Top Brand: Strategic Thinker

Sebelum saya mulai menulis artikel di kolom ini, beberapa jam saya luangkan waktu untuk membaca seluruh hasil survei “Top Brand Index” (TBI) 2010. Banyaknya waktu yang harus saya curahkan ini karena saya juga mencoba untuk melihat beberapa data TBI selama beberapa tahun sebelumnya. Karena TBI sudah dimulai sejak tahun 2000, maka hasil survei di 2010 ini adalah hasil yang kesebelas. Kalau setiap tahun terdapat sekitar 500 merek yang disurvei, bisa Anda bayangkan bahwa hasil survei TBI ini sudah melibatkan 5.000 posisi merek. Kalau setiap merek memiliki tiga dimensi pengukuran, yaitu top of mind share, top of market share, dan top of commitment share, maka total terdapat 15 ribu data.

Barangkali kalau dalam dunia akademis, data ini bisa digunakan untuk membuat tesis bagi puluhan mahasiswa jenjang master dan beberapa doktoral. Banyak aspek yang bisa digali dan banyak konsep yang dapat diformulasikan. Setiap kali saya presentasikan kepada para profesor dari universitas ternama, rata-rata mereka memberikan respons yang sangat positif. Kekuatan dari hasil survei ini jelas terletak pada komitmen Frontier Consulting Group untuk melakukannya selama 11 tahun tanpa terputus. Di Amerika, data-data longitudinal dari sebuah survei skala nasional yang berdurasi lebih dari 10 tahun banyak terjadi bila dana survei didukung oleh pemerintah.

Saya pribadi, sebagai formulator Top Brand Index dan penggagas Top Brand Award, merasakan kegunaan dengan memiliki data yang panjang dan lengkap. Sebuah data dan informasi yang menurut saya, sungguh bernilai sebagai proses pembelajaran bagi para pelaku bisnis dan marketer di Indonesia. Sebagai konsultan dan pembicara seminar, saya merasakan bahwa ketajaman strategi yang sering saya formulasikan dan bagikan sangat dipengaruhi oleh hasil survei TBI ini.

Pengaruh Top Brand Index—terutama dalam bentuk penghargaan Top Brand Award—juga sudah mendapatkan dukungan dari para pemilik merek. Hingga saat ini, saya yakin, logo Top Brand Award adalah logo yang paling banyak digunakan dalam kemasan dan paling banyak dikomunikasikan melalui layar televisi maupun media cetak. Bila Anda menggunakan Google dengan mengetik “Top Brand Award”, akan ditemukan ribuan artikel atau berita seputar Top Brand Award. Sekali lagi, yang lebih penting bagi pelaku bisnis adalah mendiskusikan hasil TBI, mempelajari posisi merek mereka, dan kemudian mencari pelajaran yang penting dari hasil-hasil survei untuk membuat strategi dan taktik membangun merek yang semakin efektif dan cepat.

Mengasah Radar Marketer

Selama tiga tahun terakhir ini, dalam setiap seminar di acara penghargaan Top Brand Award, saya memberikan contoh mengenai tren berbagai merek. Bagi marketer yang mereknya sedang tergelincir, haruslah waspada. Salah satu contoh yang sering saya sebutkan adalah pertarungan antara kecap ABC dan kecap Bango. Di tahun 2007, TBI dari kecap ABC dan kecap Bango adalah 49,1 persen dan 39,1 persen. Kemudian di tahun 2008, 48,5 persen dan 40,6 persen. Kemudian, di tahun 2009, TBI untuk kedua merek ini menjadi 47,9 persen dan 41,3 persen. Bagi saya, ini sudah merupakan sebuah sinyal waspada untuk kecap ABC. Nyatanya, di tahun 2010 ini, kecap Bango kemudian berhasil mengukuhkan diri di puncak Top Brand dengan indeks sebesar 47 persen, atau unggul dari kecap ABC yang memiliki indeks 39,8 persen.

Berkali-kali saya juga mengingatkan akan posisi Khong Guan untuk kategori biskuit. Di tahun 2007, 2008, dan 2009, TBI untuk merek ini adalah 17,6 persen, 12,7 persen, dan 12,3 persen. Merek ini seharusnya memerlukan repositioning lebih radikal. Karena tidak terlihat banyak perubahan, maka di tahun 2010 ini, TBI untuk merek ini adalah 10,8 persen.

Untuk kategori pembiayaan roda empat, ACC memang masih unggul di tahun 2008. Pada tahun 2009, keunggulan ACC mulai menipis yaitu TBI-nya turun dari 35,9 persen menjadi 33,3 persen. Akhirnya, tren kemudian terjadi dan kemudian posisinya menduduki tempat kedua, walau masih masuk dalam kategori Top Brand. Seharusnya, ACC lebih agresif.

Beberapa posisi market leader yang tidak akan gampang di masa mendatang adalah Nu Green Tea yang dibayangi oleh Sosro Green Tea dari kategori minuman teh hijau, Extra Joss yang dibayangi oleh Kuku Bima, Diapet yang akan dibayangi oleh Entrostop, multivitamin Hemaviton yang akan dibayangi ketat oleh Enervon C, Laurier akan ditempel ketat oleh Charm, Adidas akan dibayangi oleh Nike, Baygon ditempel oleh HIT, Garuda Indonesia terlihat mulai terbayangi oleh Lion. Para pemimpin dalam ekuitas merek ini, di tahun 2010 dan selanjutnya, haruslah meningkatkan kewaspadaan.

Merek-merek seperti Frutang, Vicks Formula 44, BNI Taplus, Cat Dulux, Kartu Kredit Citibank, dan Nokia, membutuhkan penyegaran, baik melalui inovasi produk baru maupun strategi positioning-nya.

Merek-merek seperti Kopi ABC, Kacang Dua Kelinci, Bodrex, Pond’s, Polytron, Tabungan Britama, Toyota Avanza, Shell Helix, Yamaha Vixion, dan Prudential telah menunjukkan grafik yang baik. Strategi mereka di masa lalu dapat dikatakan sangat baik. Bila pesaing tidak melakukan perubahan, mereka akan dapat memperbaiki posisinya.

Akselerasi Perubahan

Perubahan posisi merek yang jelas akan jauh lebih cepat dibandingkan dengan masa lalu. Bila Anda masuk dalam industri di mana teknologi memainkan peranan penting dalam menciptakan sebuah produk, atau teknologi digital sudah menjadi bagian dari komunikasi, maka kewaspadaan Anda sebagai marketer haruslah berlipat ganda. Kita melihat bagaimana Speedy hanya membutuhkan waktu kurang dari tiga tahun untuk menjadi Top Brand.

Blackberry adalah merek ponsel yang banyak menjadi pembicaraan. Memang nilai TBI di tahun 2010 masih terlihat kecil. Maklum, survei ini dilakukan untuk responden yang mewakili populasi dari A hingga kelas sosial E. Demikian pula, karena jumlah ponsel di pasar Indonesia yang sudah mencapai lebih dari 150 juta, maka 1 juta Blackberry yang terjual masih terlihat kecil. Tetapi saya yakin, TBI Blackberry di tahun depan akan meloncat drastis.

Semuanya ini menunjukkan bahwa perusahaan haruslah semakin meningkatkan kemampuan para marketernya untuk terus kreatif dan inovatif dalam menjaga maupun membangun ekuitas mereknya. Terdapat korelasi yang kuat antara perusahaan yang memiliki tim marketer yang andal dengan kekuatan dari merek-merek yang mereka tangani. Mereka piawai dalam memformulasikan strategi membangun mereknya.

Mudah-mudahan, hasil survei yang dipublikasikan oleh Majalah Marketing ini memberi kontribusi bagi para marketer untuk menjadi brand strategist yang lebih andal. Perusahaan-perusahaan Indonesia membutuhkan lebih banyak marketer yang berperan sebagai strategic thinker. Inilah yang saya rasakan, gap yang terjadi di perusahaan. Cukup banyak tim marketing yang mampu menjalankan aktivitas dan program pemasaran, tetapi sungguh sedikit yang dapat berperan sebagai strategic thinker atau sebagai brand strategist dalam konteks pembangunan ekuitas merek.

Bagaimana Marketer dapat Menjadi Strategic Thinker dalam Mengembangkan Mereknya?

Pertama, seorang pemikir haruslah mempunyai input yang baik. Data dan informasi yang tersedia dari hasil survei ini dapat menjadi input yang baik. Semua data dan tren ini dapat menjadi stimulator yang baik bagi marketer untuk mulai berpikir. Kedua, seorang pemikir strategi yang baik haruslah memiliki volume yang besar dalam berpikir, atau intensitas yang tinggi untuk memikirkan sesuatu. Mereka terus bertanya, mengapa merek saya turun atau naik? apa penyebabnya? Strategi manakah yang sudah baik dan manakah yang salah? kesemuanya ini, membuat marketer terbiasa untuk berpikir semakin mendalam dan sekaligus memperluas horizon pemikiran.

Ketiga, marketer haruslah selalu ingin berpikir untuk mencari ide yang besar. Berpikir untuk mencari ide yang besar adalah sebuah proses yang dapat dilatih. Untuk mencari ide besar, marketer perlu memperhatikan tren, melakukan eksplorasi, dan berupaya untuk mengubah eksplorasi dengan strategi-strategi yang radikal. Sekali lagi, saya berharap bahwa hasil survei TBI menjadi input dan stimulator yang efektif, sepadan dengan komitmen kami dalam melakukan riset ini secara periodik. (Majalah MARKETING)

1 COMMENT

  1. posisi extra joss selalu dibayangi terus oleh kuku bima energi, apalagi strategi iklan yang digunakan kuku bima energi sedikit jauh berbeda dengan menampilan wisata alam yang ada di indonesia, yang justru menambah aware dari konsumen untuk melihat ikalan ini. saya ingin tanya berapakah market share minuman berenergi antara tahun 2010-2011. terima kasih, sukses selalu majalah marketing

  2. Seperti yang terjadi di kosmetik kategori lipstik dmna pada tahun 2012-2013 revlon memimpin namun di tahun 2014 wardah lah yang berubah menjadi pemimpin,,sedangkan kosmetik lain seperti sariayu dan pixy mengalami fluktuasi yang tidak mengubah ranking mereka.saya ingin tahu berapa besar market share revlon,wardah,sariayu dan pixy untuk kategori lipstik ditahun 2012-2014 ?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.