Batik Modern Para Pria Urban

Kemeja batik identik dengan acara-acara resmi dengan model seadanya. Di tangan Rifki Ali Hamidi, batik kini terlihat lebih modern dan elegan digunakan di setiap acara maupun aktivitas sehari-hari.

Sejak ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia, batik semakin digemari banyak kalangan, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hingga mancanegara. Pemakaian batik yang berkembang pesat mendorong bermunculannya pelaku usaha batik di Tanah Air.

Batik Kertabumi
Rifki Ali Hamidi, Owner Batik Kertabumi

Di antaranya Rifki, wirausaha asal Yogyakarta yang telah menggeluti usaha batik selama lebih dari lima tahun dengan bendera “Kertabumi”. Menurutnya merek tersebut didapat ketika dia berkunjung ke salah satu ahli “warangka” keris keraton Yogyakarta. Kertabumi berasal dari kata “kertaning” (subur dan mencukupi) dan “bhumi” (milik kita).

“Harapannya usaha batik ini dapat mencukupi kebutuhan kita bersama. Apalagi nama Kertabumi juga cukup gagah. Karakter gagah ini melekat pada nilai tambah produk, sehingga ketika dikenakan membuat pemakai kemeja batik Kertabumi merasa lebih gagah,” jelasnya.

Diceritakan Rifki, usaha batik yang dia geluti berawal dari keisengannya membuat kemeja batik di tahun 2012. Bermodalkan voucer belanja kain senilai Rp200.000, ia membeli beberapa meter kain polos dan batik yang kemudian dijahit menjadi tiga kemeja batik.

Berbeda dari biasanya, Rifki melakukan mixdown antara kain polos dan batik dalam membuat kemeja batik. “Kemeja batik pertama yang produksi masih minimalis. Posisi batik hanya pada kerah dan pergelangan tangan,” terangnya.

Kemeja batik tersebut ditawarkan kepada orang-orang yang dikenal Rifki saat dia masih menjalani bisnis network marketing. Dia pun mulai menghubungi dan mendatangi serta menawarkan produk layaknya door to door sales.

“Pertama kali dipasarkan di Yogyakarta, produk Kertabumi mendapat respons yang cukup bagus karena dinilai desainnya memiliki karakter. Namun, tidak sebanding dengan penjualan yang hanya laku tak lebih dari 5 potong per bulan, bahkan ini terjadi selama 2 tahun,” ungkapnya.

Dari pengalaman tersebut Rifki sadar telah salah membidik target market karena kemeja batik modern belum terlalu dilirik oleh masyarakat Yogyakarta. Atas saran temannya, pada akhir 2014, ia pun mencoba memasarkan Batik Kertabumi ke kota-kota yang identik dengan tren fashion, seperti Jakarta dan Bandung.

“Kalau promosi langsung ke kota-kota tersebut, tentu biayanya sangat mahal. Jadi dipilih pemasaran online yang biayanya jauh lebih terjangkau,” jelas dia.

Dalam implementasinya, banyak cara pemasaran berbasis online yang dilakukan Rifki. Mulai dari website www.batikkertabumi.co.id dan aplikasi WhatsApp, hingga marketplace yang meliputi Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak.

Tak ketinggalan media sosial pun dimanfaatkan untuk promosi, yakni Facebook: Kertabumi Jogjakarta Store dan Instagram: Batik_Kertabumi. “Saat ini pemasaran 100% online dengan traffic source dari Facebook dan Instagram. Kami menggunakan Facebook Ads untuk menjangkau jutaan viewer per minggunya,” sebut Rifki.

Batik Kertabumi membidik segmen pria muda usia 24–40 tahun, baik baru mulai berkarier hingga eksekutif muda yang tinggal di perkotaan, terutama mereka yang suka bersosialisasi dan peduli dengan penampilan.

“Mimpi besar saya, di setiap pria yang hebat dalam kariernya memiliki koleksi Batik Kertabumi di lemari bajunya dan menjadikan kemeja andalan di momen-momen penting kariernya,” jelas dia.

Bidik Pasar Asia

Strategi pemasaran online sejatinya sangat efektif. Konkretnya, setiap bulan Batik Kertabumi berhasil melepas produk ke pasar dengan rata-rata penjualan 70–150 potong per hari dan bisa mencapai 100–250 per hari saat high season.

“Omzet yang diraih fluktuatif, rata-rata paling rendah Rp20 juta per hari, dan rekor penjualan tertinggi adalah Rp105 juta per hari di saat high season,” beber Rifki.

Soal produk yang paling laris, menurut Rifki setiap bulannya berbeda tergantung tren warna yang diminati saat itu. Tetapi secara garis besar, desain dengan warna dasar hitam dan putih menyumbang penjualan terbesar semenjak usaha ini berdiri.

Untuk material, Batik Kertabumi menggunakan katun Jepang grade A yang memiliki daya serap keringat tinggi sehingga lebih nyaman saat digunakan. Bahan baku kain batik diproduksi sendiri, bekerja sama dengan perajin setempat. Sementara ornamen seperti kancing, diimpor dari Taiwan.

“Keunikan kami, motif batiknya tidak ditemui di pasaran. Sebab setiap motif sudah didesain menurut bentuk potongan kainnya dan disesuaikan dengan karakter maupun warnanya. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp280.000–Rp450.000 per potong,” ungkap Rifki.

Diakuinya, sekarang ini konsumen Batik Kertabumi tidak berasal dari daerah Indonesia saja, tetapi juga dari mancanegara. Melihat pasar yang terbuka lebar dan ingin lebih berkembang, ia berencana membidik pasar luar negeri, seperti Asia dan Timur Tengah.

Salah satu upaya yang tengah dilakukan yaitu mencoba berpromosi di Arab Saudi, Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, dan Taiwan. Bahkan untuk meraih market yang lebih luas, rencananya akan dibangun e-commerce di website Batik Kertabumi yang saat ini masih berupa web katalog produk.

 Moh. Agus Mahribi

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.