Butik Pembidik Orang “Gemuk”

Marketing.co.id – Rata-rata, tiap tahun industri fashion menyumbang 5,9% atau setara dengan Rp71,9 triliun. Itu artinya, industri ini telah menjadi kontributor terbesar dari 14 industri kreatif terhadap PDB Indonesia (produk domestik bruto) selama lima tahun terakhir

Sedangkan, devisa yang dihasilkan mencapai Rp50,3 triliun dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 54,5 %, atau setara dengan empat juta orang. Potensi dari industry fashion masih besar

Bahkan pemerintah menargetkan pencapaian kontribusi industri kreatif fashion tumbuh sebesar 10%-11% pada tahun 2025, mengingat produk fashion merupakan penyumbang nilai terbesar dalam ekspor di sektor industri kreatif Indonesia disepanjang 2010, yakni mencapai kisaran 72 miliar dollar. Nilai ekspor fashion tersebut sekitar 55% dari total nilai ekspor industri kreatif pada 2010 yang mencapai 131 miliar dollar.

Tak heran, merek-merek fashion luar negeri pun menginvasi tanah air dalam beberapa tahun terakhir. Sebut saja; Zara, Giorgio Armani, Versace, Prada, Bvlgari, Dolce & Gabbana dan lain-lain. Dengan jam terbang tinggi mereka, apakah tidak ada celah bagi pemain fashion local untuk berkompetisi?

Jawabnya, banyak. Asalkan pintar melihat peluang dan cepat menanggapi, laba pun akan didulang. seperti, yang dicontohkan salah satu peritel fashion My Size. Butik yang mengincar segmen orang gemuk.

Dulu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa orang gemuk itu tidak bisa modis. Sekarang lain ceritanya. Apabila Anda ke pusat perbelanjaan atau butik-butik di kota besar,  berbagai model baju khusus orang gemuk sudah tersedia. Namun dari harga cenderung masih mahal, lagipula belum ada satu butik atau outlet yang secara khusus menjual busana khusus buat orang gemuk.

Peluang ini lantas dilirik oleh Francisca Subijanto dan adiknya, Susan Subijanto. Dengan membuka butik  My Size di tahun 2003. Butik ini menyediakan busana buat orang gemuk mulai dari ujung kaki sampai atas kepala.

“Awal nya, saya melihat diri sendiri yang susah sekali membeli baju. Padahal, saya termasuk orang yang simple dan ingin tampil stylish. Dari situ terbesit mengapa tidak membuka butik khusus saja untuk orang-orang yang keadaannya sama dengan saya”, jelas perempuan yang akrab dipanggil Cisca ini.

Singkat cerita, Sisca dan Susan membuka butik My Size pertama di ruko ITC Kuningan. Yang kebetulan milik orang tua mereka, sehingga modal awal yang dikeluarkan tidak terlalu besar, hanya Rp 50 juta untuk belanja pakaian. Model busana yang dijual pertama kali adalah kemeja. “Karena saat itu, sulit mencari tukang jahit yang mau membuat baju untuk orang gemuk,” ujar Cisca.

Kendalanya, meja potong yang digunakan harus panjang. Itu artinya perlu biaya tambahan bagi si penjahit. Namun belakangan, Cisca berhasil menggaet sejumlah penjahit yang mau menerima orderannya. Bahkan Ia juga menggandeng merek Yongky kolamadi untuk sepatu , pengrajin di daerah Garut dan Pekalongan untuk baju batik dan lain-lain.. Hanya dalam tempo setahun,Cisca mengaku sudah balik modal. Kini, butik My Size telah menggurita hingga 14 gerai.

Misi My Size ialah membuat orang gemuk tidak merasa gemuk dan tetap modis kemanapun mereka pergi. Seiring dengan meningkatnya permintaan, model pakaian pun ditambah.“Seminggu sekali kami merilis empat sampai lima model terbaru,”ungkap Cisca.

My Size boleh dibilang termasuk salah satu butik terlengkap khusus untuk orang gemuk sekarang. Varian busananya, mulai dari pakaian dalam, sampai busana dengan ukuran 8 L sampai 10 L.”Itu pun masih kurang. Karena banyak yang masih meminta di atas 10 L,” ungkap Sisca.

Awal-awal menjalankan bisnis, Cisca mengaku tidak pernah berpromosi. Nama My Size cepat merebak ditelinga konsumen hanya dari mulut ke mulut. Bisa jadi, lantaran segmen yang dituju  butik ini tergolong niche, tambahan kualitas busananya tidak kalah dengan gerai-gerai bermerek. Semisal Dabenhams, dan Mark&Spencer

Soal harga apalagi, lebih terjangkau. Rata-rata, hanya Rp 125 ribu- Rp 400 ribu per helai.  “Lebih rendah disbanding departemen store,” klaim Cisca. Harga yang berlaku disamaratakan untuk semua ukuran. Hal ini guna membantu pelanggan yang bertubuh ekstra besar dalam hal dana. Sehari, My Size bisa menjual 30 helai baju di setiap gerai.  Kalau akhir pekan malah sampai 50 helai. Adapun lokasi gerai yang cukup ramai diantaranya mal artha gading, Pejaten Village, dan mal Taman Anggrek.

Saat ini, My Size gencar menjalankan program membership. Total membernya sudah 4000-an sekarang,  dan itu aktif semua. Setahun sekali, selalu di update untuk menjaga kualitas member, dengan cara mematok syarat belanja minimal Rp 300 ribu untuk memperpanjang keanggotaan, sedang untuk member baru, syaratnya harus belanja sejumlah Rp 500 ribu. Setiap member akan dibekali kartu membership. Adapun manfaat yang bakal diperoleh; mendapat aneka diskon, dan diikutertakan ke berbagai program kegiatan My Size.

Kebetulan, My Size mendapat dukungan dari komunitas Xtra L Community. Yaitu, wadah untuk orang-orang yang mempunyai ukuran tubuh Xtra-L untuk saling support. Komunitas ini didirikan tepat di hari Valentine  2007 oleh Ririe Bogar, dibantu dua orang temannya, yaitu Lulu Lustanti dan Ita Sugito.

Cisca mengungkapkan, pihaknya kerap menggelar fashion show bersama Xtra L Community. Bukan hanya itu, My Size juga rutin mengadakan kontes fashion show terbaik, para pemenangnya akan menjadi model calendar tahunan My Size. Peserta kontesnya berasal dari pelanggan My Size sendiri.

Strategi My Size selanjutnya dalam menggenjot penjualan ialah membuka toko online www,mysizestore.com. Meski baru dua tahun, penjualannya sudah mencetak angka 250 helai per bulan. Mayoritas pelanggan berasal dari Jayapura dan Kalimantan. “Sekali pesan, mereka bisa belasan sampai puluhan baju,” ungkap Cisca. Untuk kontribusi terhadap penjualan, Ia menjelaskan, memang masih belum besar, lantaran minat orang Indonesia dalam mebeli pakaian lebih cenderung mencoba langsung. Toko online diluncurkan untuk menjangkau pelanggan yang ada di daerah-daerah.

Tantangan yang dihadapi My Size sekarang adalah mencari model busana yang sedang in. “Sering kali saya merasa kesulitan memikirkan model apa lagi yang kira-kira bisa diterima pelanggan,” jelas dia. Untuk mengatasi hal ini, ia mengaku, sering mencari referensi dari majalah fesyen dan travelling ke beberapa pusat perbelanjaan.

Selain itu tantangan lain ialah menghadapi serangan komeptitor yang akhir-akhir ini sudah bermunculan. “Mulai dari segmen yang dituju, program marketing sampai jenis pakaian hampir semua sama,” ungkap Sisca tanpa mau menyebutkan kompetitor yang dimaksud. Namun baginya, ini tetap layak disyukuri karena kehadiran kompetitor, akan memacu My Size untuk semakin kreatif dan inovatif lagi ke depan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.