Bagaimana Mendapatkan Hasil Maksimal dari Sales Training? (2)

www.marketing.co.id – Edisi lalu kita telah mendiskusikan kenapa memberikan training kepada para tenaga penjual belum tentu bisa memberikan solusi. Dalam artikel ini, saya akan membeberkan beberapa poin lagi tentang mengapa sales training bukanlah jawaban yang tepat.

2. Apakah mereka ingin menghadapi kebenaran?

Poin berikut ini bahkan lebih hebat lagi! Lagi-lagi, saya menghadapi 2 macam klien:

Tipe Klien yang Pertama

Setelah kita berikan mereka Training Needs Analysis Report, mendiskusikan situasinya secara jujur, dan menawarkan saran serta solusi, ternyata mereka menerima dengan baik. Mereka mengambil langkah yang benar, mengalami peningkatan kinerja, dan berterima kasih atas kejujuran dan rekomendasi yang kita berikan. Mereka lalu menjadi teman baik.

Tipe Klien yang Kedua

Setelah kita berikan mereka Training Needs Analysis Report, mendiskusikan situasinya dengan jujur, dan menawarkan saran serta solusi, ternyata mereka menjadi terlalu takut untuk menghadapi kebenaran. Anda mendapat kesan bahwa mereka tidak ingin mendengar kebenaran. Mereka berharap Anda tidak pernah mengatakan kebenaran itu. Atau mungkin jauh dalam hati, mereka sebenarnya sudah tahu, tapi berpura-pura kebenaran tersebut tidak ada. “Lupakan masalah sebenarnya, lupakan kebenaran, jalani saja training.” Menakjubkan? Iya, tetapi hal ini benar-benar terjadi!

Jangan kaget, ada klien yang seperti ini di dunia nyata. Kita sebagai pelatih merasa sedih karena kita tahu bahwa mereka tidak akan mendapatkan keuntungan maksimal dari training, tidak mendapatkan hasil signifikan dari investasi yang dikeluarkan, dan—yang paling menyakitkan—mereka menyalahkan tenaga penjual mereka atas performance buruk, attitude buruk, ketidakmampuan menjual, dan lain-lain. Padahal, masalah sebenarnya berada di tempat lain… Menyedihkan, tapi ini benar-benar terjadi.

Ada lagi kategori lain dari “tipe klien yang kedua” ini. Bila sedang deal dengan manajer training, manajer HRD, atau bahkan terkadang manajer penjualan; kita memberitahukan kebenaran bahwa untuk kasus mereka, training bukanlah solusi terbaiknya karena masalahnya ada di tempat lain. Ternyata mereka TERLALU TAKUT untuk menyampaikan pesan ini kepada bos mereka! Jadi, kitalah yang menawarkan diri untuk berbicara dengan bos mereka. Tetapi mereka tetap “menolak”. Mereka terlalu takut bila bos tahu yang sebenarnya, maka beberapa orang bakal tertimpa masalah. Slogan para manajer semacam ini adalah, “Bila bos menyuruh training, maka kami training. Tak perlu mengatakan kebenaran padanya. Kami tidak ingin membuatnya marah.”

Untuk kategori klien di atas ini, kita menjalankan training dengan menangis dalam hati. Kita tetap berusaha keras memotivasi tenaga penjual, walaupun kita tahu bahwa usaha tersebut sia-sia karena sistem di perusahaan merekalah yang sebenarnya bermasalah.

Saya berdoa pada Tuhan semoga ini bukan kasus di perusahaan Anda!

Jadi, sebenarnya dalam situasi (1) “Apakah training bisa benar-benar memberikan solusi?”, dan (2) “Apakah mereka ingin menghadapi kebenaran?”, training bukanlah solusi terbaik. Apakah Anda bisa mendapat hasil maksimal dari sales training? Tidak mungkin!

3. Peserta training tidak di-briefing dengan benar

Beberapa perusahaan memberikan training sebagai insentif/penghargaan. Hanya orang-orang yang sudah memenuhi kriteria tertentulah yang berhak menghadiri seminar atau training. Dalam situasi tersebut, kemungkinan besar mereka yang menghadiri training mempunyai mental positif dan benar-benar termotivasi untuk belajar. Mereka ingin memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk menyerap ilmu sebanyak mungkin dan mengembangkan diri. Mereka datang dengan persiapan matang, lengkap dengan alat perekam, dan memohon izin supaya diperbolehkan merekam training agar setelah pulang, mereka tetap bisa mendengarkan training tersebut berulang-ulang. Orang macam ini akan mendapatkan hasil maksimal dari training. Dijamin…

Sementara beberapa peserta yang datang ke training terlihat sangat bingung. Mereka tidak mengerti kenapa dikirim mengikuti training ini. Mereka hanya diberi surat dari departemen HRD untuk pergi ke hotel X pada hari Senin pukul 9.00 untuk mengikuti training. Mereka tidak tahu apa topiknya, mereka tidak tahu apa nama perusahaan yang menyediakan training, mereka tidak tahu kapan training akan berakhir, bahkan tidak tahu mengapa mereka yang dipilih! Mereka datang tanpa persiapan. Mereka tidak membawa alat apa pun untuk mencatat, tidak membawa kertas dan bahkan pulpen sekalipun!

Ini benar-benar terjadi. Saya sudah sering melihat hal ini berulangkali. Bila training dilakukan tanpa persiapan, bagaimana Anda bisa mengharapkan ada follow-up dari para tenaga penjual setelah mereka pulang ke kantor setelah training? Jangan bermimpi! Apakah nanti ada return on investment? Tentu tidak. Salah siapa? Apakah salah peserta seminar alias si tenaga penjual? Saya rasa bukan.

Tentu saja skenario yang paling sering terjadi adalah si tenaga penjual diberitahu mengenai training, mungkin di-briefing oleh manajernya mengenai topik training-nya, mengapa ia yang dipilih, dan si manajer berharap si tenaga penjual bisa memiliki motivasi lebih dan kinerjanya akan meningkat setelah menghadiri training.

Setelah training, sang manajer bertanya pada si tenaga penjual, “Bagaimana training-nya?”

Ia menjawab, “Bagus, saya belajar banyak hal baru!”

Sang manajer berkata, “Oke, saya harap Anda mengaplikasikan semua hal baru yang sudah dipelajari supaya kinerja Anda bisa meningkat. Good luck!”

Tidak ada follow-up lebih lanjut setelah itu. Semua terserah pada inisiatif si tenaga penjual. Bila ia bermental positif, ia akan mengaplikasikannya dan kinerjanya meningkat. Selamat. Tapi, sebaliknya, ia mungkin kembali pada gaya lamanya, si manajer tidak follow-up lagi, dan tidak ada satu pun yang ingat.

Salah siapa?

Saya telah memberikan Anda tiga skenario di mana training hanyalah tindakan membuang-buang waktu dan uang. Alasan mengapa saya melakukan ini adalah saya berharap hal ini bisa membuat Anda sadar dan ingat untuk melihat lebih dekat tentang bagaimana (dan mengapa!) Anda mengelola training untuk para tenaga penjual.

Itulah poin-poin di mana training bukanlah jawabannya. Pada artikel selanjutnya, saya akan memberikan Anda daftar tentang “bagaimana” dan tepatnya apa yang harus Anda lakukan agar mendapatkan hasil maksimal dari training penjualan.

Until then, happy introspection! (James Gwee T.H., MBA.)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.