Bloop, Endorse, Burger DeJons, Bebek Ginyo, Urbie Dari Distro Merambah Kuliner

Beberapa kali mengalami kegagalan dalam berbisnis tak menyurutkan langkah tiga bersaudara (Martin Sunu Susatyo, Berto Saksono Jati, dan Theresia Alit Widyasari) untuk menjajal bisnis distro. Lewat bisnis distro, usaha ketiga anak muda ini kemudian berkembang pesat hingga merambah bisnis kuliner.?

Bagi anak-anak muda Jakarta, “Bloop” dan “Endorse” bukanlah nama-nama yang asing. Sejak booming era distro—singkatan dari distribution store atau distribution outlet—(toko yang menjual barang-barang fasion dan aksesori) di tahun 2003 hingga 2005, Bloop dan Endorse merupakan dua dari distro yang paling banyak dikunjungi anak-anak muda Jakarta. Bahkan, artis dan selebriti pun ikut dalam antrian panjang saat peak season di toko ini.

Sang pemilik, Martin Sunu Susatyo, bercerita mengenai perjuangan dia bersama kedua saudaranya dalam mulai berwirausaha. Mulai dari berdagang martabak, jualan daging sapi, hingga menjadi distributor rokok sempat dilakoni. Namun, lewat usaha distro ini (Bloop – Endorse), usaha mereka mulai menapakkan hasil yang menggembirakan.

Memilih lokasi Tebet sebagai tempat awal usahanya, Martin mengatakan bahwa lokasi distro ini sangat strategis, karena mudah dijangkau masyarakat dari berbagai arah. Dituturkan dia, dengan bermodal awal Rp 28 juta, mulanya semua barang di distro Bloop (yang merupakan distro pertama) cuma titipan dari penyuplai.

“Buka pertama kali 1 Oktober 2003, omzet awal cuma Rp 5.000. Hari kedua omzetnya sudah ratusan ribu rupiah. Perkembangannya cepat sekali. Bahkan setelah hari Lebaran, toko langsung ramai pengunjung,” tutur Martin yang berbicara mewakili adik-adiknya.

Nama “Bloop” diambil dari penanda adanya kehidupan di dalam air. Setelah nama Bloop kian berkembang, Martin bersama adik-adiknya membuat satu merek lagi untuk meramaikan pasar. Namanya “Endorse”, yang ternyata mendapat sambutan bagus dari pasar. “Nama itu muncul karena dulu kita sering meng-endorse artis-artis dan pemain band. Endorse kan artinya men-support, mendukung,” kata Martin.

Nampaknya, keberuntungan selalu berpihak pada tiga bersaudara ini. Usaha distro kemudian berkembang ke bisnis kuliner dengan didirikannya “Burger DeJons” pada tahun 2003, dan “Bebek Ginyo” yang buka pertama kali di tahun 2007. Lokasinya pun tak jauh dari tempat distro Bloop dan Endorse.

Menurut Martin, bisnis ini dijalankan karena kecintaannya pada produk lokal, agar produk-produk ini jadi tuan rumah di negeri sendiri. Menurut dia, produk lokal tidak kalah dengan merek dari luar. “Karena memang bahan-bahan yang kita pakai juga tidak berbeda dengan produk luar. Jadi, kualitasnya bisa bersaing,” ujar Martin.

Untuk distro, segmen yang dibidik adalah remaja hingga dewasa, mulai dari SMP, SMA, hingga yang kuliah. Namun demikian, sekarang sudah mulai banyak pekerja kantor yang datang untuk mencari baju-baju kantor, atau kemeja, dan juga jaket. Sementara, restoran Bebek Ginyo berkonsep prasmanan dengan menu utama bebek. Namun, tersedia juga menu-menu lain khas Jawa Tengah. “Maklumlah, asal keluarga kita dari Jawa,” kata dia.

Di kalangan distro, Bloop dan Endorse saat ini telah menjadi trendsetter. “Produk kita jadi tujuan anak-anak muda pecinta fasion,” Martin bertutur. Ia lalu mengungkapkan bahwa bersama temen-teman pemilik distro, ia juga mendirikan komunitas ASICC (Association Indonesian Clothing Community).

Dalam hal strategi pemasaran, Martin bersaudara melakukannya lewat berbagai media, seperti iklan di radio maupun di majalah, juga di media jejaring sosial—seperti Facebook dan Twitter—yang sedang tren di kalangan anak-anak muda. Bahkan, diungkapkan Martin, pihaknya pernah membuat undian nonton konser penyanyi asal Inggris, Robbie Wiliams, di luar negeri (pada waktu itu di Bangkok). “Selain itu, kita juga mensponsori wardrobe artis-artis band ternama di Indonesia,” jelasnya.

Walau tren fasion berkiblat ke Barat atau Jepang, Bloop – Endorse tetap berusaha untuk menciptakan tren juga. “Kita punya tim R&D dan marketing yang setiap hari browsing di internet. Kita tidak berhenti inovasi,” ungkap Martin lagi.

Dalam hal harga, nilai yang ditawarkan pun cukup terjangkau. Untuk aksesori, dijual mulai Rp 5.000-an, sementara untuk t-shirt, harganya dipatok mulai Rp 80 ribuan, dan jaket Rp 200 ribuan. Harga termahal adalah Rp 300 ribuan, di antaranya jenis sepatu dan jaket. Ada juga program diskon, biasanya diadakan setahun dua kali, yaitu menjelang Lebaran dan liburan sekolah.

Bloop – Endorse menyediakan semua jenis barang fasion, mulai dari topi, kemeja, jaket, kaus, celana, dompet, ikat pinggang, tas, jins, sepatu, sampai beragam aksesori, mulai dari kalung sampai gelang. Sekitar 300 item dalam sehari laku terjual dengan nilai barang rata-rata Rp 100 ribuan. “Itu untuk bulan biasa. Kalau untuk peak season, seperti hari Lebaran, bisa tiga kalinya,” ungkap Martin. Ia pun mengatakan bahwa permintaan pasar untuk produk distro masih cukup besar, walau tak dipungkiri, masuknya barang-barang dari luar negeri akibat AFTA cukup berpengaruh juga terhadap penjualan.

Dijelaskan, selama tujuh tahun berbisnis distro, persaingan pasar cukup ketat. Tapi, para pemilik distro di sekitar tempat ini berusaha menjaga agar jangan sampai barang-barang yang dijual jenisnya sama semua (homogen).

Martin tidak menganggap teman-teman pemilik distro lain sebagai pesaing. Malah yang dianggap sebagai pesaing adalah produk-produk dari luar (impor). “Jadi, kita lawan produk impor supaya kita sama-sama maju semua,” katanya lagi.

Menurut dia, yang membedakan Bloop – Endorse dengan distro lain adalah segi karakter desain dan kualitas. Saat ini, bisnis Martin bersaudara semakin berkembang dengan dibukanya distro baru bernama “Urbie” yang terletak di kawasan Jatiwaringin, Bekasi. Toko ini juga berfungsi sebagai kantor dan tempat produksi, serta penyuplai barang ke tiga toko yang dimiliki (Bloop, Endorse, dan Urbie). Jumlah karyawan saat ini telah mencapai 120 orang, setiap toko mempekerjakan sekitar 20 orang.

Mengenai kunci sukses usahanya ini, Martin mengungkapkan bahwa kerja tim harus benar-benar solid. Selain itu, kerja keras, kepercayaan, dan rajin inovasi juga sangat penting. “Di sini kita selalu mendoktrin karyawan bahwa di bisnis ini kita sama-sama belajar, sehingga bisa menciptakan usahawan-usahawan baru,” tandas Martin. (Harry Tanoso)

5 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.