Siapa yang Menang? (2)

MARKETING.CO.ID Kalau pada produk obat masuk angin kita menemukan pendatang baru yang mencoba menyerang sisi lemah market leader, pada kategori TV berbayar sang market leader yang mencoba menegaskan kekuatannya dengan menyindir merek lain. Hal ini tampak pada iklan Indovision versi Laura TV. Laura TV tentu saja merek rekaan yang diciptakan oleh Indovision. Hmm, dari namanya kita bisa menebak iklan ini ingin menyerang TV berbayar milik “tetangga”.

Apakah betul demikian? Tentu saja Indovision menolak dikatakan telah menyebarkan iklan bernada mengejek merek lain. Indovision menurut  Marketing Product & Public Relations Manager PT MNC Sky Vision Dhini W. Prayogo hanya bermaksud mengedukasi masyarakat agar lebih pintar dalam memilih pay TV yang berkualitas bagi keluarganya.

Iklan tersebut menyiratkan sengitnya persaingan di pasar pay TV, karena memang pasar pay TV sedang tumbuh dan potensi pasar yang digali masih luas. Dan persaingan tersebut sudah merembes ke ranah periklanan. Sama dengan kasus di atas, Aora TV sepertinya masih bergeming dengan iklan tersebut dan belum melakukan “serangan” balasan.

Yang paling seru adalah perang iklan antara Telkomsel (kartu AS) dan XL beberapa waktu lalu. Dalam satu versi iklan Kartu AS menampilkan Sule yang sedang diwawancarai oleh wartawan. ”Saya kapok dibohongin sama anak kecil,” kata Sule disambut tawa para wartawan.

Iklan tersebut menyerang iklan XL. Anehnya, Sule pun sebelumnya membintangi iklan XL bersama bintang cilik Baim. Dalam iklan tersebut terjadi dialog antara Baim dan Sule, “Gimana Im, Om Sule ganteng kan?” tanya Sule. “Jelek!” jawab Baim dengan polos.

Kemudian, Sule memberikan makanan kepada Baim dengan harapan Baim akan mengatakan, “Sule ganteng”. Namun, jawaban Baim masih sama. “Dari pertama, Om Sule itu jelek. Dari pertama kalau Rp25 – XL, murahnya beneran,” jawab Baim.

Iklan kartu AS versi Sule yang kapok dibohongi anak kecil seperti mengingkari XL yang dibintanginya sendiri bersama Baim. Pesannya bahwa Sule merasa dibohongi Baim dalam iklan sebelumnya. Padahal dalam dunia nyata, anak kecil biasanya jujur. Tapi itulah dunia iklan, semua logika terkadang bisa dibolak-balik.

Dalam dunia iklan, kreativitas menjadi panglima, karena itu pemilik merek dan agency berupaya menciptakan iklan-iklan semenarik mungkin agar pesan yang dibangun mudah diterima oleh masyarakat. Namun, kreativitas dalam iklan tetap saja dipagari oleh etika pariwara. Praktisi periklanan pasti lebih paham soal ini.

Hanya yang perlu diperhatikan selain rambu-rambu etika periklanan adalah sentimen publik. Saat ini publik cenderung memiliki resistensi yang tinggi terhadap pesan-pesan komersial, apalagi pesan-pesan iklan yang terlalu berlebihan, menyerang atau menjelek-jelekkan merek lain.

Bicara iklan yang saling ledek teringat pesan dari Guinn, Allen, dan Semenik. Dalam buku mereka yang berjudul Advertising & Integrated Brand Promotion dikatakan periklanan merupakan sebuah proses komunikasi. Ketiganya sepakat bahwa, “Communication is a fundamental aspect of human existence, and advertising is a communication.”

Periklanan tak lebih dari proses komunikasi. Di sini merek harus menciptakan perbincangan (conversation) yang baik dengan audience dan kompetitornya. Salah-salah malah akan menjadi bumerang bagi merek tersebut. Ingat pepatah, “Mulutmu adalah harimaumu.” Hal ini pun berlaku bagi dunia periklanan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.