Batik: Dari Tradisi ke Fashion

Marketing.co.id – Alleira dan Parang Kencana sukses memasarkan batik premium ke kalangan berkantung tebal. Keduanya menembus pasar dengan rutin menggelar fashion show dan merilis rancangan secara eksklusif.

This is batik, are you sure? This is not batik, this is the international fashion,” demikian komentar salah satu diplomat saat Zakaria Hamzah, Operational Director Alleira, memperkenalkan batik Alleira kepada para diplomat asing di Jakarta.

Sebagai busana tradisional Indonesia, batik telah mengalami transformasi. Kini, batik tidak lagi identik dengan busana orang Jawa, namun sudah menjadi busana nasional, bahkan melintas batas negara. Jika bicara batik, ada satu fase ketika kita merasa bangga pada batik sebagai warisan budaya bangsa, yakni dengan ditetapkannya tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.

Tanggal tersebut mengacu pada ditetapkannya batik sebagai “Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi” milik Indonesia oleh badan PBB UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization)  pada 2 Oktober 2009 lalu.

Namun, jauh sebelum UNESCO menetapkan batik sebagai warisan milik Indonesia, beberapa pihak mencoba melestarikan busana yang awalnya hanya diperuntukkan bagi kalangan keraton ini. Sebut saja Suherman Mihardja Lisa dan Mariana Sutandi.

Suherman yang memulai usaha batik sejak tahun 2005 berkibar melalui bendera batik Alleira, menawarkan harga berkisar Rp500 ribuan hingga Rp4 jutaan. Sebagaimana dijelaskan Zakaria Hamzah, sejak awal Alleira membidik segmen atas (A+). Kehadiran Alleira bukan hanya ingin bersaing dengan batik-batik yang sudah ada, namun juga dengan merek-merek fashion lokal dan asing yang sudah mapan.

Sementara Mariana Sutandi sudah sekitar 20 tahun setia menekuni usaha batik Parang Kencana, menawarkan dengan harga terendah berkisar Rp600 ribuan. Kebetulan keduanya memiliki kesamaan, yakni sama-sama membuat batik premium, yang harganya sebanding dengan kualitas yang ditawarkan.

Konsep Alleira adalah menyandingkan motif batik tradisional dan modernitas. Dari segi pewarnaan misalnya, Alleira mengklaim sebagai yang pertama memperkenalkan tren gradasi warna pada busana batik sehingga terlihat ngeblur.

“Sebelumnya orang berpikir, kok warnanya seperti kelunturan, tapi akhirnya jadi trendsetter,” tutur Zakaria yang ditemui di outlet Alleira, Senayan City. Segmen yang diincar Alleira rata-rata kaum urban, eksekutif muda, dan ibu-ibu muda pencinta batik dan produk fashion berkualitas tinggi.

Lain lagi cerita Parang Kencana, sebagaimana dijelaskan Christine A, Sales & Store Manager PT Dwipakencana Citra Mandiri. Mariana Sutandi melalui batik Parang Kencana awalnya hanya ingin memperkenalkan batik kepada semua kalangan. “Maka itu awalnya batik kami arahnya kontemporer supaya orang yang belum mengenal batik mulai mengenal dan akhirnya mencintai batik,” tutur Christine yang ditemui terpisah, di outlet Parang Kencana Plaza Senayan.

Niat untuk menyasar semua segmen akhirnya secara alamiah terseleksi, karena batik Parang Kencana diproduksi secara full hand made, sehingga otomatis harganya menjadi mahal dan hanya mereka yang berkantung tebal yang mampu membelinya.

Meskipun harganya selangit, konsumen di segmen ini sudah teredukasi dengan baik. Mereka paham batik Alleira maupun Parang Kencana bukanlah batik tekstil yang dibuat secara massal, melainkan batik berkualitas dan punya sentuhan fashion yang tinggi karena dibuat dengan sentuhan tangan manusia.

Buka Butik di Luar Negeri

Walaupun harganya mahal, penjualan mereka tetap tumbuh. Alleira, menurut Zakaria, mampu mencetak pertumbuhan penjualan sekitar 6%–10% dalam dua tahun terakhir. Parang Kencana tidak secara gamblang menyebutkan angka pertumbuhannya, namun Christine mengisyaratkan pertumbuhan Parang Kencana bisa dilihat dari terus bertambahnya gerai Parang Kencana. “Dari jumlah toko terus bertambah, dari tahun 2010 hingga sekarang kami sudah punya empat tambahan independent store,” tutur Christine.

Sebagai produk fashion wajib hukumnya hadir di mal-mal premium. Parang Kencana misalnya, hadir di 10 mal kelas atas, antara lain Grand Indonesia, Pacific Place, dan Plaza Senayan. Selain punya galeri di Kemang, Jakarta Selatan, Parang Kencana juga sudah merambah pasar luar Jawa dengan membuka gerai di Bali, Medan, dan Makassar.

Alleira pun cukup agresif membuka gerai. Saat ini Alleira memiliki 12 butik, 8 butik berlokasi di Jakarta, 2 butik di Medan dan Makassar, dan sisanya berlokasi di luar negeri. Butik di Jakarta antara lain berlokasi di Plaza Indonesia, Gandaria City, dan Pondok Indah Mal 2. Sementara cabang di luar negeri berlokasi di Marina Bay Sand, Singapura, dan Bangsal Village, Kuala Lumpur, Malaysia.

“Pertimbangan kami buka outlet di Singapura karena dari awal kami buka ingin membuat batik go international. Karena Singapura itu gerbangnya fashion dunia, dan dekat dengan Indonesia,” jelas Zakaria. Selain melalui butik, kekuatan distribusi Alleira juga diperkuat dengan distribusi melalui department store. Saat ini setidaknya Alleira sudah dijual di 30 department store.

Dampak Positif Fashion Show terhadap Penjualan

Untuk merangsang permintaan tidak cukup hanya punya butik atau hadir di mal premium, mereka juga mesti sering-sering merilis tren fashion terbaru dan menggelar fashion show. Alleira misalnya, minimal tiga bulan sekali mengeluarkan model busana terbaru. Sementara untuk fashion show, Alleira kerap menggelarnya di Senayan City dan Plaza Indonesia. “Kontribusi event fashion show terhadap penjualan sekitar 20% sampai 30%,” ungkap Zakaria.

Parang Kencana hampir tiap bulan mengeluarkan rancangan batik terbaru. Produk dibuat secara terbatas dan eksklusif, misalnya satu butik hanya mengoleksi satu ukuran busana, dan belum tentu produk tersebut ada di semua gerai. Parang Kencana cukup sering menggelar fashion show. Untuk tahun ini, Parang Kencana akan menggelar fashion show tunggal memperingati 20 tahun Parang Kencana.

Perihal persaingan, baik Alleira maupun Parang Kencana mengaku akhir-akhir ini semakin ketat. Namun keduanya tetap optimistis, karena konsumen batik premium sudah tidak lagi bicara soal harga, melainkan kualitas dan nilai seni.

“Alleira mampu bersaing, karena konsumen tahu Alleira sudah punya tim desain sendiri, dari desain batik maupun desain fashion-nya, dan punya tim kreatif sendiri,” jelas Zakaria.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.