swasta yang menyiarkan secara langsung pertandingan sepakbola tingkat dunia dan tingkat Asia tersebut. Tak ayal jika banyak pengiklan yang menyasar MNC sebagai lahan empuk produk-produk mereka.

Secara keseluruhan, jumlah penonton TV di Indonesia yang berusia lima tahun ke atas meningkat dari rata-rata 6 juta menjadi mendekati 6,3 juta orang, seiring dengan meningkatnya populasi TV dari 46,7 juta menjadi 49,5 juta orang. Meski demikian, persentase penonton TV terhadap populasi TV (total rating) menurun dari 12,9 pada tahun 2009 menjadi 12,7 pada tahun 2010.

“Peningkatan satu-satunya dalam kepemirsaan TV adalah pada kuartal terakhir tahun 2010, yaitu naik sebesar 8% menjadi 12,9. Peningkatan ini dibantu oleh berita mengenai bencana alam yang terjadi di Mentawai dan Merapi (Oktober–November), kedatangan Presiden AS Barrack Obama pada bulan November, dan siaran langsung Piala AFF Suzuki,” ungkap Irawati.

Tak pelak, di saat seperti itulah iklan membanjiri layar kaca. Untuk kategori produk, Gudang Garam memimpin pengeluaran belanja iklan sebanyak Rp 55 miliar, disusul Telkomsel (all sim card) Rp 38 miliar, dan Supermie untuk kategori mi instan melakukan aktivitas belanja iklan sebanyak Rp 31 miliar. (www.marketing.co.id/Merliyani Pertiwi)

1 COMMENT

  1. Hwaduh pa, Artikel ini nampak sarat akan umatan moral (agama), dalam rangka Ramadhan ya jadi Kultum (Kuliah Tujuh menit sebelum adzan maghrib).Best Quote: Etika dan kejujuran harus tetap jadi core value dalam berbisnis. Bukankah itu yang nanti akan dihisab di padang ma’syar . Kalau anda jujur, dan produk bagus, maka pelanggan biasanya akan berteriak, tambo ciiie…………..! Jadi akumulasi sales dan revenue tetap akan terjaga.Poin yg b’ tentang faktor pesan, itu berarti kreadibilitas perusahaannya patut dipertanyakan ya Pa? Masa maen di approved aja hasil pembuatan iklannya sebelum dirilis.i don’t watch commercial, anyway!Rock oN puasanya Pa yP!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.