Sisi Lain yang Luput Diamati dari Industri Film

Menonton film layar lebar sudah menjadi bagian gaya hidup kaum urban. Uniknya, di tengah dominasi bioskop mainstream, ada segmen yang memilih nonton dengan cara berbeda. Ada juga yang membentuk komunitas karena memiliki referensi yang sama tentang film.

industri film

Setiap orang membawa kenangan tersendiri mendengar kata “film”. Generasi yang lahir tahun 1970-an dan 1980-an mungkin cukup akrab dengan istilah layar tancap. Layar tancap hadir di ruang terbuka sebagai hiburan pesta pernikahan di perkampungan. Ada sensasi tersendiri saat menonton layar tancap, sambil menonton film kita bisa menikmati semilir angin malam sambil menyantap kacang rebus.

Saat itu layar tancap menjadi hiburan kalangan menengah bawah. Untuk kalangan menengah atas, ada teater mobil atau drivein di kawasan rekreasi Ancol, pada masa-masa itu. Mirip dengan layar tancap, teater mobil di Ancol juga disediakan di lapangan terbuka. Hanya bedanya, pengunjung menonton dari dalam atau atap mobil.

Ketika era bioskop di dalam mal merajalela, romantika orang untuk menonton film dengan gaya lama masih kita temui. Di kawasan pinggiran Jakarta seperti Ciputat, kita bisa melihat orang memutar film-film lama melalui proyektor yang disorotkan ke selembar kain di halaman rumah. Bahkan, masih ada orang yang sengaja menyediakan layar tancap sebagai hiburan untuk pesta pernikahan atau khitanan. Semua ini dilakukan hanya untuk bernostalgia sejenak ke masa lalu.

Apresiasi Film Indonesia (AFI) tahun 2013 lalu juga sempat menggelar acara “Kampung Film Indonesia” di kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Konsep yang ditawarkan yaitu menonton film ala drivein Ancol. AFI ingin mengajak orang bernostalgia pada kejayaan drivein era tahun 1970-an dan 1980-an. Yang dilakukan AFI semacam “perlawanan”, bahwa menonton film tidak selalu identik dengan gedung bioskop sambil menyantap pop corn.

Di era kapitalisme—ketika hiburan mengalami industrialisasi yang masif dan orang dengan mudah menikmati hiburan sepanjang punya uang—selalu ditemui sekumpulan orang yang keluar dari pakem. Dalam menonton film, cukup banyak yang mencari film-film di luar yang ditayangkan bioskop mainstream dan cara menonton yang unik.

Bioskop Mini dan Komunitas Film

Subtitles adalah bioskop yang menawarkan cara menonton film yang berbeda. Subtitles mengombinasikan konsep kafe dan bioskop mini. Subtitles menawarkan film indie dari berbagai genre. Irna Rasad, Direktur Subtitles, mengatakan penonton film di Subtitles berasal dari berbagai kalangan seperti pekerja, sineas film, mahasiswa jurusan filmatografi, mahasiswa psikologi, mahasiswa advertising, serta awam pencinta film.

industri film

Subtitles memiliki koleksi 10 ribu lebih judul film dari berbagai penjuru dunia seperti Perancis, India, Iran, Kazakhstan, dan lain-lain. Film-film tersebut bisa ditonton pada enam studio mini (viewing room). Tiap viewing room berukuran sekitar 4 X 4 meter persegi dan 4 X 6 meter persegi dengan kapasitas 4─11 orang. Minat untuk menonton di Subtitles cukup tinggi, terutama pada akhir pekan. Untuk bisa menonton di akhir pekan penonton mesti pesan viewing room terlebih dahulu.

Apa yang dilakukan komunitas ini mungkin terkesan lucu, nonton bareng film indie dari rumah ke rumah. Mirip yang dilakukan generasi 1970-an dan 1980-an ketika masih kecil dulu; menonton film video versi Betamax dari satu rumah teman ke rumah teman lainnya. Komunitas tersebut bernama Movie Explore.com (MEC).

Komunitas yang berawal dari iseng-iseng ini akhirnya dilirik pengelola bioskop mainstream. MEC sering diundang dan diajak bioskop seperti Cinemaxx, XXI, dan CGV Blitz untuk meramaikan screening film-film terbaru yang tayang di bioskop. Tentu saja ada nilai bisnis dari kerja sama tersebut.

MEC juga pernah ketiban rezeki untuk mengerjakan online campaign beberapa film blockbuster baik dalam maupun luar negeri. Salah satu film yang pernah bekerja sama secara eksklusif dengan MEC adalah The Raid 2.

Bicara perilaku menonton film tidak afdol jika tidak menyinggung perilaku penonton di Amerika Serikat. Negara yang menjadi kiblat industri film dunia ini juga memiliki bioskop nonmainstream. Di sana ada gedung bioskop yang diberi nama “Sci-Fi Dine-In Theatre Restaurant” yang mengombinasikan konsep resto dan bioskop.

Sci-Fi Dine-In Theatre Restaurant yang terletak di Bay Lake, Florida, AS ini didesain dengan nuansa teater drive-in tahun 1950-an. Bagi mereka yang hidup terutama pada masa generasi baby boomers ke belakang, pasti pernah merasakan nonton film bersama di ruangan terbuka, di dalam mobil masing-masing. Drive-in kebanyakan memang hiburan khas anak-anak muda zaman dulu untuk bersenang-senang atau berpacaran.

Sambil menonton film pengunjung bisa merasakan pengalaman menduduki mobil-mobil tipe convertibles (mobil klasik atap terbuka). Bagaimana dengan kualitas menu yang ditawarkan? Dari berbagai ulasan positif, USA Today memasukkan Sci-Fi Dine-In sebagai salah satu restoran terbaik di dalam taman hiburan Amerika di peringkat ke-15.

 

Tony Burhanudin

Liputan:  Ivan Mulyadi, Wicaksono, Angelina Ladjar

MM.03.2017/W

“Ketika hiburan mengalami industrialisasi yang masif dan orang dengan mudah menikmati hiburan sepanjang punya uang, selalu ditemui sekumpulan orang yang keluar dari pakem.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.