Anji: Channel Penjualan Musik Berubah

Tidak dapat dipungkiri bahwa pola konsumsi masyarakat telah banyak berubah. Begitu pun dalam mengonsumsi hiburan musik.

Jika diamati, publik seolah melakukan eksodus (perpindahan secara masal), dari segala yang bersifat konvensional, berubah ke dalam bentuk digital, termasuk dalam menyuguhkan hiburan. Salah satu yang merasakan imbas tersebut adalah Anji.

Anji
Anji, saat menjadi pengisi acara di acara Marketing Awards 2014

Ya, penyanyi yang identik dengan topi di kepalanya itu mengatakan, “Pergeseran konsumsi publik mengubah pola marketing kami (musik). Coba lihat, berapa banyak orang yang masih pergi ke toko kaset? Bahkan toko kaset pun sekarang sudah mulai punah.”

Lantas, bagaimana strategi Anji menjual karyanya?

  1. Lewat digital

Tentu saja, hal yang paling memengaruhi pergeseran pola konsumsi publik adalah masuknya era digital. Untuk itu, pemasar harus mendekati tools yang satu ini kalau mau diperhatikan. Bukan hanya banyak-banyakin like di Facebook, subscriber di Youtube, atau followers di Twitter serta Instagram, tapi juga menyediakan musik yang bisa dibeli lewat layanan digital.

“Sosial media penting untuk bangun image. Maka dari itu saya pakai pake Twitter, Facebook, Path, Instagram, Kincir, Soundcloud. Dengan begitu, saya sering dipanggil acara offline. Di samping itu, saya juga jual karya saya dalam bentuk digital, seperti di iTunes misalnya,” kata Anji.

  1. Lewat Restoran Ayam Goreng

Fenomena ini bukan lagi hal baru di kancah permusikan. Sekarang siapa yang tidak pernah ditawarkan CD lagu jika membeli makanan di restoran ayam bakar? Nah, hal ini jugalah yang dilakukan oleh Anji.

Pria kelahiran 5 Oktober 1979 itu menegaskan, “Sekarang marketing channel nya berubah. Dengan masuk ke restoran ayam goreng, kita bisa menjual CD ke seluruh Indonesia, karena sekarang toko CD sudah jarang.”

Selain itu, pemilik nama lengkap Erdian Aji Prihartanto ini juga mengatakan bahwa ia dan timnya selalu membuat brand plan untuk personal branding dalam kurun waktu dua tahunan. Tujuannya, untuk mengurangi sentiment negatif yang diterima.

“Akan selalu ada hal yang membuat brand image kita menurun, untuk itu kita perlu strategi untuk mengurangi brand damage. Salah satunya adalah dengan ikut kegiatan positif, misalnya dengan ikut agenda sosial, turut melestarikan budaya bangsa, dan membesarkan kerajinan-kerajinan lokal,” terang pria yang mengaku menjalin kerja sama dengan UKM lokal.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.