Ini Era ‘Prosumer’, Bung !

Dalam era digital, pemasar perlu membangun strategi marketing yang kohesif  melalui media sosial, yang mencakup semua level konsumen – dari pengunjung pasif hingga mereka yang sering  bertransaksi.

Sebagai efek dari teknologi sosial ini, konsumen sekarang punya lebih banyak suara dalam membentuk merek.

Prosumer telah muncul sebagai kategori konsumen yang vital yang memerlukan kultivasi tambahan, mengingat mereka adalah penyokong merek dan punya jangkauan lebih lebar dibanding konsumen sosial biasa.

Alvin Tofler dalam bukunya Third Wave 1980 telah mengemukakan istilah prosumer ini, yang dia definisikan sebagai konsumen yang samar-samar posisinya antara konsumen dan produsen.

Prosumer biasanya adalah ‘early adopter’ yang antusias dan memiliki gaya hidup yang secara digital terkoneksi satu sama lain. Mereka sering online, sering menggunakan berbagai perangkat dan menghabiskan banyak penghasilannya untuk entertainment.

Prosumer sesungguhnya merepresentasikan ceruk komunitas brand ambassador, di mana para  pemasar sebaiknya menjalin hubungan sebab kelompok ini dapat memunculkan banyak social buzz.

Dalam lanskap media sosial saat ini, konsumen didorong untuk terlibat dengan bisnis dan merek favorit mereka melalui  media sosial, mobile apps, dan kontes-kontes misalnya. Meskipun demikian, setiap perusahaan biasanya juga punya jurus andalan sendiri untuk mempengaruhi orang-orang yang akrab dengan media sosial tersebut.

Prosumer memang rata-rata merasa senang menjadi bagian proses penelitian dan pengembangan produk, serta ingin ikut membentuk produk yang mereka beli. Hal tersebut dapat kita lihat pada NikeID yang membiarkan konsumen untuk mendesain sendiri sepatunya. Contoh lainnya adalah Zazzle yang memberi kesempatan pada konsumen untuk menjadi desainer produk.

Dari kedua contoh di atas saja terlihat jelas bahwa konten yang berasal dari konsumen merupakan metode yang berharga untuk lebih terjalin dengan konsumen. Program semacam itu memungkinkan setiap konsumen untuk berperan segabai periset, pengembang, atau perancang produk, dan membuat mereka merasa menjadi bagian dari kelompok elit loyalis merek.

Co-creation dengan prosumer

Daripada menghalangi para prosumer, para pemasar justru perlu menemukan kesempatan untuk memfasilitasi aktivitas prosumer dengan memberi mereka perangkat yang lebih baik guna membentuk dan berinteraksi dengan produk yang mereka sukai. Begitu mereka mendapatkan perangkat yang tepat untuk mejadi brand advocate media sosial, para prosumer ini akan menguntungkan bagi merek dan jadi komunitas yang inovatif.

Namun bagaimana sih sebenarnya konsumen bisa berinteraksi secara online dengan merek? Salah satunya adalah tentu dengan media sosial. Persoalannya adalah banyak merek yang sudah menggunakan media sosial, namun hanya sedikit yang mampu menjadikannya sebagai sarana komunikasi timbal balik dengan konsumen.

Oleh karena itu para pemasar harus membentuk strategi komunikasi yang dapat melingkupi co-creation, skill building dan produktivitas dengan para konsumen ini. Dengan menyediakan tempat bagi konsumen untuk mengunggah konten dan berbagi   pengalaman merek (brand experiences) kepada jaringan mereka, maka akan menjadikan prosumer merasa memiliki hubungan personal dengan merek.

Wachid Fz

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.