Extreme Brand

Cobalah analisis kinerja merek Anda dalam suatu waktu, atau syukur-syukur mengevaluasinya secara periodik. Dari analisis itu, Anda akan menemukan satu kesimpulan penting: merek Anda masih sama seperti saat dilahirkan—yang berarti tidak ada perubahan, tumbuh tapi lambat, melonjak drastis, atau bahkan berbalik arah, alias semakin buruk keadaannya.

Hal apa saja yang membuat merek itu disimpulkan berkinerja baik atau buruk? Pertama, apakah merek itu semakin dikenal pasar atau tidak. Logikanya, bagaimana mau memperoleh pangsa pasar yang lebih besar daripada pesaing kalau merek tidak dikenal. Merek yang dikenal merupakan salah satu syarat agar merek tersebut bisa mencetak pangsa pasar yang tinggi. Dalam berbagai survei, termasuk Top Brand yang dilakukan Frontier Consulting Group dan majalah MARKETING, merek yang paling diingat konsumen itulah yang paling berpeluang untuk dipilih.

Kedua, apakah penjualan dari sebuah merek terus naik atau tidak. Brand awareness yang tinggi tidak cukup untuk mengatakan merek itu berkinerja baik atau buruk. Ini karena brand awareness yang tinggi disebabkan banyak hal, salah satunya gencarnya iklan yang dipublikasikan. Namun, pengetahuan pasar terhadap merek tak mengindikasikan bahwa produk diterima pasar. Harus dipastikan bahwa brand awareness yang tinggi itu juga diikuti dengan penyerapan produk yang semakin banyak dan semakin banyak lagi oleh pasar. Relevansi merek terhadap pasar sasaran menjadi pertimbangan yang harus diperhatikan oleh pemasar sehingga performa merek bisa meningkat terus. Menciptakan suatu produk yang tidak relevan dengan pasar sasaran akan membuat merek tersebut frustasi di pasar.

Performa merek itulah yang kemudian menimbulkan tiga pilihan dasar: tetap di posisi yang sama karena memang telah diterima pasar, bersaing di pasar yang sama namun melakukan lompatan besar, atau meninggalkan pasar itu dan beralih ke pasar yang sama sekali berbeda. Sony memilih tetap bertahan di pasar elektronik karena mereknya tidak hanya diakui, tetapi diidam-idamkan konsumen di seluruh dunia. Hampir tidak ada produk Sony yang gagal di pasar.

Apple, misalnya, kemungkinan tidak akan merambah ke pemasaran selain produk-produk komputerisasi. Kekuatan mereknya di pasar komputer saat ini sangat luar biasa dan tidak ada yang mengalahkannya. Desain-desain produknya yang inovatif telah membuat merek itu menjadi market driver dan kompetitor selalu berada di belakangnya. Fenomena komputer tablet iPad-nya yang berhasil menciptakan kategori baru dan digandrungi semua orang telah membuktikan hal itu. Makanya, pada saat peluncuran iPad 2, Apple mampu membuat warga Amerika berduyun-duyun mengantre siang-malam untuk membeli produk tersebut.

Memang banyak merek begitu kuat di pasar yang sama selama bertahun-tahun, bahkan bisa lebih dari seabad lamanya. Justru, secara teori, semakin lama merek itu akan semakin kuat di pasar, dan akan semakin mahal tentunya. Untuk itu, kompetitor harus melakukan hal-hal yang ekstrem agar bisa bersaing dengan merek-merek yang lebih kuat. Pemasar harus pintar membuat “keanehan-keanehan” demi melekat di hati konsumen.

Pada tahun 1990-an, Samsung menyadari bahwa produk-produk mereka masih diragukan kehebatannya oleh pasar. Vendor asal Korea Selatan itu mesti berbuat sesuatu demi menancapkan mereknya di belahan dunia. Lalu, pada tahun 2002, produsen tersebut membuat gebrakan dengan merilis lemari es internet. Pertanyaannya, apa hubungan lemari es dengan internet? Mungkinkah ibu-ibu yang sedang memasak di dapur akan memanfaatkan koneksi internet yang terpampang di lemari es miliknya?

Sulit bagi kita untuk menghubungkan fungsionalitas antara lemari es dan internet. Bahkan, bisa dikatakan lemari es itu tidak penting dibeli demi mendapatkan koneksi internet; dan sebaliknya, orang yang ingin mengirimkan email tak layak mencari lemari es. Tapi, Samsung sengaja menciptakan produk yang aneh itu demi mendongkrak brand awareness. Buktinya, lemari es internet yang unik, yang disadari benar-benar tidak penting itu, justru tampil di halaman-halaman surat kabar, majalah, dan slot televisi.

Dari cara-cara yang ekstrem seperti itulah Samsung mendongkrak kinerja mereknya dan berhasil. Kini merek tersebut telah diperhitungkan di belahan dunia dan tak lagi dikenal sebagai merek komoditas yang murahan. Samsung bukan lagi merek yang Anda beli ketika Anda tak mampu membeli yang lebih baik. Di Indonesia, Samsung sudah tidak bisa dibedakan dengan Sharp, Toshiba, dan Panasonic dari Jepang. Saat ini, LCD dan LED Samsung cukup mendominasi pasar di Indonesia. Samsung bisa menciptakan global prosperity di tengah masalah-masalah yang muncul akibat global concentration, global externalities, global risks, global imbalances, global exploitation, global oppression, dan global homogenization yang sangat mengancam bisnis saat ini (Pankaj Ghemawat, 2011).

Dan tahukah Anda jika Nokia sesungguhnya bukan asli merek ponsel? Sebelum menjadi raksasa ponsel, dua dekade silam Nokia masih sebagai sepatu untuk memancing yang tak terlalu terkenal di pelosok Artik. Si produsen yang mulanya pengilang karet di selatan Finlandia lantas berkembang menjadi pembuat sepatu, produsen kabel telepon, hingga akhirnya menjadi produsen ponsel nomor satu di dunia. Nokia adalah merek ekstrem yang berani meraih sukses besar berkat kepintarannya membaca potensi pasar.

Tentu saja masih banyak contoh merek yang telah terbukti mengambil langkah-langkah ekstrem demi perubahan performanya. Nokia berhasil membuktikan bahwa beralih ke pasar yang sama sekali berbeda, namun potensial, jauh lebih menyenangkan daripada bersusah payah mengejar penguasa pasar yang sulit terkalahkan. Yang paling penting adalah menyusun strategi pemasaran secara tepat demi kemantapan merek Anda di pasar. Selain itu, dibutuhkan pemasar yang sanggup membuat gebrakan ekstrem yang relevan dan bernilai dengan pasar sasaran, sehingga tercipta brand prosperity. (www.marketing.co.id)

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.