Ekuitas Merek Grup Musik, antara The Beatles dan Rolling Stones

Grup musik dengan deretan lagu hits, personil yang populer, dan basis penggemar yang luas akan memiliki value yang tinggi.

Dalam khazanah musik, baik di tingkal nasional maupun global kita mengenal grup musik (band) yang usianya cukup lama dan popularitasnya melampaui grup musik lainnya. Meminjam konsep dalam dunia marketing, sebuah grup brand layaknya sebuah brand. Sebagai brand, grup musik harus terus memiliki ekuitas merek yang kuat agar dapat sukses dalam jangka panjang.

Secara sederhana, ekuitas merek atau brand equity adalah nilai merek yang sangat kuat pada persepsi konsumen yang memengaruhi keputusan pembelian, kepercayaan, dan akhirnya menciptakan banyak konsumen setia, sehingga berdampak pada kinerja bisnis merek tersebut.

Apa yang membuat sebuah grup band memilki brand equity yang kuat? Paling fundamental tentu saja lagu-lagunya. Semakin banyak suatu grup band menghasilkan lagu hits, semakin populer grup band tersebut. Indikatornya, di masa lampu—sebelum era internet—terliihat seberapa sering lagu-lagu hitsnya diputar stasiun radio, berapa banyak angka penjualan kaset/CD nya, dan tiket konsernya selalu sold out.

Baca juga: Membangun dan Mengelola Brand Equity (UPDATED)

Di era internet, tentu tolok ukurnya sedikit mengalami pergeseran. Sebuah grup band dikatakan memiliki ekuitas merek, salah satunya jika lagu atau video clip nya banyak ditonton dan didengarkan di berbagai media sosial yang ada. Indikatornya lainnya, jika akun media sosial grup band tersebut memiliki follower hingga jutaan dan adanya engagement dengan para fansnya di media sosial.

Contoh grup band yang memiliki brand equity kuat adalah The Beatles. Tahun 60 an hingga 70-an grup band yang digawangi John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr mendominasi panggung musik pop rock dunia. Grup band yang dibentuk di Liverpool tahun 1960 ini punya sederetan lagu hits, antara lain Yesterday, Hey Jude, Get Back, dan Twist and Shout, dan Straberry Field.

Sayangnya meskipun lagu-lagunya masih dikenang hingga saat ini, The Beatles sudah sejak lama bubar, tepanya pada 10 April 1970. Grup ini bubar justru saat masih jaya-jayanya. Sampai hari ini penyebab bubarnya the Beatles masih sering diulas media, apakah John Lennon, Paul McCartney, atau mantan mendiang istri Lennon, Yoko Ono.

Foto: Istimewa

Nasib lebih baik dialami grup Band Rolling Stones. Grup ini musik sering diposisikan sebagai antitesa dari The Beatles. Jika The Beatles dipersepsikan sebagai sekumpulan “good boys”, maka Rolling Stones dicitrakan sebagai sekumpulan “bad boys”. Selain itu, aksi panggung vokalis Mick Jagger juga lebih liar di atas dipanggung. Meskipun lagu-lagunya tidak semelodius The Beatles, namun musik Rolling Stones lebih menghentak-hentak, sehingga cocok bagi generasi “pemberontak” pada masanya.

Hingga saat ini band rock yang juga lahir di Inggris tersebut sudah 60 tahun berkiprah di industri musik dunia. Sejak debut pada 1962 dan berkarier hingga abad ke-21 ini, The Rolling Stones masih memiliki penggemar setia, bahkan penggemarnya berasal dari lintas generasi, termasuk generasi milenial. Lagu-lagu terkenal The Rolling Stones yang sering dimainkan di atas panggung antara lain Angie, She is a Rainbow, I Can’t Get No (Satisfaction), dan Hongky Tonk Women.

Yang menarik, hingga saat ini Rolling Stones masih menggelar tur konser ke berbagai negara. Pada Juni 2022 lalu, The Rolling Stones minus Watts—yang sudah meninggal dunia—memulai tur Eropa bertajuk SIXTY Stones Europe Tour 2022 di Madrid, Spanyol. Dalam konser tur Eropa, sekitar 53 ribu penggemar Rolling Stones di stadion Wanda Metropolitano bersorak kegirangan menyambut Mick Jagger (78), Keith Richards (78), dan Ronnie Wood (75) di atas panggung.

Faktor lain yang ikut membentuk brand equity sebuah grub band tentu saja para personilnya. Merekalah sejatinya ruh dari grup band. Tanpa mengecilkan peran personil lainnya, dalam satu grup band biasanya dikenal istilah front-man (tokoh utama). Para front-man tersebut biasanya yang mempelopori lahirnya grup band atau menciptakan paling banyak lagu hits.

Brand equity grup band The Beatles tentunya tidak lepas dari sosok Lennon dan Paul. Keduanyalah yang membuat The Beatles berhasil menciptakan revolusi musik pop dunia. Namun di sinilah letak masalahnya, berdasakan desus-desus yang bereda hubungan keduanya kurang mesra pasca Lennon menjalin hubungan dengan Yoko Ono. Di sisi lain, Paul kurang disenangi dua personil lainnya, karena ingin mengambil “kepemimpinan” the Beatles dari Lennon.

The Beatles
Foto: YouTube Music

Di Rolling Stones yang menjadi jenderalnya siapa lagi kalau bukan Mick Jagger. Tanpa mengecilkan peran Keit Richard, sang gitaris, Jagger lah yang membuat Rolling Stones tetap diperbincangkan orang dan gosip-gosipnya banyak ditulis media. Jagger yang sudah tidak muda lagi juga tetap memiliki kharisma tersendiri di atas panggung, meskipun kadang terlihat terengah-engah saat membawakan lagu.

Brand Equity Dewa 19

Di belantika musik Indonesia juga ada beberapa brand yang memiliki brand equity kuat, salah satunya Dewa 19. Tak disangkal grup band asal Surabaya ini juga berhasil mencetak beberapa hits yang melintas zaman, sebut saja lagu Kangen, Aku Milikmu, Pupus, Separu Nafas, dan Kamulah Satu-Satunya.

Dewa 19 sangat identik dengan salah satu pendirinya, Ahmad Dhani. Di balik sisi kontrovesialnya, Ahmad Dhani banyak menciptakan lagu hits (hits maker). Pasang surut sempat melanda grup ini. Salah satunya ketika vokalis Ari Lasso didepak dari grup. Publik sempat mengkhawatirkan penggantinya Once Mekel, tapi nyatanya Dewa-19 tetap sukses bersama Once.

Baca juga: ASIRINDO Tunjuk Musik Hub Indonesia Sediakan Konten Musik Indonesia Resmi

Album yang mereka rilis nyaris selalu mendapat sambutan bagus di pasaran, bahkan album mereka yang dirilis tahun 2000, Bintang Lima, kabarnya merupakan salah satu album terlaris di Indonesia dengan penjualan hampir 2 juta keping. Pada tahun 2005, Dewa 19 dinobatkan sebagai band terkaya di Indonesia dengan pendapatan mencapai lebih dari Rp 14 miliar setahun.

Tahun ini Dewa-19 menggelar tur konser yang menandai 30 tahun perjalananya di panggung musik. Konser digelar di beberapa kota besar, salah satunya berlokasi di area Candi Prambananan pada 6 Agustus 2022 lalu. Harga tiketnya paling murah dibanderol Rp 400.000. Sementara untuk empat kategori lainnya adalah seating, diantaranya; Silver (Rp 1 juta), Gold (1,3 juta), Diamond (Rp 1,8 juta), dan Super VVIP (Rp 2,5 juta). Otello Asia selaku promotor tidak akan menjual tiket semahal itu jika brand equity Dewa 19 rendah.

Tony Burhanudin, dari berbagai sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.