CV Handayani Cemerlang: Terpicu oleh Fenomena Urbanisasi

Marketing.co.id – Selama ini dalam berbisnis, keuntungan besarlah yang menjadi tujuan utama. Namun, tidak demikian dengan CV Handayani Cemerlang. Bukan profit yang menjadi fokus utama perusahaan ini, melainkan bagaimana bisa sukses bersama-sama dengan orang-orang yang dibina usahanya. Seperti apa model bisnis ini dikembangkan?

“Tujuan berbisnis itu tidak sekadar mengejar keuntungan, namun bagaimana Anda mampu menyejahterakan orang-orang di sekitar,” kata-kata tersebut meluncur bebas dari seorang pemuda bernama Adhita Sri Prabakusuma, salah satu perintis CV Handayani Cemerlang. Sebuah social enterprise yang membidangi usaha perikanan dan industri kreatif.

Latar belakang berdirinya perusahaan ini dimulai ketika Fitria Nuraini Sekarsih (yang menjabat sebagai direktur utama), bersama dengan Adhita (wakil direktur utama) dan teman-temannya prihatin akan fenomena urbanisasi. Menurut Adhita, urbanisasi menyebabkan dinamika perekonomian desa menjadi seret karena angkatan kerja yang masih muda lebih memilih pergi ke kota.

“Jika hal ini terus terjadi, lapangan pekerjaan di kota semakin berkurang dan selalu ketat diperebutkan, kemudian roda perekonomian di desa juga menjadi sulit berkembang,” tandasnya.

Dijiwai dengan Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian), ia bersama teman-temannya bertekad mengentaskan persoalan ini dengan memulai langkah, mengumpulkan para sarjana terbaik Universitas Gadjah Mada.

Dari situ, tercetuslah gagasan untuk membuka lapangan pekerjaan prospektif bagi masyarakat di desa dan menggerakkan roda perekonomian agar lebih dinamis. Gagasan ini terwujud melalui pendirian social enterprise CV Handayani Cemerlang pada tahun 2012 ini.

“Handayani” diambil dari jargon Kabupaten Gunungkidul, “Gunungkidul Handayani”, daerah tempat didirikannya social enterprise ini. “Handayani” diambil dari bahasa Jawa, dalam bahasa Indonesia “Handayani” diartikan “membuat semakin berdaya.”

Gunungkidul menjadi latar utama dari social enterprise ini, lantaran image yang terbentuk di masyarakat luar bahwa Gunungkidul merupakan daerah yang kering, tandus, miskin, dan tidak prospektif untuk dikembangkan. Social enterprise yang dikembangkan ini merupakan bentuk antitesis dari pandangan-pandangan tersebut.

“Kami berusaha menggali potensi lokal di Gunungkidul berdasarkan kajian keilmuan yang kami dapatkan saat kuliah di UGM dulu, kemudian berusaha mengembangkan potensi-potensi yang ada tersebut,” terang Adhita.

Ia bercerita, semangatnya terinspirasi pada sosok B.J. Habibie, ketika ingin mengembangkan industri pesawat terbang di Indonesia, saat itu Tanah Air  masih menjadi salah satu negara berkembang yang belum sekaya negara-negara produsen pesawat terbang yang lain.

Namun akhirnya, pada 10 Agustus 1995, Indonesia berhasil membuat seluruh mata di dunia tercengang karena melihat salah satu pesawat tercanggih di zamannya, N-250 Gatotkaca, berhasil terbang di atas dirgantara Nusantara.

Menurut Adhita, keuntungan model usaha social enterprise adalah lebih mudah untuk mendapatkan mitra supplier yang prospektif, beban produksi dapat dibagi ke banyak kelompok masyarakat (plasma), perusahaan tidak terlalu terbebani dengan target produksi internal yang sangat menekan, serta beban upah tenaga kerja bulanan menjadi semakin ringan karena adanya konsep profit sharing dengan plasma.

Model social enterprise yang selama ini dijalankan di CV Handayani Cemerlang berakar pada pembangunan jejaring industri perikanan lahan kering di Gunungkidul dari hulu ke hilir. Perusahaan berkomitmen untuk membentuk jaringan bisnis dan pembinaan teknis produksi untuk para mitra binaan.

“Kami membina plasma-plasma kelompok masyarakat di Gunungkidul untuk melakukan aktivitas produktif, antara lain membina plasma pembenihan ikan, plasma budi daya ikan, plasma pengolah hasil perikanan, serta plasma pembuat pakan ikan alternatif nonpabrikan,” jelasnya.

Pembinaan tersebut meliputi teknis produksi, permodalan, quality control, perencanaan produksi, serta penguatan kelembagaan kelompok usaha. Plasma yang dipilih adalah plasma yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya di bidang yang akan dijadikan divisi social enterprise tersebut, beranggotakan orang-orang yang tekun, disiplin, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya.

Sebelum melakukan penunjukan plasma, pihak CV Handayani Cemerlang melakukan intensive assessment terlebih dahulu. Bila sesuai kualifikasi, maka diadakan kesepakatan membuat komitmen kerja sama. Setelah terbentuk plasma, dilakukan aktivitas produksi sesuai kebutuhan dan standar pasar yang ada.

Dalam hal ini, perencana produksi, pemberi modal, pengawas produksi, dan penjamin pasar dipilih dari CV Handayani Cemerlang. Selanjutnya, pasca produk selesai dibuat (berupa benih ikan bermutu, ikan konsumsi, aneka makanan olahan ikan, dan pakan ikan alternatif), perusahaan akan membeli langsung produk tersebut dari masyarakat, atau menjaminkan pemasarannya.

“Dengan adanya pola ini, masyarakat akan lebih terbina dalam teknis produksi dan pasar komoditas menjadi lebih terjamin. Di sisi lain, perusahaan pun lebih terbantu dengan adanya sokongan suplai barang bermutu yang diproduksi masyarakat plasma,” ujarnya.

Saat ini, total plasma produksi binaan dan mitra supplier binaan untuk semua cabang usaha tercatat ada 12 unit yang berasal dari berbagai kelompok masyarakat di berbagai kecamatan dan lintas kabupaten.

Hasil penjualan yang ada sebelum dinikmati bersama dipangkas oleh komponen biaya produksi. Setelah didapatkan laba bersih, dilakukan pembagian keuntungan dengan masyarakat plasma. Besarnya nisbah pembagian laba bersama sesuai negosiasi dengan masyarakat plasma yang dihitung dari besarnya kontribusi tiap pihak antara plasma dan inti plasma.

Nisbah yang selama ini ditetapkan antara lain ada yang 50:50 (jika kontribusi antara kedua belah pihak terhitung seimbang), 60:40 (jika kontribusi dari inti plasma lebih besar), dan ada yang menerapkan model beli tunai dari masyarakat plasma, kemudian produk tersebut dijual lagi ke pasar yang lebih besar.

Untuk saat ini, omzet yang dihasilkan masyarakat plasma dan mitra yang terbina mulai dari Rp1 juta–Rp3 juta per bulan (tergantung kapasitas dari plasma dan mitranya). Berbentuk social enterprise bukan berarti tanpa strategi marketing, setiap produk mendapat penanganan pola pemasaran yang spesifik.

Untuk benih ikan, penjualan dilakukan langsung ke petani mitra dan umumnya setiap bulan habis untuk memenuhi kebutuhan lokal di Gunungkidul. Untuk ikan konsumsi, penjualannya langsung kepada pengepul dan tempat-tempat pemancingan. Jadi, pada H-3 sebelum panen biasanya sudah di-booking oleh calon pembeli.

Untuk pakan ikan alternatif, selama ini dibeli langsung oleh petani mitra di wilayah sekitar lokasi usaha. Sementara produk olahan ikan (seperti abon lele, abon tuna, kerupuk lele, krispi wader, krispi rumput laut, krispi ikan laut, nugget tuna, tempura tuna, dan bakso tuna) umumnya habis dipesan secara online melalui www.bisnisukm.com/@cv-handayani-cemerlang dan Facebook www.facebook.com/adhita.sriprabakusuma.

Sejauh ini wilayah distribusi produknya meliputi tempat wisata Gua Pindul Gunungkidul, Yogyakarta, Magelang, Solo, Bantul, Sleman, Tangerang, Banda Aceh, Malang, Jakarta, Jambi, Lombok Timur, Hibarigaoka-Jepang, dan Taipei. Pasar modern belum tergarap pada fase awal ini, dan akan segera dieksekusi pasca Ramadhan 1433 H.

Market yang disasar tiap produk berbeda. Misalnya market benih ikan adalah petani ikan lokal di Gunungkidul, market produk ikan konsumsi adalah pengepul besar dan pemancingan, market produk pakan ikan alternatif adalah petani ikan lokal. Yang mempunyai market yang paling luas adalah produk makanan olahan ikan. Market-nya mulai dari ibu rumah tangga, anak-anak, hingga masyarakat ekonomi menengah ke atas di semua rentang usia.

Komunikasi yang selama ini digencarkan ialah melalui saluran online, seperti www.bisnisukm.com/@cv-handayani-cemerlang,  www.kedai_olahan_ikan.tokobagus.com/,Facebook, dan www.dekranasdagk.com/. Khusus untuk produk kerajinan, selain komunikasi di dunia maya, perusahaan ini juga melakukan komunikasi sosial langsung ke masyarakat yang menjadi plasma dan mitra usaha.

Branding pada tiap-tiap produk yang diproduksi berbeda-beda sesuai pangsa pasarnya. Tetapi, secara keseluruhan mengangkat branding “Khas Gunungkidul” seperti “Abon Tuna Bu Hirto Khas Gunungkidul”, “Abon Lele Khas Gunungkidul”, “Gula Jahe Khas Gunungkidul”. Branding “Khas Gunungkidul” digunakan untuk mengangkat produk-produk lokal berkualitas di Gunungkidul.

Adhita mengungkapkan, meski perusahaannya memiliki misi yang baik dalam rangka membantu perekonomian desa, tantangan yang dihadapi juga cukup kencang. Antara lain, menjaga kepercayaan plasma dan mitra, kondisi alam dan medan daerah Gunungkidul yang ekstrem, kesolidan tim, terus menjamin stabilnya pasar komoditas, tantangan untuk meningkatkan kapasitas produksi, pengembangan jaringan pemasaran, hingga peningkatan kapasitas permodalan.

“Kami menyadari bahwa social business kami saat ini masih start up. Jadi, ya masih banyak pembenahan di sana-sini. Akan tetapi, kami percaya bahwa model bisnis ini akan memiliki prospek yang cerah di masa depan. Prinsip kami, ‘Jika hendak menjadi pandai, maka buatlah orang lain menjadi pandai’ dan ‘Jika hendak menjadi kaya, maka buatlah orang lain menjadi kaya’,” ujarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.