Dilema Rumah Sakit: Apakah Teknologi Jawaban Tuntutan Kualitas Layanan Versus Tingginya Biaya Operasional?

Marketing.co.id – Berita Marketing | Bukanlah rahasia bahwa fasilitas kesehatan merupakan salah satu bagian bangunan rumah sakit yang menghabiskan energi paling besar karena harus beroperasi 24/7/365 dengan peraturan yang sangat ketat. Sekitar 50 hingga 60% biaya operasional rumah sakit berasal dari konsumsi energi.
Rumah sakit saat ini berada di bawah tekanan luar biasa untuk dapat tetap konsisten memberikan layanan terbaik di tengah-tengah pertumbuhan jumlah pasien dan alokasi anggaran yang kian menyusut. Tanggung jawab para staf semakin berat untuk menjaga performa fasilitas kesehatan sambil memastikan keamanan pasien dan kepatuhan terhadap peraturan.
Di Indonesia sendiri, kendala tidak hanya terjadi dari sisi konsumsi energi. Hampir seluruh rumah sakit yang berada di wilayah terpencil dihadapkan pada masalah besar pemadaman listrik yang dikarenakan kurangnya suplai di wilayah tersebut.
Hal ini tentunya akan berdampak terhadap kualitas layanan, keselamatan pasien dan menyebabkan rusaknya reputasi rumah sakit. Memiliki ketersediaan daya yang cukup di seluruh ruang termasuk ruang operasi, ICU dan kamar pasien menjadi fokus utama.
Umumnya, rumah sakit memiliki cadangan generator yang dapat memasok listrik pada saat padam, namum biasanya pergantiaan antara listrik utama dengan listrik dari generator membutuhkan waktu sehingga penting bagi rumah sakit memastikan kecukupan daya untuk ruangan-ruangan yang kritikal selama masa transisi tersebut.
Namun begitu, hingga saat ini belum banyak rumah sakit yang menaruh perhatian penuh pada meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan efektivitas pengelolaan energi sehingga banyak rumah sakit yang masih berada di jalur lambat ketika harus menerapkan teknologi baru yang dapat membantu mereka mencapai tujuan ini.
Sementara, Manajer Operasional membutuhkan akses cepat ke informasi infrastruktur untuk memastikan kenyamanan dan keamanan pasien, staf dan pengunjung. Namun sistem bangunan rumah sakit jauh lebih kompleks daripada di fasilitas jenis lainnya.
Seringkali personil rumah sakit bahkan tidak menyadari masalah sistem atau kegagalan fungsi sampai seseorang masuk di pergantian waktu kerja. Ini tidak hanya menunda waktu respon, tetapi juga membuat frustasi para staf operasional karena harus diburu-buru dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Banyak Manajer Operasional juga menyadari adanya pemborosan energi yang signifikan yang terjadi setiap hari di ruang pasien dan ruang operasi, tetapi mereka tidak berdaya untuk secara cermat dan manual menyesuaikan setiap area di dalam area gedung yang luas. Tidak cukup waktu dan tidak cukup personel untuk melakukan pengecekan setiap saat untuk memastikan suhu tidak terlalu tinggi dan lampu dimatikan di kamar yang tidak berpenghuni.
Jadi bagaimana Manajer Operasional rumah sakit dapat mengatasi tantangan ini? Jawabannya ada pada data yang sudah ada di depan mereka.
Mengoptimalkan data pasien dan gedung untuk penghematan dan kepuasan pasien
Sistem manajemen gedung (Building Management System disingkat BMS) diibaratkan seperti sistem pernapasan rumah sakit. Menghirup udara masuk dan keluar dari rumah sakit dan menyaring kontaminan yang dapat mengancam pasien, staf dan higienitas peralatan. BMS juga memberikan manfaat yang sangat besar karena dapat mengumpulkan data bangunan untuk mendeteksi ketidakefisienan dan memperingatkan staf operasional terhadap masalah peralatan.
Tetapi, BMS biasanya tidak dapat melakukan analisa terhadap komponen penting dari lingkungan rumah sakit – yaitu alur keluar masuknya pasien. Sistem penerimaan pasien, pengosongan ruangan dan pemindahan pasien (Admission, Discharge and Transfer disingkat ADT) merupakan sistem yang memonitor kedatangan dan kepergian pasien dan dapat digunakan oleh staf operasional untuk menciptakan peluang baru untuk melakukan penghematan energi, meningkatkan produktivitas staf dan kepuasan pasien.
Teknologi yang ada saat ini memungkinkan Manajer Operasional untuk memanfaatkan data jumlah okupansi ruangan yang belum digunakan secara maksimal. Kuncinya adalah berbagi informasi melalui Health Level-7 (HL7) interface untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keamanan layanan kesehatan internasional dan privasi pasien.
Dengan menggunakan HL7, staf operasional dapat menciptakan interoperabilitas antara BMS rumah sakit dan penjadwalan klinis, tata graha (housekeeping), dan sistem ADT. Sebagai contoh, a clinical optimization solution dapat berbagi status okupansi kamar pasien dan ruang operasi dengan BMS, yang dapat memberikan informasi kepada sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning) dan sistem pencahayaan ruangan untuk bekerja ketika ruangan akan digunakan dan berhenti ketika ruangan sudah tidak dipakai sehingga penghematan energi dapat dilakukan dengan tetap memastikan keamanan dan kepuasan pasien.
Sementara, UPS dan trafo isolasi berfungsi untuk memastikan ketersediaan energi. Jika terjadi kegagalan daya, sistem akan memicu suara alarm untuk segera mengingatkan staf perawat dan tim perawatan, dan sistem UPS secara otomatis akan menggantikan pasokan daya cadangan sementara ke ruangan-ruangan yang kritikal, memberikan cukup waktu untuk melaksanakan prosedur cadangan untuk pembangkit listrik alternatif.
Artikel ini ditulis dan dikirim oleh Xavier Denoly, Country President Indonesia Schneider Electric

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.