Alay, Wiki, dan Independen

Marketing.co.id – Anak dan remaja sekarang dan beberapa tahun ke depan akan masuk ke generasi baru, sementara para orang tua yang mengasuh mereka merupakan generasi X. Ada pengaruh-pengaruh dari perilaku generasi X akan memengaruhi perilaku mereka. Mereka akan menjadi konsumen yang independen, tidak loyal, dan technology minded.

Wiki, Wiki
Aku sayang Wiki
Walau dilarang guru, kutetap sayang
Tolong aku Wiki
Ku harus kumpulkan
Tugasku ini besok
 

Itulah sebait lagu tentang Wiki yang beredar di Twitter Andien, anak kelas 1 SMP di Jakarta. Siapakah Wiki? Dia bukan boneka, bukan pula karakter jagoan anak sekarang. Wiki yang dimaksud ternyata Wikipedia, situs ensiklopedia terbesar di dunia maya.

Mengapa anak-anak mencintai Wiki, karena di situlah tempat mereka mencari segala sesuatu menyangkut pelajaran di sekolah. Setiap kali guru memberikan tugas, maka anak-anak di kelasnya langsung “menyerbu” ke Google atau Wikipedia dan mengambil materi dari laman-laman tersebut. Mereka kerap melakukan “copas” alias copy-paste dari artikel atau gambar di internet. ari artikel atau gambar di internet.

Banyak sekolah kini harus siap menghadapi situasi seperti ini. Semakin sulit anak sekarang diminta untuk mengkliping materi dari majalah atau koran bekas. Mereka bukan lagi kelompok pembaca majalah dan koran. Mereka lebih suka mencari segala hal lewat internet.

Tak mengherankan jika kliping anak zaman sekarang dicetak langsung dari internet. Hasil survei di empat  kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan) memang menunjukkan bahwa anak dan remaja sekarang sudah pasti tidak lepas dari dunia internet.

Apa yang menurut Anda paling diinginkan oleh anak-anak pada zaman sekarang? Kalau Anda berpikir mainan, maka Anda tergolong orang tua yang ketinggalan zaman, karena anak-anak pada zaman sekarang mendambakan memiliki gadget. Kalaupun mainan, bukan sekadar mainan, tetapi mainan yang bisa dimainkan lewat gadget seperti PlayStation, komputer, dan lain-lain.

Makanya tidak mengherankan jika anak-anak sekarang sudah asyik membawa-bawa ponsel atau iPad dan gadget lain ketika menemani orang tua mereka berbelanja. Mereka begitu fasih melakukan chit-chat dengan teman-teman mereka atau browsing di internet, termasuk memenuhi berbagai tugas sekolah yang diberikan.

Jika melihat data remaja misalnya, hanya 42% remaja ternyata yang membaca majalah dalam seminggu terakhir. Demikian halnya dengan anak, tak jauh berbeda—hanya 42% dari mereka yang membaca majalah. Bandingkan misalnya dengan aktivitas berinternet, di kelompok remaja sudah mencapai 92% yang mengakses internet dan di kalangan anak sekitar 62%.

Pasar anak dan remaja kini memasuki generasi yang berbeda. Jika sebelumnya generasi X memiliki orang tua generasi baby boomers, maka kini pasar anak dan remaja melibatkan anak dari generasi Y dengan orangtua dari generasi X.

Apa yang membuat hal ini berbeda dibandingkan generasi sebelumnya? Jelas perilaku generasi sang orang tua akan memengaruhi perilaku generasi sang anak.

Anak-anak sekarang memiliki ibu yang cenderung menjadi pekerja. Angka partisipasi wanita bekerja di Indonesia memang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini juga didorong oleh kecenderungan global dimana menurut data Bank Dunia, 4 dari 10 pekerja global adalah wanita. Sementara angkatan kerja wanita di Indonesia menurut BPS kini sudah mencapai 40 juta jiwa.

Dengan semakin tingginya wanita bekerja, mendorong anak dan remaja mendapatkan lebih banyak kemanjaan dari orang tua. Karena bekerja, ibu dan ayah cenderung merasa bersalah kepada anak mereka sehingga mereka cenderung membelanjakan lebih banyak untuk anak-anak mereka.

Itulah sebabnya anak dan remaja lebih cepat memiliki dan menguasai gadget, bahkan pada usia yang sangat muda sekalipun. Survei menunjukkan bahwa 53% anak di perkotaan kita sudah dibekali ponsel oleh orang tua, sementara 90% lebih remaja bahkan sudah memiliki ponsel secara pribadi.

Dari sisi uang saku terjadi peningkatan jumlah nominal uang yang diberikan oleh orang tua kepada anak. Pada tahun 2009 misalnya, rata-rata uang saku anak di perkotaan adalah sebesar Rp 5.200 per hari, namun pada tahun 2013 ini sudah mencapai Rp 7.957 per hari. Sedangkan remaja di perkotaan, rata-rata uang saku per hari mereka sudah mencapai Rp 17.000 per hari.

Pasar_Anak_Remaja_01Pengaruh lain dari semakin jarangnya anak bertemu orang tua adalah semakin independennya anak-anak untuk menyelesaikan masalah mereka. Hal yang cukup menyedihkan, menurut Badan Urusan Peradilan Agama di Indonesia, dalam lima tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat 70%.

Tak mengherankan jika anak akan semakin terbiasa melihat orang tua mereka atau orang tua teman mereka bercerai. Koran Wall Street Journal bahkan pernah menulis bahwa generasi sekarang merupakan “Divorce Generation”.

Dalam kondisi ini, anak semakin memiliki jarak dengan orang tua. Anak salah satunya kemudian mencari dunianya sendiri lewat internet. Jika dilihat, angka penggunaan internet oleh anak-anak meningkat.

Paling tidak hal ini terlihat dari data survei, bahwa 62% dari anak kini sudah mengakses internet dalam satu minggu terakhir. Situs yang paling banyak diakses pun beragam, yakni Facebook, Game, Google, Twitter sampai YouTube.

Pasar_Anak_Remaja_02Dekatnya anak dengan teknologi memang didorong oleh faktor lingkungan di mana anak bergaul dengan teknologi. Orang tua yang memahami kebutuhan anak akan teknologi tentunya akan memperkenalkan teknologi lebih dini kepada anak. Seperti dalam hasil riset, sebagian besar orang tua sudah mengenalkan komputer dan internet kepada anak-anak sejak usia 5, 6, dan 7 tahun.

Pada akhirnya generasi anak dan remaja sekarang makin menjadi generasi yang super. Mereka adalah super kids dan super teens karena kemampuan mereka yang cepat dalam beradaptasi dengan teknologi. Mereka adalah kelompok pasar yang multitasking.

Pasar_Anak_Remaja_03Kehebatan mereka adalah terbiasa untuk berpindah-pindah dari satu hal ke hal lain. Ini disebabkan mereka terbiasa meng-handle berbagai gadget dan terbiasa untuk berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi yang lain.

Mereka menjadi kelompok yang cepat bosan terhadap sesuatu, kurang loyal, dan menginginkan sesuatu yang cepat. Lihat saja tulisan alay yang menggunakan huruf-huruf di keyboard sebagai gaya tulisan baru seperti “cy4n6q” (sayang), “tHanKz b’4” (thanks before), atau “mYLuPi” (my love).

Pasar_Anak_Remaja_04Simak juga istilah-istilah mereka yang cenderung masa bodoh seperti “ciyus?” (serius?), “kasih tahu nggak ya?”, “emang gue harus bilang wow?”

Generasi anak juga menjadi connected generation karena hidup mereka terhubung dengan berbagai pihak dan informasi melalui internet. Media Sosial membantu mereka memiliki banyak hubungan di luar keluarga. Informasi dengan mudah bisa mereka dapatkan dan membuat mereka menjadi consumer yang smart.

Jika kita melihat survei anak yang pernah dirilis MARKETING pada tahun 2009, terlihat adanya campur tangan orang tua yang kuat terhadap pembelian produk anak. Namun lama kelamaan, peran anak semakin kuat untuk menentukan produk bagi mereka sendiri seperti baju, dokter, dan obat.

Bahkan anak juga turut menentukan pembelian produk-produk seperti mobil dan elektronik. Mereka terkadang juga memiliki informasi yang jauh lebih banyak dibandingkan orang tua mereka.

Dengan berbagai perilaku ini, tentu para marketer tinggal berkreasi untuk bisa menjangkau pasar ini dengan lebih pas. Sebagai contoh, apakah dalam mengiklankan produk anak harus dilakukan kepada orang tua atau langsung ke anak? Dengan semakin besarnya pengaruh anak untuk pembelian produk anak, maka komunikasi akan lebih banyak ditujukan kepada anak.

Demikian pula dalam pemilihan media, pemilihan media yang berbasis internet dan digital patut dipertimbangkan. Yang jelas, televisi masih menjadi media yang l buat anak dan remaja. Dari hasil survei saja terlihat bahwa hampir 100% anak dan remaja di perkotaan menonton televisi dalam seminggu terakhir.

Dalam berkomunikasi, penggunaan bahasa yang lagi tren di kalangan anak dan remaja menjadi cara berkomunikasi yang paling mudah. Pada masa sekarang, bahasa Alay adalah bentuk komunikasi yang memudahkan merek untuk semakin dekat dengan konsumen. Selain itu diperlukan strategi untuk melakukan bonding yang kuat dengan anak dan remaja.

Pasar_Anak_Remaja_05Dengan mudahnya mereka bosan dan kecenderungan tidak loyal, maka aktivitas yang memperkuat relationship dengan mereka harus dilakukan dari waktu ke waktu. Loyalty program sederhana seperti stamp, kupon, dan gimmick adalah beberapa contoh yang bisa dilakukan dengan cepat.

Pasar_Anak_Remaja_06Pasar anak dan remaja memang akan selalu menjadi pasar yang “menggemaskan”. Diperkirakan pasar ini di Indonesia sudah mencapai Rp 500 triliun yang terdiri dari pasar anak dan remaja.

Jumlah ini termasuk anak dan remaja sebagai primary market (membelanjakan sendiri uangnya) maupun influencer market (memengaruhi orang tua untuk berbelanja). Porsi terbesar justru pada influencer market, dimana anak dan remaja mampu memengaruhi orang tua untuk merogoh koceknya dan membeli sesuatu.

Pasar_Anak_Remaja_07_11

 

Nilai pasar ini tentu saja menggiurkan. Namun tanpa strategi yang tepat, pasar ini pun tak akan mudah ditaklukkan.

Redaksi Majalah Marketing

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.