Ads War

Marketing.co.id- Sebagai pemasar, tentu Anda sudah mengerti bahwa di dalam bauran pemasaran terhadap empat hal, yaitu Product, Price, Place, Promotion (4P). Jadi, promosi menjadi hal penting agar produk yang dipasarkan dengan banderol harga tertentu dan dipajang di tempat tertentu diketahui target pasar dan laku. Akibat persaingan pasar yang sengit, sudah jelas pengemasan iklan yang efektif akan semakin rumit. Maka tak dimungkiri terjadilah perang harga, yang kemudian diikuti pula dengan perang iklan.

Menurut Chiplin dan Sturgess (1981), penelitian ekonomi periklanan biasanya menitikberatkan perhatian pada beberapa hal yaitu : Apakah periklanan mempengaruhi penjualan atau pangsa pasar?; apakah periklanan meningkatkan atau menurunkan intensitas persaingan pasar?; apakah periklanan membuat harga jual produk dan keuntungan semakin tinggi?; apakah perusahaan menentukan anggaran periklanan secara optimal?; dan apakah periklanan mempengaruhi persepsi kualitas produk perusahaan di pasar?.

Dalam hubungannya dengan Ads War, maka jika periklanan memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, maka informasi periklanan akan meningkatkan tingkat elastisitas permintaan, dan secara potensial akan meningkatkan intensitas persaingan pasar. Sejumlah penelitian yang mengaitkan intensitas periklanan dengan rasio konsentrasi­- sebagai alat ukur kekuatan monopoli-  menunjukkan bahwa industri dengan kepadatan periklanan yang tinggi cenderung memiliki rasio konsentrasi yang kurang stabil.

Namun ada ahli yang berpendapat sebaliknya. Menurut mereka, periklanan adalah senjata yang ampuh untuk menciptakan diferensiasi produk di benak konsumen. Dalam kapasitas demikian, periklanan berfungsi sebagai instrumen untuk menciptakan hambatan masuk bagi pendatang baru atau hambatan mobilitas untuk para pesaing. Perusahaan besar dengan omset besar, yang cenderung memiliki anggaran yang besar, akan menggunakan instrumen ini untuk mempertahankan kedudukannya. Dalam jangka panjang , periklanan akan mengurangi tingkat intensitas persaingan.

Apapun teorinya, yang jelas kita bisa merasakan  persaingan dalam memperebutkan pasar semakin sengit, maka  mau tidak mau peperangan antar merek tak terhindar untuk saling menjatuhkan. Salah satu cara menjatuhkan merek lain adalah melalui iklan. Setelah satu merek memulai, merek lain mengikuti. Akhirnya perang iklan (Ads War) pun terjadi.

Fakta Ads War

Kalau Anda pernah tinggal di Amerika, Anda dapat dengan mudah menonton beberapa iklan yang kadang lucu dan menggemaskan. Tapi bukan karena unik, kelucuannya disebabkan iklan tersebut secara terang-terangan berani menyerang satu merek tertentu. Contoh perang iklan yang mungkin sudah melegenda sepanjang masa adalah yang dilakukan Coca-Cola versus Pepsi. Sama-sama minuman berkarbonasi, sama-sama berkualitas, dan sama-sama memperjuangkan pasar yang sama.

Acap waktu penonton televisi disuguhkan tayangan iklan yang menceritakan seorang anak kecil mendekati mesin konter penjualan minuman otomatis. Lalu ia memasukkan koin ke mesin itu dan keluarlah sekaleng Coca-Cola. Apa yang anak itu lakukan kemudian? Ia menaruh Coca-Cola itu di kaki kirinya. Setelah itu ia memasukkan koin ke mesin kembali untuk mendapatkan sebuah Coca-Cola kembali. Coca-Cola kali ini ia taruh di kaki kanannya.

Siapa yang menyangka kalau anak kecil tersebut, menurut cerita iklan itu, membeli dua kaleng Coca-Cola untuk dijadikan pijakan agar ia sampai pada bilik Pepsi. Ia memasukkan koin ke bilik Pepsi dan mendapatkannya, lantas meninggalkan Coca-Cola yang diinjaknya tadi. Sungguh terang benderang “kekerasan” Pepsi terhadap Coca-Cola.

Namun bukan berarti Coca-Cola menjadi minuman berkarbonasi yang tertindas. Bukan. Sebab, di saat yang sama atau beda, Coca-Cola juga menghancurkan Pepsi. Suatu ketika ada seorang pria (dewasa) duduk di hadapan dua botol minuman besar: Coca-Cola dan Pepsi. Gambar itu menggambarkan bahwa minuman Coca-Cola masih tersisa sedikit, sedangkan Pepsi masih utuh. Sebuah penghinaan. Dan, masih banyak contoh bentuk peperangan iklan (advertising war/Ads War) yang ditunjukkan kedua merek tersebut di negara asalnya sana.

Walau tak sekasar di luar negeri, di Indonesia juga banyak Ads War yang terjadi, terutama telekomunikasi seluler. Masih ingat kisah Indosat dengan produk IM3-nya dan Excelcomindo (XL) melalui Bebas-nya yang menawarkan tarif 0,000000000001 per detik? Itu merupakan bentuk perang tarif, tetapi juga perang iklan. Karena dalam eksekusinya mereka saling meledek dan masing-masing mengklaim lebih murah. Ini benar-benar terjadi.

Untuk lebih jelasnya, ada tiga operator besar yang mendominasi pasar telekomunikasi seluler di negeri ini. Ketiganya memiliki warna korporat yang berbeda-beda: Telkomsel identik dengan warna merah, Indosat berwarna kuning, dan XL berwarna biru. Semua orang tahu itu.

Apa yang terjadi, baru-baru ini ada iklan yang menggambarkan seorang petarung berwarna biru menang atas petarung berbaju merah dan bercelana kuning. Jelas di situ dimaknakan bahwa merah adalah Telkomsel dan kuning ialah Indosat. Petarung biru (XL) kemudian menghindar dan menjelaskan kelebihan mereknya. Di lain waktu si merah atau si kuning melakukan hal sama dengan cara yang berbeda.

Esia, salah satu operator telekomunikasi seluler berbasis CDMA, sering membanding-banding penawarannya dengan merek lain. Program yang terbarunya adalah tarif yang bisa disesuaikan dengan merek apa saja, termasuk dengan operator GSM. Tapi sekali lagi, belum tentu benar-benar yang paling murah. Sebab (buktinya) TelkomFlexi membalas iklan Esia dan berani menawarkan harga lebih rendah. Dan, masih banyak kasus lain yang dapat dijadikan contoh AdWar.

Dan, untuk dimengerti, sebaiknya pemasar tidak meneruskan praktik Ads War karena tidak akan membuahkan hasil maksimal. Apalagi dalam Ads War yang menjurus kepada Price Oriented Ads yang dilakukan oleh market leader biasanya akan membuat pasar menjadi semakin price sensitive. Ads War justru akan membawa merek-merek yang terlibat semakin terpuruk. Sebab, seperti sekali “menyakiti” merek lain, ia akan dibalas dan berusaha “menyakiti” kembali demi mencari kemenangan. Jadi, berantai. Perlu diingat bahwa iklan memang powerfull, tapi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan perusahaan di pasar. Bahkan belakangan ini,  para praktisi periklanan banyak yang berbicara tentang “Hukum Gilbrat” dalam persaingan, yang intinya menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan cenderung bersifat stokastik (acak).

Oleh: Darmadi Durianto

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.