Direktur PT Kobe Boga Utama ini Sejak Belia Sudah Pimpin Perusahaan (1)

Marketing.co.id – Sempat diremehkan, wanita ini membuktikan mampu memimpin perusahaan. Mengaku ikut terlibat merumuskan strategi bisnis dan marketing, Desideria menilai emosi bisa dikelola untuk tujuan-tujuan positif.

Desideria Utomo mengambil alih pimpinan di PT Kobe Boga Utama saat usianya terbilang muda. Pada usia 20 tahun, dia ditinggal kedua orang tuanya untuk selamanya. Saat itu tahun 2001, dia dan adiknya Dipa Agung Utomo terpaksa mengambil alih pimpinan perusahaan.

Jadilah Desideria mengemban tugas ganda, yakni kuliah sekaligus memimpin operasional perusahaan. “Kami belajar menjalankan perusahaan ini, dan terus berusaha untuk tidak berhenti belajar sampai sekarang. Saya beruntung dianugerahi tim yang solid untuk mendukung saya dan adik saya memimpin perusahaan,” tutur Desideria yang diwawancarai di sela-sela sesi foto majalah MARKETING, beberapa waktu lalu.

kobe group, kobe, bumbu masak, bumbu racik, penyedap masakan, FMCG, industri, Desideria Utomo Direktur PT Kobe Boga Utama.
Desideria Utomo, Direktur PT Kobe Boga Utama. Foto: Majalah Marketing/Lialiliyanti

Ketika awal memimpin Kobe, ada nada sumbang yang meragukan kepemimpinannya. Maklum saja, usianya masih belia dan ia seorang wanita. Namun, dia tidak terlalu ambil pusing, karena lebih fokus memikirkan perusahaan sepeninggal kedua orang tuanya. “Saya hanya fokus bagaimana men-take over perusahaan. Kami dari kecil memang dididik untuk tidak terlalu mendengarkan omongan orang,” tutur Direktur PT Kobe Boga Utama ini.

Dia mengaku, sebagai wanita tidak banyak mengalami hambatan dan diskriminasi dalam memimpin perusahaan, karena kesetaraan gender sudah menjadi “norma baru” di era Indonesia modern. “Menurut saya, kewajiban kita sebagai wanita modern tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan dan kesetaraan yang sudah diperoleh. Karena ini merupakan hasil pengorbanan wanita-wanita terdahulu, salah satunya RA Kartini,” ujarnya.

Ada yang beranggapan wanita lebih mengedepankan sisi emosional dalam memimpin. Menjawab stereotipe ini, dia menegaskan pria dan wanita sama-sama emotional being. Yang penting aspek emosional di tempat kerja harus dikelola menjadi sesuatu yang positif dan dapat memberi nilai tambah bagi organisasi.

“Setiap interaksi yang kita lakukan di tempat kerja biasanya memiliki tujuan tertentu, biasanya menyelaraskan tujuan kerja atau menganalisis masalah dan mencari solusinya. Jadi, bagaimana aspek emosi itu bisa dikelola untuk membawa hasil atau nilai tambah tadi,” kilahnya.

Justru pemimpin wanita dalam kondisi tertentu punya keunggulan dibanding pria. Pemimpin wanita secara intuisi lebih bisa memahami posisi lawan bicara. “Dengan kemampuan yang lebih baik untuk mengerti posisi lawan bicara, sinergi lebih mudah untuk dibentuk di dalam perusahaan,” imbuhnya.

Hal lumrah bila terjadi silang pendapat di perusahaan. Inilah saatnya dia diuji untuk selalu bersikap objektif dan mendengar untuk mencari jalan tengah. Seorang pemimpin selain harus pandai mengutarakan pendapat dan posisinya, juga harus bisa memahami lawan bicara.

Soal kepemimpinan, Desideria menyukai gaya kepemimpinan kolaboratif. Hal ini penting dilakukan terutama untuk mendorong lahirnya ide-ide, pengetahuan praktis (know how), dan kemampuan mengeksekusi dalam timnya.

Menurut dia, karyawan andalan adalah mereka yang memiliki visi dan nilai-nilai yang selaras dengan yang dianut perusahaan. “Tim yang solid adalah tim yang menganut nilai-nilai sama, dan dengan kompetensi yang saling mengisi, sehingga membawa nilai tambah untuk perusahaan,” katanya.

Gaya kepemimpinan tersebut dibungkus dengan filosofi leading by example. Dia menekankan pentingnya nilai integrity, equality, humility, dan respect di dalam tim. Walaupun terdengar klise, itu menjadi penentu keberhasilan tim dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam pengambilan keputusan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.