Riset Pasar Gaya Smith Pomade

Riset Pasar Gaya Smith Pomade
Foto by: Twitter @leaveittoSMITH

Gaya pompadour telah membawa pomade kembali populer. Mengusung gaya rambut yang sempat ngehits di tahun 1950an, mahasiswa ini mampu meraup hasil fantastis dari bisnis minyak rambut.

Bagi para pria muda modern, model klimis pomade tentu tak asing di kehidupan mereka. Pasalnya, model rambut yang dipopulerkan oleh Elvis Presley ini kembali muncul sebagai fenomena baru yang dianggap keren. Jika sebelumnya rambut berantakan sempat jadi tren karena kelihatan rebel, kini gaya klimis gentleman lebih diminati.

Salah satu yang menyukai gaya ini adalah Michael Nugroho, ia mengaku menggunakan gaya rambut klimis ala Rockabilly sejak tahun 2010. Kecintaannya terhadap pomade kemudian menuntunnya untuk terus menggali wawasan tentang pomade lebih dalam, hingga akhirnya, ia memutuskan untuk membuat sendiri pomade-nya.

“Setelah sering membaca artikel tentang pomade, saya jadi mengetahui bahwa ternyata pengguna pomade di luar negeri terbiasa menggunakan pomade racikannya sendiri. Dari situ saya kemudian memutuskan untuk membuat sendiri. Setidaknya saya bisa menggunakan pomade yang sesuai dengan keinginan saya,” terang Michael ketika ditemui di kawasan BSD, Tangerang.

Riset Pasar Gaya Smith Pomade
Michael Nugroho, Director Smith Pomade

“Setelah itu, kebetulan ada tugas kuliah untuk buat bisnis. Yaudah, saya mulai aja dari pomade buatan saya itu, dan saya beri nama Smith Pomade,” lanjut Michael yang mengaku mulai meracik pomade bersama keempat orang temannya.

Karena lebih ke bisnis, Michael bersama temannya kemudian melakukan riset pasar berskala kecil untuk mengetahui kebutuhan calon konsumennya.

Ini penting untuk dilakukan, karena kalau sudah berurusan dengan bisnis, produk kita harus disukai pasar.

Bersama timnya, Michael pun mencari tahu, pomade seperti apa yang disukai calon konsumennya, keluhan yang sering didapatkan para pengguna pomade lokal, serta bagaimana ia memosisikan merek baru nya tersebut.

“Dari berbagai riset itu kami menemukan bahwa kebanyakan pengguna pomade lokal suka dengan yang oil base. Sementara untuk keluhan, rata-rata tidak suka dengan aroma nya yang menyengat, jadi kami menyajikan aroma yang lebih segar,” ungkap Michael.

Dan untuk positioning, Michael mengaku mengusung segmentasi anak muda golongan menengah. “Dari riset kami menemukan, golongan menengah ingin mengikuti gaya golongan atas. Untuk itu kami menyajikan kemasan se-high mungkin, namun dengan harga yang masih bisa dijangkau kalangan menengah.”

Hasilnya terbukti, Smith Pomade mampu menggondol pundi-pundi uang hingga Rp 100 juta per bulannya. Sangat luar biasa untuk kalangan mahasiswa bukan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.