Edward Kilian Suwignyo: Kerja Keras dan Respect

Edward Kilian Suwignjo, Chief Sales & Marketing Officer Elevania Indonesia. Foto: Majalah MARKETING.

Marketing – Edward Kilian Suwignyo tak pernah terpikir akan menemukan passion di dunia marketing. Terlahir dari ayah seorang dokter dan Ibu rumah tangga, Edward tak tertarik mengikuti jejak sang Ayah. Ia menemukan daya tarik dunia marketing saat duduk di bangku kuliah S2. Baginya dunia marketing adalah seni mencari celah agar brand bisa diterima konsumen.

Mulai dari industri rokok, consumer goods, telekomunikasi dan e-Commerce semua pernah dijajalnya. Edward kini didapuk sebagai CMO Elevania untuk memperkuat brand e-Commerce yang tahun ini diakuisisi Salim Group. Segudang pengalamannya itulah yang membentuk kesuksesannya hingga hari ini.

Jejak karir pria yang akrab disapa Edward ini bukan instan. Ia memulainya dari tingkat yang paling bawah saat bekerja di industri rokok. Ia percaya bahwa kerja keras adalah kuncinya. Sepintar apapun seseorang, jika tak bekerja keras akan sulit mencapai target.

Ditanya tentang motivasi, Edward blak-blakan bahwa uang untuk membantu keluarga adalah motivasinya. “Motivasinya saat itu sederhana saja, bapak saya pensiunan, ibu saya hanya IRT yang setiap hari ngajarin kursus bahasa inggris,” ujarnya.

“Kami hanya punya jaminan kesehatan. Saat itu bapak saya sudah cukup berumur. Saya enggak bilang kehidupan kekurangan, hanya cukup saja. Makanya saya mempercepat karir saya,” lanjutnya.

The power of brand, kerja keras, dan respect

Karir yang ditapaki Edward berawal di perusahaan rokok di mana ia dipercaya memegang sebuah brand rokok. Walaupun tak lama di perusahaan tersebut, namun ia mengakui mendapatkan pengalaman berharga tentang the power of brand. “Kalau brandingnya kuat, barang sejelek apapun pasti diterima,” ucapnya.

Satu tahu di perusahaan rokok, ia kemudian mendapatkan kesempatan bekerja di perusahaan consumer good bonafit. Tak sedikit kawan-kawannya yang terkejut ia mendapatkan kesempatan menduduki posisi manajer di perusahaan tersebut lantaran pengalamannya yang terbilang masih minim.

Ternyata keberanian Edward lah yang memberikan nilai tawar yang baik. “Saya saat itu dikontrak. Saya bilang saya ngerti harus dibawa ke mana, kalau tidak berhasil berhentikan saya. Jadi, saya menggadaikan diri. Kalau tidak begitu tak ada yang ambil Saya dong”, jelasnya.

Di perusahaan consumer goods ini Edward dipercaya memegang sebuah brand minuman kesehatan yang direct sales-nya cukup baik. Melihat kondisi tersebut, Edward mencoba mengopi sistem yang sudah ada dan menjalankannya. Namun, ia mendapat penolakan lantaran banyak yang menginginkan inovasi. Ia pun menghiraukannya dan malah turun ke lapangan.

“Saya turun sendiri, ke banyak daerah. Cari orang ke kampung-kampung yang mau jualan. Semacam MLM,” ungkapnya.

Hasilnya, dalam beberapa bulan penjualan direct sales menunjukkan hasil yang lebih besar daripada modern yang dianggap sebagai raja.

 “Ketika semua orang gagal dengan direct sales, terbukti saya berhasil mengubah pikiran soal direct sales. balik lagi hard work,” lanjutnya.

Menurut pria yang hobi mencuci mobil dan bersih-bersih ini kerja keras adalah kerja melebihi ekspektasi. Kerja kerasnya dimulai dengan membentuk kebiasaan baik seperti bangun pagi. Edward menyadari bahwa jam produktivitas terbaik versi dirinya adalah pada pagi hari.

Selain pengalaman tentang brand dan kerja keras, Edward juga mendapatkan pengalaman baru yang tak kalah penting saat ia bekerja di perusahaan telekomunikasi. Ambisinya tercapai saat ia didapuk menjadi General Manajer (GM) pada usia 29 tahun di perusahaan tersebut. Ia pun menjadi GM termuda dengan pengalaman yang kurang jika dibandingkan dengan staf-stafnya yang lebih berpengalaman di bidang telekomunikasi.

“Telinga dibuat dua, mulut dibuat satu, itu kita disuruh mendengar dulu kan? Jadi awalnya mendengarkan mereka. Cara masuknya saja. Stay humble, jangan sok tahu. Saya orang yang cukup pragmatis, jadi realistis saja lah. Ketika ada kesalahan kita cari solusi. Bantu orang. Dari situ mulai terbangun kepercayaan terhadap saya. Saya bukan cuma tukang nyuruh-nyuruh. Saya memang peduli sama mereka,” jelasnya.

Di perusahaan telekomunikasi tersebut, ia, tim dan agensi berhasil menjadikan brand sebuah produk menjadi sosok ‘manusia’.

“Kerja sama dengan agensi ini saya berhasil membedakan satu brand telko baru dengan cara membuat brand ini menjadi sebuah sosok human. Waktu itu ada perang harga dan kita melawan tradisi itu. Sampai saat ini jadi brand yang sangat kuat, sampai sekarang enggak pernah dimatiin,” jelasnya.

Edward mengungkapkan pada dasarnya ada tiga prinsip yang perlu dilakukan dalam bekerja. Pertama, tak boleh pelit untuk mengotori tangan. Maksudnya, seorang pemasar profesional sebaiknya terjun ke lapangan untuk mengetahui masalah yang sebenarnya. Kedua, lebih baik mengakui jika kita tidak tahu dan mempelajarinya. Ketiga, menghargai orang lain karena kita tak pernah tahu masa depan. Bisa saja seseorang yang tadinya bukan siapa-siapa menjadi orang penting atau membawa mitra kerja baru untuk kita. Selain bekerja keras, Ia juga menggarisbawahi pentingnya hubungan personal dengan cara menghargai, terbuka dan tulus.

Tantangan dunia baru

Sudah berhasil mencicipi industri rokok, consumer goods, telekomunikasi, kini pria penggemar otomotif ini mendapatkan tantangan baru di e-Commerce yang sedang berkembang dan telah diakuisisi Salim Group, Elevania. Sebenarnya Elevania bukan e-Commerce pertama yang ditangani Edward. Sebelumnya, ia sudah berhasil membawa brand OLX bergaung di industri ini.

Saat ini Elevania menjadi e-Commerce paling efisien dari segi jumlah karyawan yang hanya 300. Angka tersebut terbilang kecil jika dibandingnkan dengan pemain lain yang bisa mencapai lebih dari 500 karyawan. Ini juga yang menjadi tantangan bagi Edward, bagaimana mengelola karyawan agar efektif.

“Kebanggan saya adalah ketika ada dari tim saya maju suatu saat. Itu adalah satu reward yang tak bisa tergantikan. Bagaimana cara supaya mereka bisa menjadi problem solver yang baik, lebih impactful. Bagaimana mereka bisa mendapatkan pengakuan atas pekerjaannya. Itu kan yang harus diajari. Yang pasti saya tidak pernah bisa lebih tahu dari anak buah saya,” ungkapnya.

Anak bungsu dari dua bersaudara ini menyadari bahwa persaingan e-Commerce benar-benar ketat di luar sana. Cash burning menjadi strategi umum untuk memperkenalkan brand dan menaikkan trafik. Padahal menjalankan bisnis yang profitable dan sustainable adalah tantangan sesungguhnya karena para investor pastinya akan bertanya tentang pengembalian investasi.

Salim Group memiliki aset yang cukup lengkap untuk menunjang bisnis Elevania. Hal inilah yang nantinya akan dimanfaatkan Edward untuk membuat Elevania profitable dan sustainable ke depannya. Selain itu, menurutnya industri digital membentuk mindset yang berbeda terkait brand

“Di industri digital, mindset orang tentang brand itu berubah. Sekarang orang sudah tidak egois lagi merasa sebagai pemilik brand, sekarang sudah mulai eranya kolaborasi,” katanya.

“Kalau sekarang mau bisa saja jumlah seller jutaan. Banyak cara growth hacking yang selama saya kerja bergelut di dunia e-Commerce. Tapi, kan balik lagi, kalau kita bersaing di satu tempat yang tak sehat ada gunanya enggak, kalau enggak ada buat apa? Bagi saya jadi nomor 1,2,3 itu perkara waktu,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.