Digital Marketing = Jobless?

www.marketing.co.id – Empat bulan lalu ada sebuah judul artikel di internet, yang mungkin jangan pernah ditunjukkan kepada bos Anda: “P&G to Cut 1600 Staff after CEO Discovers Digital Media is Free”.

Ceritanya, Robert McDonald, CEO Procter & Gamble (P&G) dalam sebuah wawancara mengemukakan bahwa dalam dunia digital, sesuatu seperti Facebook, Google, dan lainnya, ternyata membuat return on investment dapat jauh lebih efisien. Sebagai contoh, dia mengemukakan bahwa salah satu kampanye digitalnya berhasil meraih 1,8 juta impresi secara gratis.

Menariknya, tak lama setelah wawancara tersebut, sang CFO, Jon Moeller, mengumumkan bahwa perusahaan akan memangkas 1.600 pekerjaan non manufacturing di P&G untuk mengurangi biaya. Termasuk di dalamnya pekerjaan sales dan marketing.

Wow, sebegitu besarnya kah dampak digital marketing terhadap pengangguran di sebuah negara?

P&G adalah perusahaan dengan marketing spending terbesar di dunia, dengan pengeluaran hampir US$ 10 miliar per tahun! Dalam dua tahun terakhir, perusahaan ini meningkatkan bujet sampai 24%, namun penjualan dalam periode yang sama ternyata hanya mencapai 6%. Angka 6% sudah merupakan angka yang bagus mengingat skala bisnis P&G. Namun, banyak yang mengatakan bahwa kenaikan ini ditunjang oleh kenaikan yang “tidak sehat” dari campaign budget.

Dengan “penemuan” dari McDonald bahwa media online itu gratis, P&G kemudian mencoba memangkas banyak hal, tidak hanya iklan di televisi yang menghabiskan banyak biaya produksi dan placement, tetapi juga berbagai pekerjaan yang terkait seperti marketing, sales, general, administration,dan juga in-store merchandising work. Pekerjaan terakhir ini tadinya didiami oleh 2.700 pekerja paruh waktu sebelum P&G menyerahkan semua pekerjaan ini kepada outsourcing company.

Digital marketing mendorong pergeseran perilaku para marketer dalam memandang media. Dahulu marketer menjadi pembeli pasif media, sekarang marketer memasuki era paid, owned and earned media, dimana marketer tidak hanya membayar paid media,tetapi juga bisa menciptakan sendiri media (owned media) lewat blog, microsite, danlain-lain. Jika menarik, konten Anda bisa mendorong konsumen untuk membagikan konten tersebut kepada orang lain melalui media sosial. Inilah yang disebut sebagai earned media.

Dengan paradigma baru ini pengeluaran paid media yang tadinya bisa mencapai100%, paling tidak bisa berkurang karena adanya owned media dan earned media yang kita investasikan. Namun, tentu saja semuanya itu tidak bisa seratus persen gratis. Bagaimanapun, untuk mendapatkan SEO yang baik dan punya pengaruh yang besar di media sosial membutuhkan waktu, tenaga, sumber daya, dan teknologi. Semuanya itu merupakan biaya, sekalipun nilainya tidak sebesar US$ 10 miliar. Old Spice Campaign yang dibanggakan oleh McDonald meraih 1,8 juta impression sebenarnya tidak gratis-gratis amat. Dia mengeluarkan biaya kampanye lewat televisi dan media cetak yang tidak sedikit sebagai kampanye pendukung.

Nah yang lebih penting bagi Anda,apakah digital marketing membuat Anda kehilangan pekerjaan? Digital marketing tidak akan mampu bekerja baik jika organisasi marketing dibabat habis. Yang jelas, struktur organisasi marketing memang perlu diubah.

Rebbeca Lieb dari Altimeter yang mengeluarkan report  jurnal: “Content: The New Marketing Equation” menyerukan pentingnya konten dalam digital marketing, dan ini mengimbas pada struktur organisasi.

Dalam digital marketing diperlukan infrastruktur organisasi yang mampu kreatif dalam menciptakan konten secara terus menerus. Dalam hal ini adalah sumberdaya internal yang mampu berperan dalam membuat dan mendukung konten marketing. Untuk itu Anda harus bisa masuk ke area dan keahlian baru. Juga sumber daya eksternal yang bisa mendukung kita dalam menyebarluaskan konten, termasuk para agency dan vendor di bidang teknologi.

Pekerjaan pengukuran (measurement) justru menjadi pekerjaan yang tidak akan habis, karena alat ukur di dunia digital marketing ini sangat banyak seperti: follower, like, fans, dan (yang pasti) data penjualan.

Terakhir, diperlukan perubahan dalam mindset dan pendekatan. Konten marketing bukan lagi pekerjaan 9 to 5 (masuk kerja pukul 9 pagi dan pulang pukul 5 sore). Menciptakan, mengontrol, dan memonitor konten justru ada di luar jam kerja. Itu berarti Anda harus sanggup begadang memelototi layar PC seperti para pemain saham. Kalau tidak tidur mengejar deadline untuk creative design dan placement rasanya sudah menjadi hal yang umum untuk para marketer. Tinggal bagaimana Anda kini harus terbiasa hidup didepan layar komputer. (Rahmat Susanta)

This article powered by eXo Digital Agency. eXo is a digital media agency serving local and international brands ranging from SME (small and medium enterprises) to multinational companies from various industries. We are an all-round agency with tremendous experience in digital activation, social media, search engine marketing, interactive game, web and software development.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.