Haruskah Idealisme Ada dalam Jiwa Netpreneur?

Haruskah Idealisme Ada dalam Jiwa Netpreneur
Foto by: gtresearchnews.gatech.edu

Selama ini kita mendengar bahwa sesungguhnya manusia haruslah memiliki jiwa idealisme yang kuat. Dengan begitu, mereka akan terus mempertahankan pemikiran dan konsistensinya untuk terus berusaha, termasuk dalam berbinis.

Berlawanan dengan itu, pernyataan tak terduga justru muncul dari para pelaku netpreneur di Indonesia. Menurut mereka, pelaku bisnis startup harusnya tidak terlalu bersikeras terhadap ide yang akan mereka eksekusi. Mengapa demikian?

Hadi Wenas, mantan Managing Director Zalora Indonesia yang kini menjadi CEO aCommerce Indonesia mengatakan bahwa seorang netpreneur haruslah fleksibel. Pandai melihat celah, dan tidak memaksakan idenya.

Bisnis adalah tentang uang, dan seorang netpreneur harus mampu menjadikan dirinya fleksibel agar produk yang dibuatnya bisa mendatangkan rupiah,” terang Wenas.

Senada dengan pernyataan Wenas, rekannya di aCommerce Indonesia, Adrian Suherman juga menyatakan bahwa menjadi fleksibel itu penting dalam membangun bisnis startup. Karena tidak hanya mendatangkan revenue, dengan menjadi fleksibel, pelaku startup juga bisa menarik minat investor.

“Investor nggak memberikan uangnya dengan cuma-cuma, tentu mereka ingin uangnya kembali dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu, mereka pun kerap memberi arahan agar produk Anda bisa mendatangkan uang,” ucap Adrian. “Terus gimana mau dapat investor kalau Anda keras kepala dan tidak mendengarkan mereka?”

Hanya saja, pada kenyataannya tidak semua netpreneur mau melakukan hal tersebut. Ada beberapa yang kekeuh dengan idenya yang dianggap orisinil. Misalnya tidak ingin dibuat berbayar atau tidak mau ada ads karena ditakutkan akan membuat lari pengunjung. Ada pula yang berikeras dengan idenya, meski market size-nya kecil.

“Sangat buruk jika memang ada yang seperti itu, karena seharusnya seorang founder bisa menjadi fleksibel demi mendatangkan uang yang akan berguna dalam mengembangkan bisnisnya,” tegas Etienne Emile, co-founder Bridestory.

Dan tidak masalah juga jika Anda mengambil ide yang sudah pernah dibuat untuk jadi bahan bisnis Anda, asalkan tidak mengkopi sepenuhnya. Anda bisa menambahan beberapa fitur yang belum ada atau mengusung segmen pasar yang agak berbeda untuk sedikit membelokkan bisnis tersebut.

Seperti yang diutarakan oleh Anton Soeharyo, CEO TouchTen, “Akan lebih mudah untuk menyajikan apa yang sudah disukai publik ketimbang harus membuat sesuatu yang baru, dan membuat publik menyukainya.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.