Brand

Alim Markus dari Maspion Group sering muncul dalam iklan di media televisi dengan ciri khas tertentu. Iklannya cukup gencar dan bisa dipastikan brand awareness-nya akan cukup tinggi. Awalnya beliau mengemukakan manfaat-manfaat berbagai produknya, dan akhirnya iklan ditutup dengan mengatakan “Cintailah produk-produk Indonesia”. Pertanyaan saya adalah, mengapa menggunakan kata “produk” dan bukannya memakai kata “brand” atau “merek.” Mengapa beliau tidak mengatakan “Cintailah merek-merek Indonesia?” Apa bedanya antara produk dan brand? Mana yang lebih tepat digunakan, apa pengertian dan karakteristik dari ungkapan-ungkapan tersebut?

brand

Dalam dunia advertising, rata-rata konsumen dibombardir oleh iklan sebanyak 500–2.000 pesan tiap harinya. Kemudian, jumlah produk baru yang diluncurkan oleh berbagai perusahaan kebanyakan merupakan produk “me-too”. Hal ini akan menyulitkan konsumen untuk mengingat merek Anda. Brand Anda akan segera tenggelam dalam hiruk pikuknya barang yang sama dan bahkan menyeret beberapa produk turun derajatnya menjadi komoditi. Jika produk Anda sudah terjun bebas menjadi komoditi, maka bersiaplah untuk mulai menggunakan satu-satunya senjata yaitu “perang harga”. Philip Kotler menegaskan, ”The art of marketing is the art of brand building. If you are not a brand, you are a commodity. Then price is everything.” Sebaliknya, jika produk Anda bisa naik kelas menjadi “brand”, maka Anda punya kedudukan dan keunggulan yang jauh lebih fleksibel. Kalau begitu, apa karakteristik utama sebuah ”brand” dibandingkan dengan“produk“?

Pertama adalah “personification”. Merek merupakan perwujudan seorang manusia dari sebuah produk, layanan, budaya perusahaan, atau bahkan keseluruhan dari organisasi. Seperti tiap manusia, sebuah brand punya tubuh secara fisik, punya nama, kepribadian, karakter, dan sebuah reputasi. Sama dengan seorang manusia, Anda bisa menganggapnya sebagai teman karib, teman biasa, ataupun musuh besar Anda.

Bagaimana caranya? Sebuah brand harus matang dan terus mengubah keunggulan produknya untuk pasar yang terus berubah. Sedangkan karakter dan esensi utamanya harus tetap sama. Konsistensi dan integritas merupakan inti dari sebuah brand yang punya reputasi baik. BMW, LV, Nike, Coca-Cola bisa jadi merupakan teman tercinta Anda; sementara itu, P&G, Microsoft, dan Pampers mungkin hanya sekadar teman biasa. Ingat, konsumen Anda tidak membeli produk, mereka membeli personalities yang diasosiasikan dengan produk itu sendiri.

Kedua yaitu “logic + emotion”. Sebuah brand tidak saja mampu memenuhi kebutuhan rasio dari pelanggannya. Merek juga harus mampu memuaskan kebutuhan emosional konsumen. Itulah sebabnya branding is part science and part art. Brand tidak cukup punya keunggulan-keunggulan fungsional saja seperti produk. Keunggulan fungsional ini akan mudah ditiru oleh kompetitor dalam waktu yang sangat cepat. Sebaliknya, keunggulan emosional akan sulit untuk di-copy. Pada waktu asosiasi emosional tertentu dikuasai oleh satu merek, akan sulit sekali bagi kompetitor untuk mencurinya. Apple menguasai ideologi imagination, innovation, dan indivualism, sedangkan Virgin mendominasi personality, trust, timelessness, dan uniqueness. Richard Branson dari Virgin Group mengatakan, ”I am convinced that it is feelings-and feelings alone-that account for the success of the Virgin brand.” Keunggulan emosi akan menciptakan keunggulan brand.

Ketiga adalah “meaning”. Dalam dunia yang menjual barang yang identik dan tidak ada bedanya, maka sebuah produk bisa disebut sebagai brand jika dia mampu menanamkan  meaning atau makna yang berarti dalam pikiran pelanggannya yang ada di luar kemampuan fungsionalnya. Brand adalah perbedaan antara sebotol soda dan Coke, sebuah komputer dan iMac, secangkir kopi dan a cup of Starbucks, sebuah mobil dan Mercedes.

Membangun meaning dalam sebuah merek tidak lepas dari brand essence yang ada dalam jiwa sebuah brand. Brand essence ini dikomunikasikan lewat messages yang kuat, menarik, unggul, dan otentik yang memberitahu pasarnya; siapakah Anda, apa yang Anda pikirkan, dan mengapa Anda melakukan apa yang dikerjakan. Nestle mampu membangun makna lewat kampanye “Have a break, have a Kit-Kat” yang mampu menangkap imajinasi pelanggan dan merumuskan “time-out” di kehidupan konsumen. Nike lewat kampanye “Live for Greatness” membuat konsumen merasa bangga dengan dirinya sendiri. Identitas brand akan dibentuk dari brand meanings yang akhirnya akan menciptakan aktualisasi diri manusia.

Banyak perusahaan mengira ide-ide kreatif dan kampanye iklan dengan dana yang besar merupakan suatu usaha untuk membangun merek. Jika brand tidak memiliki tiga karakteristik di atas, maka iklan hanya akan membuat produk Anda mendapatkan brand awareness dengan manfaat fungsional yang mudah ditiru dan diungguli. Brand tidak dapat dibantah lagi merupakan konsep bisnis yang paling kuat yang pernah diciptakan. Brand juga dibangun dalam jangka waktu dekade dan bukan jangka pendek. Tujuan akhir membangun brand adalah mendapatkan loyalty, menetapkan harga yang premium, dan menumbuhkan penghasilan.

Dalam dunia yang serba mirip, brand membantu kita untuk memilih produk yang dibutuhkan berdasarkan pengalaman dan kepuasan kita secara holistik. Idris Mootee, CEO Idea Couture, mengatakan, ”Brand menambah fun, interest, menyediakan aspirasi dan mimpi-mimpi.” Itulah sebabnya seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang dia kenal dinamakan Nike, lalu ada lagi seorang anak laki berusia 8 tahun dinamai Ferrari, dan juga seorang gadis berusia 12 tahun dipanggil Hermes. Itulah kekuatan brand dengan tiga karakteristik utama yang membedakannya dari produk dan komoditi.

 

Budi P. Kartono

Marketing & Brand Consultant
Penulis buku Brand Genius
e-mail: budipurwantok@yahoo.com.au

MM.06.2017/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.