Ciri-Ciri CEO Inovatif

Marketing.co.id – Bapak manajemen modern, Peter Drucker, pernah menyatakan bahwa ada dua, dan hanya ada dua fungsi utama dari semua bisnis, yaitu pemasaran (bagaimana perusahaan mendapatkan segmen pasar yang mau menerima penawaran perusahaan) dan inovasi (bagaimana perusahaan selalu dinamis mengadaptasi penawarannya agar tetap relevan dengan kondisi pasar). Dengan demikian, jika pada hari ini suatu perusahaan berhasil mengidentifikasi segmen pasar yang tepat bagi produknya sehingga mendapatkan laba dari kegiatan pemasarannya, hal yang sama belum tentu akan dapat dipertahankan pada esok, lusa, atau di masa depan, jika perusahaan tersebut tidak melakukan inovasi.

CEO adalah pimpinan puncak perusahaan yang diharapkan menjadi lokomotif bagi penciptaan inovasi perusahaan. Untuk dapat menjadi lokomotif inovasi, seorang CEO tentunya juga harus memiliki DNA sebagai inovator. Bagaimana dia dapat mengawal proses inovasi jika secara karakter, dia tidak suka terhadap perubahan dan malahan cenderung menikmati status quo. Dari hasil penelitian selama enam tahun terhadap 25 CEO dan tokoh inovasi, 3.000 manajer puncak, dan 500 penemu produk baru, yang hasilnya dimuat di Harvard Business Review, Dyer, Gregersen, dan Christensen menemukan bahwa memang tidak semua CEO adalah inovator. Banyak CEO yang merasa bahwa kewajiban mereka adalah sebatas menyediakan fasilitas dan sistem sebagai enabler bagi terjadinya inovasi. Mereka mendelegasikan inovasi kepada para manajer dan stafnya.

Para CEO ini tidak berkontribusi langsung dalam proses penciptaan ide sebagai dasar inovasi. Sebaliknya, sebagian kecil perusahaan (15%) dalam sampel penelitian Dyer dan kawan-kawannya, memiliki CEO yang dapat dikategorikan sebagai inovator. Mereka tidak mendelegasikan proses penciptaan ide kepada orang lain. Dengan kata lain, mereka sendiri yang menjadi gudang ide-ide baru yang nantinya menjadi cikal bakal inovasi. Almarhum Steve Jobs tentunya termasuk golongan CEO yang seperti ini. Contoh lainnya adalah Herb Kelleher (Southwest Airlines), Pierre Omidyar (eBay), Michael Dell (Dell Computer), A.G. Lafley (P&G), dan beberapa tokoh lainnya.

Apa ciri utama dari para inovator ini? Mereka memiliki inteligensia tinggi dalam hal kreativitas (creative intelligence). Inteligensia ini memadukan kekuatan otak kiri dan otak kanan sehingga ide yang dikeluarkan tetap orisinal, tetapi pada saat yang sama juga tetap realistis. Dalam buku The Opposable Mind, Roger Martin—dia adalah Dekan Rothman Business School—menyatakan bahwa seorang inovator memiliki kapasitas di kepalanya untuk menampung dua ide yang sangat berseberangan (two diametrically opposing ideas). Mereka tidak takut untuk kelihatan “aneh” dengan ide-idenya, karena mereka sadar sepenuhnya bahwa inovasi yang radikal harus memiliki elemen kebaruan (novelty) dan juga unsur kejutan (surprise). Di samping inteligensia kreatif yang tinggi, para inovator ini ternyata memiliki lima keahlian khusus yang unik, yang membedakan mereka dari para manajer atau CEO yang lain. Keahlian pertama adalah kemampuan membuat asosiasi. Kemampuan ini berguna untuk menghubung-hubungkan hal yang tampaknya tidak berkait, menjadi saling berkait. Konon, ide-ide brilian mendiang Steve Jobs muncul dari obsesi dan ketertarikannya pada seni kaligrafi, aliran meditasi, dan kemewahan mobil Mercedes Benz. Ketiga hal yang tampaknya tidak berkaitan, tapi di dalam otak seorang Jobs, ketiga hal tersebut bercampur dan kemudian menelurkan ide-ide inovatif dalam produk yang diluncurkan Apple.

Keahlian kedua adalah kemampuan bertanya kritis. Drucker menyatakan bahwa hal yang sulit bukanlah menemukan jawaban yang tepat, tetapi menemukan pertanyaan yang tepat. Pertanyaan yang tepat sifatnya provokatif, menolak status quo, dan menjangkau masa depan. Para CEO inovatif selalu bertanya apakah ada cara baru dalam membuat produk, teknologi baru untuk melakukan distribusi, pasar baru yang belum tercipta, mengapa kita melakukannya seperti ini, pihak mana yang harusnya diajak kerja sama, dan banyak lagi pertanyaan mendasar lainnya. Omidyar (pendiri eBay) mengatakan bahwa di masa sekolahnya dia cenderung tidak disukai guru dan teman sekelasnya, karena dia selalu aktif bertanya dengan kritis, sehingga dia dianggap “memojokkan” guru dan teman sekelasnya.

Keahlian ketiga dan keempat adalah kemampuan mengobservasi lingkungan dan kemampuan melakukan eksperimen. Para CEO inovatif selalu mengamati apa yang terjadi di lapangan dan di kehidupan sehari-hari, kemudian bereksperimen untuk melihat kemungkinan-kemungkinan. Dari observasi dan eksperimen ini muncul ide-ide untuk melakukan sesuatu yang baru untuk memenuhi kebutuhan di lapangan atau membantu orang menjalankan tugasnya sehari-hari.

Keahlian yang kelima adalah kemampuan membuat jejaring (networking). CEO inovatif aktif bertemu dengan orang-orang di luar perusahaan dan bahkan di luar industrinya. Dari hasil interaksi dengan berbagai kalangan ini, akan muncul ide-ide kreatif yang bisa jadi tidak terpikirkan jika mereka hanya nyaman bergaul dengan orang di dalam perusahaan atau hanya para pelaku di industri yang sejenis. Michael Lazaridis (Research in Motion) mendapatkan ide untuk menciptakan BlackBerry ketika menghadiri seminar sistem transfer data nirkabel untuk mesin vending milik Coca Cola.

Setelah mengetahui pentingnya peranan CEO dalam inovasi, kita tentunya berharap para CEO di Indonesia—khususnya perusahaan nasional dan BUMN—dapat menjadi lokomotif inovasi di perusahaannya masing-masing. Jika dunia di belahan Barat saja—yang masyarakatnya lebih ekspresif dan terbuka terhadap hal-hal baru dan power distance yang relatif rendah—tetap membutuhkan peranan CEO yang inovatif, apalagi perusahaan di Indonesia dengan budaya yang lebih patriarkis, power distance yang tinggi, dan masyarakatnya membutuhkan figur panutan (role model). Kebutuhan terhadap CEO inovatif di perusahaan Indonesia menjadi sangat relevan.

Asnan Furinto
Marketing Scientist

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.