Hulu dari Gantungan ID Card

Lanyard Pro, sebuah perusahaan tali ID, mampu meraih omzet miliaran tiap tahun. Bagaimana kisahnya?

Pernahkah terpikir siapa gerangan pembuat gantungan tali kartu pengenal (ID card) yang hampir tiap hari mengalungi leher Anda? Mungkin memikirkan di mana barang itu bisa dibeli saja jarang terlintas. Maklum, gantungan tali ini bukanlah kebutuhan yang mendesak atau utama.

Sejatinya, di Indonesia masih sedikit sekali yang bisa membuat gantungan tali dengan kualitas bagus. Bahkan, bisa dikatakan hanya satu produsen saja yang sebenarnya membuat gantungan tali atau lanyard ini di Indonesia.

Tentunya hal ini cukup mengejutkan bila melihat betapa sederhananya benda ini dan begitu banyaknya produk tersebut beredar di pasar. Mayoritas dari kita akan menganggap benda itu mudah dibuat dan bisa diproduksi oleh banyak orang. Namun, ternyata setelah mencoba menelusuri dari hilir, bisnis ini memang berujung ke usaha milik Tedy Prabowo.

“Memang, kita bisa mudah memesan gantungan ID card ini melalui banyak cara. Bisa dari toko alat tulis kantor, usaha-usaha sablon, dan lainnya. Namun, bisa saya tegaskan bahwa pada akhirnya mereka memesan dari kami untuk proses pembuatannya,” kata Tedy Prabowo, Pemilik Lanyard Pro, produsen gantungan ID card dan handphone.

Ia menambahkan bahwa tempat-tempat memesan tali ID tersebut merupakan supplier dari usahanya. Jumlahnya bisa lebih dari 50 pemasok, baik secara perorangan atau yang berbentuk perusahaan. Mereka kebanyakan tersebar di Jakarta dan sekitarnya.

Sedikit merunut ke belakang, bisnis gantungan tali ini dimulai Tedy dan saudara-saudaranya sejak tahun 2000. Sebelumnya, masih jarang orang yang menggunakan gantungan tali itu. Ceritanya bermula ketika Bachtiar, saudara Tedy, melihat pilot-pilot maskapai asing di Bandara Soekarno-Hatta memakai tali pada ID card mereka.

Lalu, terpikirlah untuk mencoba membuat tali semacam ini di rumah. Tedy melihat bahwa gantungan tali belum banyak dipakai oleh konsumen kita, tapi potensi bisnisnya ada. “Waktu itu, saya sudah memperhitungkan bahwa gantungan tali bukanlah sekadar tren. Karena kalau cuma tren, bisnisnya pasti tidak akan bertahan lama. Dan ternyata benar, gantungan ini berkembang menjadi kebutuhan, meski siklus pergantiannya panjang,” tambahnya.

Setelah melalui berbagai macam percobaan dan perbaikan, akhirnya jadilah beberapa puluh gantungan ID card.  Sebab, untuk membuat tali yang tidak polos atau ada tulisan dan logo perusahaan bukanlah pekerjaan mudah. Perlu campuran warna dan bahan lain yang pas supaya sablon tidak luntur. “Inilah yang menyebabkan sampai sekarang belum banyak yang bisa membuatnya,” tegas Tedy.

Gantungan ID pertama mereka dipasarkan melalui koperasi karyawan Bandara Soekarno-Hatta. Tak dinyana, dalam tempo singkat semua gantungan ID itu laris terjual. Selanjutnya, pesanan terus mengalir, baik lewat koperasi karyawan tadi maupun lewat kenalan lain. Model penjualan eceran ini berlangsung hampir dua tahunan. Setelah informasi menyebar dari mulut ke mulut, barulah ada kerja sama dengan supplier.

Pada tahun 2004, Tedy mulai mempromosikan produknya melalui internet. Ia juga mencoba membuka pasar sendiri melalui jaringan pertemanan. Namun, ia tetap menjalankan etika bisnis, yaitu tidak memasuki pasar yang sudah digarap oleh para pemasoknya. “Saya hanya melayani pesanan langsung melalui telepon atau internet dan tidak mengutak-atik pemesan yang lewat supplier,” katanya.

Tedy mengakui bahwa usahanya tumbuh hingga sekarang berkat para supplier tersebut. Itulah sebabnya, ketika melebarkan pasar, ia mencoba masuk ke wilayah lain di Indonesia seperti Jawa Timur, Sulawesi, dan Papua. Banyak pula perusahaan atau organisasi yang memesan langsung tanpa perantara. Misalnya Unicef, Garuda AeroAsia, dan Universitas Indonesia. “Kalau yang pesan lewat supplier banyak sekali, tapi tidak usah disebutkan.”

Meski produk ini tergolong “antara perlu dan kurang diperlukan”, tapi ia mencoba membagi segmen pasarnya berdasar kebutuhan. Kelompok pertama adalah official, yang memerlukan tentu saja adalah perkantoran. Kedua, untuk memenuhi kebutuhan pada event-event seperti seminar dan lain-lain. Ketiga, untuk promosi, yaitu sebagai tools untuk melakukan branding produk atau perusahaan. Terakhir, untuk kebutuhan lifestyle. “Misalnya, gantungan berlabel Swiss Army. Namun, untuk lifestyle belum terlalu berkembang di Indonesia,” jelasnya.

Tedy juga selalu menjaga kualitas gantungan tali buatannya. Lanyard Pro memiliki pemasok tali webbing dan cat yang bisa memberikan kualitas terbaik. Sehingga, menghasilkan tali ID yang bagus pula. Untuk corak tali, Tedy bisa memesan sesuai dengan selera. Namun, dengan minimum order sekitar 2.500 meter. Sedangkan konsumen yang membeli dari Tedy minimal harus 100 meter.

Sekarang ini, setiap hari Lanyard Pro mampu membuat sekitar 5.000 gantungan ID per hari. Pengerjaannya dilakukan oleh enam karyawan, khusus untuk penyablonan. Sedangkan, proses finishing-nya bisa melibatkan puluhan orang. “Pada proses finishing, saya melibatkan masyarakat sekitar. Dengan begitu, meski usaha kami masih kecil tapi sudah bisa membantu banyak orang,” jelasnya.

Kisaran harga yang dipatoknya untuk satu gantungan ID adalah Rp 1.600-5.000. Tergantung dari lebar, warna, dan logo tulisan yang akan dicantumkan. Bila melihat harga dan kapasitas produksinya, bisa diperkirakan omzet Lanyard Pro per tahun mencapai 1-1,5 miliar per tahun. “Namun, kalau dilihat secara netto tidak terlalu besar karena ongkos produksinya cukup besar,” tandas Tedy.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.