E-Motion, Jeli Melihat Peluang

E-Motion Jeli Melihat Peluang Dalam dunia bisnis, inovasi tidak hanya dilakukan pada produk. Seluruh lini bisnis perlu berinovasi.

Kalau ada perusahaan yang bisnisnya begitu beragam, E-Motion Entertainment pastilah salah satunya. Mereka tidak saja bergerak di industri musik, tapi juga merambah ke rumah produksi, content provider, bahkan mereka juga pernah menjadi distributor resmi BlackBerry.

Menurut CEO E-Motion, Arnold J. Limasnax, tidak ada yang salah dengan semua itu. Justru itu termasuk dalam gerakan inovasi.

“Secara general, inovasi adalah sesuatu yang benar-benar baru, baik dalam segi produk, servis, atau apapun yang memberikan perbedaan ke arah yang lebih baik,” jelas Arnold saat ditemui di kantor E-Motion.

E-Motion Entertainment

Sesuai dengan namanya, Entertainment in Motion (E-Motion), perusahaan ini mengaku tidak mau berdiam diri pada satu bidang saja. Mereka mengambil banyak bidang lain, namun tetap terkonsentrasi pada dunia entertainment.

“Nama kita memang Entertainment in Motion, atau entertainment yang terus bergerak. Kita nggak mau dicap hanya sebagai music label, manejemen artis, production house, atau promotion concert saja. Kita mau nyoba semuanya. Tujuannya untuk terus berinovasi,” terang Arnold.

Bahkan, dunia entertainment yang kerap dekat dengan gaya hidup, membuat perusahaan yang didirikan pada tahun 2006 ini juga sempat mengambil peluang untuk menjadi distributor ponsel BlackBerry.

“Awalnya kami cuma membuat berbagai party yang mengubah image BlackBerry, dari business device menjadi lifestyle device. Setelah party-nya suskes, kami diminta untuk bantu jualan. Jadi, kenapa nggak kita coba ambil kesempatan tersebut,” ucap Arnold.

Tapi pada perjalanannya E-Motion memilih keluar dari bisnis ponsel. Alasannya sederhana, karena tidak sesuai dengan benang merahnya – bisnis entertainment – jadi agak sulit dalam pendistribusian.

Masalah Segmentasi

Arnold J. Limasnax, CEO E-Motion
Arnold J. Limasnax, CEO E-Motion

Mungkin beberapa dari kita ada yang beranggapan bahwa banyaknya bidang yang diambil oleh E-Motion akan membuat konsumen jadi bingung, karena tidak tersegmentasi. Namun, tidak demikian menurut Arnold.

“Bagi kami nggak masalah, asalkan punya fondasi dan benang merah yang kuat. Dan fondasi kita adalah entertainment,” jelas Arnold.

“Misalkan Anda mencoba bisnis jual-beli ayam, lalu menjadi penjual ayam potong, kemudian berternak ayam, setelah itu merambah bisnis restoran ayam goreng. Itu nggak masalah. Benang merahnya kan masih ayam,” begitu ia mencontohkan.

Tidak hanya itu, bahkan ekspansi seperti ini sangat disarankan oleh Arnold. Pasar yang kerap berubah, membuat para pengusaha harus pandai-pandai bergerak, ini dilakukan untuk memperkokoh eksistensi perusahaan.

Coba bayangkan bila Arnold tidak merambah ke content provider atau masuk ke ranah internet, tentu E-Motion tidak akan bertahan seperti sekarang ini, mengingat penjualan kaset dan CD sudah tidak semasif dulu.

“Sekarang toko kaset dan CD makin kecil dan mungkin nggak ada, pertanyaannya, bisnis industri musik mati nggak? Tidak, karena radio masih ada, YouTube semakin besar. Hanya satu yang membedakan, cara mereka beli yang berubah,” ujar Arnold.

“Dulu orang jualan CD/kaset lewat toko, lalu berkembang menjadi jualan musik ke pengguna mobile phone (RBT dan semacamnya). Sekarang, kita bisa jualan lewat YouTube, karena meski gratis, terkadang akan ada iklan yang masuk di depan video klip musik. Dan sebagian revenue stream dari YouTube tersebut buat kita,” paparnya.

Dasar Inovasi

Menurut Arnold, ada tiga pilar penting dalam berinovasi di dunia bisnis.

  1. Tidak harus jadi yang pertama

Terkadang kita terlalu ambil pusing dengan ide gila apa yang belum terpikirkan oleh orang lain. Keren memang, tapi kemudian malah kurang diminati karena masyarakat belum siap. Ujung-ujungnya malah kita sendiri yang stres.

“Tidak apa menjadi yang pertama, tapi nggak harus. Karena kita bisa memberi ide tambahan yang keren. Nggak usah mikir yang aneh-aneh, tapi cukup tambahkan hal-hal sederhana yang lebih bermanfaat. Itu bisa jadi sebuah inovasi,” jelasnya.

  1. Jeli melihat peluang

Pebisnis harus pandai melihat peluang yang ada, seperti apa yang sedang tren, apa yang sedang menjadi kebutuhan masyakat, dan lain sebagainya. Untuk itu, Anda harus mengenal banyak orang, membuka pikiran, dan melihat berbagai kesempatan yang bisa diambil.

“Misalnya ketika ada satu kebutuhan yang belum ada jawabannya, Anda bisa memberikan solusi. Ini juga termasuk inovasi,” ucap Arnold.

  1. Manfaatkan teknologi

Teknologi akan sangat berguna untuk inovasi marketing. Bagaimana tidak, perkembangannya selalu menimbulkan ketertarikan sendiri di masyarakat. Masih ingat kepopuleran merek-merek yang menggunakan Twitter untuk kampanye?

“Ketika mau promo film layar lebar yang baru, kita bisa bikin website, blog, yang kemudian digabungkan dengan berbagai aktivitas untuk promosi. Misalnya film komedi, Anda bisa membuat sebuah blog atau website yang kemudian meminta orang untuk berkontribusi mengirimkan kegiatan lucu di lingkungannya. Awalnya hanya itu, padahal ada niat lain, yakni promosi film komedi,” tuturnya.

Selain ketiga hal tersebut, Anda juga harus memiliki keinginan yang tidak terbatasi. Ini penting, karena percuma bila Anda jeli melihat peluang, namun Anda kerap membatasi diri Anda sendiri.

Inovasi itu bukan sekadar menjadi yang pertama, tapi bagaimana Anda bisa menyajikan sesuatu yang berbeda di saat yang tepat. Karena percuma berinovasi, jika publik masih belum bisa menerima inovasi Anda.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.