Tren Baru dalam Dunia Riset?

Apabila sebuah gambar mampu berbicara dalam seribu bahasa, maka para marketer pun pasti bisa mendapatkan benefit lebih dengan cara mempelajari foto-foto atau rekaman visual tentang perilaku konsumen mereka. Bagi seorang marketer, sebuah gambar bisa sama berharganya dengan interview atau diskusi kelompok yang dilakukan selama berjam-jam.

 

Lihat saja, seorang marketer bisa mengetahui kebiasaan seseorang, hanya dengan melihat sebuah foto keadaan dapurnya. Setiap elemen visual di antara ratusan elemen visual lainnya, dapat menceritakan tentang nilai-nilai budaya, sejarah keluarga, latar belakang, serta kebutuhan dan keinginan pelanggan.

 

Nilai foto atau gambar ruangan rumah dan kebiasaan si pelanggan sungguh tak terkira. Hasil analisis yang tajam dari gambar tersebut setara dengan waktu berjam-jam yang dihabiskan dalam interview dan diskusi kelompok. Dari sana, dapat diketahui juga keadaan finansial suatu keluarga, apakah ada kehangatan dalam kehidupannya, hingga bagaimana selera makan malamnya.

 

Sebuah foto mencerminkan keadaan sebenarnya dari sebuah rumah. Foto dapur, dan ruangan-ruangan lainnya dalam sebuah rumah, bisa memberikan berbagai kesimpulan yang berbeda mengenai orang yang tinggal di dalamnya. Tak mengherankan ide tentang ”Visual Survey of Domestic Space” yang dilakukan GfK NOP, sebuah lembaga riset di New York, diyakini dapat menjadi database yang sangat  komprehensif.

 

Ide ini berawal dari permintaan sebuah perusahaan furnitur yang ingin menguji segmentasi mereka dengan cara menganalisis interior rumah pelanggannya. ”Mereka harus membuat asumsi-asumsi yang benar mengenai tempat tinggal pelanggan,” kata Jerry Lombardi, Direktur North American Observational & Ethnographic Research di GfK NOP.

 

Gfk NOP lalu memutuskan untuk menciptakan sebuah database yang sudah distandarisasi, berisi foto-foto interior rumah tangga dan menghubungkannya dengan data yang sudah mereka miliki.

 

“Kami ingin memberikan pengganti yang layak untuk on-the-ground-research, tanpa menimbulkan masalah lebih lanjut,” ujar Lombardi. Lalu GfK NOP bekerja sama dengan Social Solutions Inc untuk menciptakan sebuah database agar dapat lebih memahami pelanggan global dengan lebih baik.

 

Hasil survei mereka menghasilkan database yang luar biasa besar, berisi kurang lebih 13.000 foto, dipadukan dengan respon yang didapat dari Roper Reports Worldwide—sebuah survei tahunan terhadap 30.000 konsumen di 30 negara.

 

“Kami mengunjungi rumah dari orang-orang terpilih yang telah memberikan responnya kepada survei Roper, kemudian mengambil foto-foto berkualitas tinggi dan sudah distandarisasi dalam rumah-rumah tersebut,” papar Lombardi.

 

GfK NOP menyewa Social Solutions, sebuah konsultan riset global yang melakukan riset internal organizational development.  Social Solutions kemudian menugaskan seorang periset ke 12 negara secara global, untuk mendokumentasikan secara visual interior rumah orang-orang yang merespon survei tahunan Roper. Penelitian ini dilakukan di Inggris, AS, Brasil, dan Spanyol. Kemudian dilanjutkan ke seluruh dunia sampai seluruh database selesai.

 

Dengan rata-rata 20 rumah tangga di setiap 20 negara, dan dengan 45-50 foto untuk setiap rumah tangga, foto-foto tersebut disusun sedemikian rupa sehingga kita bisa melihat perbedaan foto dari Swiss atau Mesir.

 

Namun, pengaturan ruangan di dalam apartemen di Beijing yang bahkan tidak mempunyai sebuah ruang tidur pun, tentunya tidak bisa dibandingkan dengan rumah empat kamar tidur di Barcelona. Jadi tim tersebut mengelompokkan foto-foto itu sesuai dengan fungsinya—misalnya di mana penghuni rumah mempersiapkan makanan, beristirahat, mencuci pakaian, dan lain-lain.

 

Para ahli riset, sebagian besar adalah ahli antropologi dan sosiologi, mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan Social Solutions dan GfK NOP melalui e-mail dan blog, serta menawarkan observasi mereka melalui serangkaian pertanyaan yang sudah distandarisasi. GfK NOP yang memiliki database, menjual aksesnya melalui internet.

 

Walaupun bukan riset yang pertama kali mengintegrasikan foto dengan data kuantitatif, survei ini adalah proyek yang paling komprehensif. Baik Lombardi maupun Patricia Sachs, CEO Social Solutions, mengklaimnya sebagai tren baru dalam dunia riset.

 

”Pada masa lalu, orang-orang mengira mereka harus melakukan diskusi kelompok atau menyewa seorang ethnographer, tetapi sekarang hal tersebut mulai jarang dilakukan,” kata Lombardi yang sudah menyaksikan sendiri perpaduan antara traditional ethnography dan immersion research.

 

Proyek tersebut menganalisis beberapa data dan lebih dari sekadar kumpulan foto sederhana. Hal ini menawarkan pandangan terhadap value dari data visual bila dipasangkan dengan data kuantitatif.

 

”Kami membangunnya dengan cara ini karena kami tertarik untuk memiliki pengetahuan lokal yang mendalam dari mata-mata yang terlatih,” tambah Sachs.  Sebab, para peneliti mengambil foto-foto tersebut dengan sebuah pandangan etnografis.

 

Lalu apa tujuan dari riset komprehensif ini? ”Bukan untuk menjawab pertanyaan, tetapi untuk menghasilkan pertanyaan,” kata Lombardi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.