Aspek Rasional dan Emosional dari Customer Experience

Marketing.co.id  –  Berita Marketing|Dalam dunia bisnis, terutama yang berkaitan dengan service atau pelayanan kita mengenal istilah  customer experience atau sering disingkat dengan “CX”. Banyak pakar meyakini di masa depan medan pertempuan akan bergeser ke CX, dan CX akan menjadi tolok ukur keberhasilan suatu perusahaan atau merek.

Menurut Phil Stephens, Vice President, Client Services di Signalinc, CX adalah akumulasi dari apa yang diinginkan, dilakukan, dilihat, dipikirkan, dirasakan, dan disukai pelanggan Anda. CX ada yang bersifat langsung, misalnya kontak langsung konsumen dengan perusahaan, dan ada yang bersifat tidak langsung seperti referensi dari mulut ke mulut (word-of-mouth referrals) atau reputasi. Sebagian besar pengalaman pelanggan tercipta tanpa disadari, karena didorong oleh perasaan atau “feel” pelanggan terhadap perusahaan.

Baca juga: Menciptakan Customer Experience Berbasis First Party Data

Phil menegaskan, CX tidak sama dengan layanan pelanggan karena CX terdiri dari banyak titik kontak selama seluruh perjalanan (journey) pelanggan dan hubungan pelanggan dengan suatu perusahaan. Iklan dan pemasaran, konferensi, aktivitas public relation, media sosial, proposal, laporan status proyek, faktur, merupakan bagian dari CX. Sementara layanan pelanggan hanyalah salah satu titik kontak dari CX, dengan fokus pada titik waktu tertentu.

Faktor Likeability

Menurut Phil harga, kualitas, keahlian, ketergantungan, dan reputasi adalah metrik yang biasa digunakan pelanggan dalam mengevaluasi perusahaan atau merek. Tetapi emosi sebenarnya dapat memainkan peran yang lebih penting daripada tolok ukur rasional ini.

“Orang cenderung melakukan bisnis dengan perusahaan yang mereka sukai. Menawarkan produk terbaik saja tidak cukup jika pelanggan tidak senang bekerja sama dengan Anda. Perusahaan yang mencapai likeability dan memberikan rasa nilai bersama akan menarik lebih banyak pelanggan loyal dan pelanggan jangka panjang,” tuturnya.

Customer Experience
Foto: martech.org

Aspek WHY

Penjelasan ini memang terdengar agak filosfis. Menurut Phil, setiap perusahaan bisa dengan mudah menjelaskan “APA” yang mereka lakukan, dan sebagian besar tidak kesulitan menjelaskan “BAGAIMANA” mereka melakukannya.

Tetapi relatif sedikit perusahaan yang dapat dengan mudah menjelaskan dengan tepat “MENGAPA” mereka melakukannya. “Untuk mendapat untung dan bertahan dalam bisnis bukanlah alasan, itu adalah hasil. Perusahaan-perusahaan yang dapat mengartikulasikan dan mewujudkan “MENGAPA” mereka dengan baik – dan membuat pelanggan mereka memahami dan menghargainya – cenderung menjadi yang paling sukses. Inilah Simon Sinek yang menyajikan ide sederhana namun kuat ini dalam podcast TEDTalks,” jelasnya lagi.

Efek Domino

Dalam konteks B2B (business-to-business), CX yang baik adalah piranti yang sifatnya transitif. Dalam pengertian sederhana CX itu dapat “menular” atau “ditularkan” secara otomatis. Ketika vendor atau mitra Anda memberikan pengalaman pelanggan yang positif kepada perusahaan Anda, hal itu dapat diterjemahkan atau ditransfer menjadi pengalaman pelanggan yang positif bagi pelanggan Anda sendiri.

Baca juga: Hadapi Resesi Global, Simak 5 Tren Customer Experience di 2023

Sebagai contoh, perusahaan atau merek elekronik yang memiliki mitra after sales service dengan pelayananan yang baik, maka pelanggan akan ikut menikmati pelayanan yang baik pula, padahal mitra after sales service tersebut secara organisatoris bukanlah bagian dari perusahaan elektronik melainkan hanya vendor.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.