[DATA] Indeks Manufaktur Indonesia Tertinggi ke-2 di Asean

Marketing.co.id – Berita Marketing | Pandemi Covid-19 sempat meremukkan dunia industri Indonesia, tak terkecuali industri manufaktur. Namun, tiga bulan terakhir, kegiatan manufaktur perlahan pulih, tercermin dari membaiknya Purchasing Managers’ Index (PMI), atau yang juga awam disebut sebagai Indeks Manufaktur.

Baca Juga: 5 Tren Industri Manufaktur dan Keterampilan Paling Banyak Dicari Perusahaan

Riset Lifepal.co.id menganalisis bagaimana pemulihan PMI Indonesia apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Purchasing Managers’ Index (PMI) merupakan suatu indikator utama bagi kegiatan perekonomian suatu negara yang dibuat melalui suatu tahapan survei terhadap para purchasing manager di berbagai sektor bisnis yang ada. Angka PMI ini mengindikasikan seberapa optimis pelaku sektor bisnis terhadap kondisi perekonomian ke depan.

Data PMI didasarkan pada survei bulanan dari perusahaan yang dipilih. Data ini menyajikan indikasi lanjutan tentang apa yang sedang terjadi pada ekonomi sektor swasta dengan melacak variabel seperti, output, permintaan baru, tingkat stok, ketenagakerjaan, dan harga lintas sektor pabrik, konstruksi, eceran, dan jasa.

Baca Juga: Hidup Bersama Covid-19

Dalam Purchasing Managers Index, angka yang dimungkinkan keluar berkisar dari angka 0 hingga 100:

  • Jika PMI dirilis dengan angka > 50, maka sektor bisnis tersebut mengalami perkembangan (ekspansi). Semakin tinggi angka indeks PMI maka semakin besar pula perkembangan yang dialami.
  • Jika PMI dirilis dengan angka = 50, maka sektor bisnis tersebut mengalami stagnasi (tidak ada perkembangan).

Jika PMI dirilis dengan angka < 50, maka sektor bisnis tersebut mengalami penurunan (kontraksi).

Grafik di atas memperlihatkan bahwa pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial hingga lockdown di negara-negara Asean memengaruhi pergerakan Purchasing Managers Index. Terlihat ketika pandemi yang booming di bulan Maret disusul lockdown yang diberlakukan di banyak negara Asean hingga PSBB di Indonesia mengakibatkan Purchasing Managers Index mulai turun di bulan Maret. Tiap negara mencapai PMI terendah pada bulan April.

Selepas April, PMI semua negara kembali pulih. Hingga Agustus 2020, Myanmar adalah yang pemulihannya paling tinggi, disusul Indonesia di urutan ke-2. Vietnam sendiri, yang sempat nyaris tak tersentuh Covid-19, akhirnya baru memberlakukan lockdown pada akhir Juli 2020. Hingga Agustus, PMI Vietnam adalah yang terendah di antara 7 negara Asean.

Baca Juga: Puluhan Investor China Siap Relokasi Pabrik ke Jawa Tengah

Berada di peringkat 2 pada bulan Agustus 2020, Purchasing Managers Index Indonesia berada pada level 50,80% yang artinya, jika PMI dirilis dengan angka > 50, maka sektor bisnis tersebut mengalami perkembangan (ekspansi).

Indonesia sendiri memiliki indeks serupa yang dinamakan Prompt Manufacturing Index yang disingkat menjadi PMI-BI, lantaran indeks manufaktur ini dikeluarkan Bank Indonesia.

Fungsinya pun serupa dengan PMI, PMI-BI memperlihatkan gambaran umum mengenai kondisi Sektor Industri Pengolahan saat ini dan perkiraan triwulan mendatang. PMI-BI merupakan indikator ekonomi yang mencerminkan keyakinan para manajer bisnis di sektor manufaktur.

PMI-BI merupakan indeks komposit yang diperoleh dari lima indeks yaitu volume pesanan barang input, volume produksi (output), ketenagakerjaan, waktu pengiriman dari pemasok, dan inventori.

Pembacaan nilai PMI sendiri bisa dikatakan sederhana. Nilai yang dijadikan acuan pada indeks ini adalah 50%. Contohnya jika nilai PMI Indonesia diatas 50, maka dapat dikatakan bahwa sektor manufaktur indonesia sedang mengalami ekspansi atau pertumbuhan. Sedangkan juga sebaliknya, jika nilai PMI Indonesia dibawah 50, maka dapat dikatakan bahwa sektor manufaktur di indonesia sedang mengalami kontraksi atau perlambatan.

Dari grafik pergerakan PMI-BI dan IHSG di atas, terlihat sejak Q1 2010 sampai Q3 2020, bahwa pergerakan IHSG dipengaruhi oleh PMI-BI. Pengaruh itu terlihat mencolok ketika pada Q1 2020 sampai Q3 2020 PMI Indonesia jatuh di bawah 50%, yang berarti dapat dikatakan bahwa sektor manufaktur di Indonesia sedang mengalami kontraksi.

Penurunan PMI yang terjadi saat ini dapat mengindikasikan bahwa tingkat permintaan konsumen yang melemah sebagai akibat dari pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) beberapa daerah termasuk DKI Jakarta.

Faktor lainya yang menyebabkan lesunya sektor manufaktur dalam negeri adalah kebijakan beberapa perusahaan untuk melakukan PHK terhadap sejumlah karyawan. Banyak implikasi juga yang timbul seperti penutupan pabrik, anjloknya permintaan yang mengakibatkan sektor manufaktur menjadi lesu secara pertumbuhan.

Nilai PMI Indonesia yang di bawah 50% pada Q1 2020 sampai Q3 2020, mendorong penurunan IHSG. Terlihat dari Q4 2019 sampai Q3 2020, terlihat penurunan IHSG sudah mencapai 19,71%. (***)

Marketing.co.id: Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.