Tren Perkembangan Riset Pasar

Indonesia masih memilih survei face-to-face.

Berdasarkan laporan tahunan Esomar Global Market Research 2016, penelitian kuantitatif masih mengambil persentase terbesar dari pasar marketing research di tahun 2015, yakni sebesar 70%. Sementara sisanya terdistribusi di antara penelitian kualitatif (16%) dan tipe-tipe riset lain (14%) yang meliputi desk research dan metode-metode baru seperti analisis big data. Online quantitative research menjadi metodologi utama dalam penelitian kuantitatif yang dikerjakan oleh agensi-agensi riset pasar di dunia (23%), sedangkan pengeluaran untuk penelitian kualitatif paling besar adalah pada focus group discussions (FGD) (8%).

riset pasar

Di Indonesia, riset kuantitatif (81%) dan kualitatif (18%) tampak lebih mendominasi pangsa pasar. Sebaliknya, tipe penelitian lain hanya memperoleh porsi yang sangat kecil (1%). Banyak riset dikerjakan secara global atau regional, dan tampaknya tahap-tahap eksplorasi awal berdasarkan data sekunder belum banyak dikerjakan di Indonesia. Di samping itu, riset-riset dengan teknologi baru pun tampak belum banyak dimanfaatkan klien di Indonesia.

Lebih lanjut, laporan tersebut mencatat bahwa di Indonesia FGD juga mengambil porsi terbesar jika dibandingkan dengan metode penelitian kualitatif lainnya (13%). Situasi unik di Indonesia adalah masih bertahannya dominasi metode pengumpulan data secara face-to-face (50%), sementara penggunaan riset kuantitatif online masih belum mendapat pemakaian yang signifikan (2%).

Di lingkungan global, survei online meraih popularitas karena berbagai kelebihannya yang tidak sedikit. Survei online membutuhkan biaya lebih rendah karena biaya yang biasanya dialokasikan untuk kertas kuesioner, pendistribusian, dan pengiriman data tidak lagi diperlukan. Survei online juga meminimalkan terjadinya human error. Pertanyaan survei dapat diatur sedemikian rupa sehingga responden tidak akan melewatkan pertanyaan yang harus dijawab.

Tidak hanya itu, survei online juga memberikan kenyamanan lebih bagi responden. Responden dapat memberikan jawabannya dengan mengikuti jadwal pribadi mereka, dan mereka dapat lebih terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi. Lebih dari itu, keuntungan utama dari survei online adalah waktu survei yang cepat. Metodologi ini tidak lagi memakan waktu yang biasanya diperlukan untuk pendistribusian dan pengiriman kembali kertas kuesioner yang tak jarang mengalami kendala. Analisis data pun kini menjadi lebih efisien karena ketersediaan data yang lebih cepat: saat responden memasukkan jawaban mereka, secara real-time data akan tersimpan dalam bentuk data elektronik.

Namun, survei online memiliki kelemahan dan masalah tersendiri. Tidak seperti penelitian yang dilaksanakan secara tatap muka, online research pada umumnya dilakukan dengan menggunakan responden yang telah terdaftar di sebuah panel. Hal ini dapat menimbulkan beberapa masalah karena perusahaan hanya bisa menjangkau mereka yang online dan bersedia menjadi anggota panel.

Mereka yang terdaftar dalam panel online juga pada umumnya hanya berasal dari kelompok usia yang lebih muda. Sebuah studi yang melakukan komparasi antarkedua metodologi tersebut melaporkan bahwa online research dengan menggunakan panel tampak lebih menarik sampel yang lebih berpengetahuan. Di sisi lain, responden penelitian face-to-face memiliki social desirability yang lebih tinggi karena keberadaan pewawancara saat survei berlangsung. Tak hanya itu, studi lain juga menemukan bahwa survei online menghasilkan lebih banyak respons “tidak tahu” jika dibandingkan dengan survei tatap muka.

Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) melaporkan bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia kini telah terhubung ke internet. Di Indonesia, angka pertumbuhan pengguna internet hingga tahun 2016 lalu telah mencapai 132 juta orang. Sejak internet menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari, tidak mengherankan apabila survei online pun telah menjadi tren bagi semua biro riset global. Namun, mengapa tidak demikian di Indonesia?

riset pasar

Salah satu tantangan dari survei online di Tanah Air adalah penetrasi internet yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data APJII, 65% dari total pengguna internet di Indonesia berasal dari Pulau Jawa, sedangkan sisanya tersebar di berbagai belahan Nusantara; 15,7% di Sumatera, 6,3% di Sulawesi, 5,8% di Kalimantan, 4,7% di Bali dan NTB, dan 2,5% di Maluku dan Papua. Hal ini dapat menimbulkan tantangan tersendiri di mana online sample tidak dapat merepresentasikan keseluruhan populasi negara.

Selain itu, kurangnya sumber daya manusia lokal yang berkualitas juga menjadi tantangan bagi implementasi survei online di Indonesia. Pemahaman masyarakat mengenai industri riset pasar yang kurang memadai menyebabkan belum banyak orang secara sukarela bergabung dengan panel online dan berpartisipasi dalam riset-riset pasar. Berkaitan dengan hal tersebut, perilaku curang atau cheating juga menjadi salah satu risiko yang perlu diantisipasi dari pelaksanaan survei online. Oleh karena tipe survei ini tidak melibatkan interviewer dan/atau QC dalam proses perekrutan responden, kontrol terhadap kualitas data yang diberikan responden menjadi agak lemah.

Selama beberapa tahun belakangan, cara-cara baru dalam memahami konsumen terus dikembangkan dan diperkenalkan di industri penelitian pasar. Salah satu metodologi yang saat ini sedang naik daun adalah analisis big data. Di samping itu, kita juga telah melihat perkembangan mobile research, facial-coding, eye-tracking, dan banyak lagi sebagai bagian inovasi-inovasi dalam metode riset pasar. Tentunya setiap metodologi memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Pertanyaan yang perlu kita lontarkan bukanlah mana yang lebih baik atau lebih buruk, melainkan metode apakah yang sesuai dengan tujuan penelitian dan situasi tertentu.

Saat ini Indonesia masih lebih memilih survei secara tatap muka. Meski demikian, kemajuan teknologi mau tidak mau akan mendorong terjadinya inovasi, perkembangan, dan adaptasi metode riset yang sesuai dengan dinamika pasar, yang mampu menangkap realitas secara akurat, cepat, dan efisien dari segi biaya.

 

Ribka Amanda

MRI (Marketing Research Indonesia)

MM.09.2017/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.