Diferensiasi

www.marketing.co.id – Saya sering mendapat pertanyaan serupa dari para marketer. Apakah produk bagus dengan kualitas tinggi sudah cukup mengantarkan kita mejadi market leader? Sekali lagi jawaban harus dikontekskan dengan industri dan tingkat kompetisi yang dihadapi di industri kita. Sebelum pembahasan ke tingkat persaingan dalam industri, maka sebaiknya disadari dulu pengertian diferensiasi yang berbeda-beda antara satu pebisnis dengan pebisnis lainnya.

Banyak persepsi yang salah kaprah mengartikan diferensiasi dalam pemasaran sebagai keunikan produk. Bahkan, sebelum bicara keunikan produk, ada yang menganggap bahwa ”diferensiasi” tingkat pertama dan yang paling mudah dilakukan oleh marketer yang unsophisticated yakni menawarkan dengan ”harga lebih murah” adalah sebuah keunikan. Paradigma berpikir seperti ini memang diterapkan oleh marketer yang unsophisticated, yang bisanya hanya membuat barang dengan harga lebih murah.

Diferensiasi tahap kedua bicara soal produk yang berbeda. Sering kali marketer ngotot mencari cara membuat produk yang ”lebih baik”, yang lebih berkualitas. Bahkan, karena yakinnya produknya lebih berkualitas, maka dia begitu ngotot mencoba meyakinkan pasar bahwa produknya memang lebih berkualitas daripada pesaing. Adakah yang salah jika membangun diferensiasi dari sisi produk yang kita sendiri anggap lebih berkualitas dibandingkan produk pesaing?

Pasalnya, pasar sekarang bukan hanya butuh produk yang berkualitas dengan harga yang sesuai, tapi juga sudah butuh kesemuanya, yakni harga yang sesuai, dengan kualitas top, pelayanan dan pengalaman yang menyenangkan, serta  image yang kuat. Jika dipersamakan, maka pasar atau customer sekarang butuhnya ”value” yang berasal dari hasil hitungan kualitas dibagi harga. Jika tidak punya kemampuan meningkatkan kualitas, maka yang sering dipilih oleh pemasar adalah menurunkan harga. Ini cara memasarkan yang paling sederhana, sering dilakukan oleh Mom & Pop store yang tidak punya keahlian pemasaran.

Bagi marketer, diferensiasi bukanlah menyajikan sesuatu yang lebih baik, tetapi menyajikan sesuatu yang memang berbeda. “It’s better to be little bit different than to be little bit better”. It’s about perception, perception and perception. Yang mesti dibangun adalah persepsi “kualitas yang berbeda” tanpa harus mengeluarkan biaya lebih mahal dibandingkan pesaing, dan persepsi “better off” tanpa harus menurunkan harga lebih banyak dibanding pesaing. Apakah itu?

Kata kuncinya berbeda. Yang namanya beda begini: kalau saya ke kanan, Anda ke kiri. Kalau saya ke atas, Anda ke bawah.  Kalau saya ke laut, Anda ke gunung, nah ini yang namanya beda. Tetapi yang sering kita temui pemasar mengartikan diferensiasi sebagai lebih baik sedikit. Maka, kalau diterapkan dalam contoh tadi, kalau saya ke kanan dengan sepeda, Anda ke kanan dengan mobil, bukan ke kiri; kalau saya berlayar di laut dengan perahu, Anda berlayar di laut dengan kapal motor, bukan ke gunung. Alangkah sulitnya menjadi pelanggan yang harus membedakan mana yang lebih baik bagi mereka, ke kanan bersepeda atau bermobil? Berperahu layar atau berperahu motor?

Yang terjadi dengan hasil strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan Anda selama ini adalah upaya below the line (memaksa alam sadar pelanggan) untuk terus percaya bahwa kualitas produk Anda sedikit lebih baik dibandingkan pesaing dengan harga yang lebih murah. Penjualan memang terjadi, tetapi tanpa ekuitas merek. Yang optimal adalah penjualan terjadi karena adanya ekuitas merek. Keadaan yang Anda hadapi menjadi sangat labil. Karena penjualan saat ini tidak menjamin future cash flow yang sehat. Future cash flow yang sehat ditentukan oleh kesehatan dan ekuitas merek. Untuk membangun ekuitas merek mulailah beralih menggunakan strategi ke kanan dan ke kiri atau ke gunung dan ke laut. Berbeda-berbeda. Bangun persepsi yang berbeda sekaligus disaat bersamaan mereposisi pesaing. (Yuliana Agung, MBA.)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.