Inovasi untuk Menciptakan Experiential

MARKETING.co.id – Inovasi yang dilakukan Blitz telah mengubah dunia perbioskopan di Tanah Air, sekaligus menjadi pilihan dan sensasi baru bagi penikmat layar lebar.

Bisnis cinema memang terbilang unik. Kendati hanya film dan pengalaman menonton yang ditawarkan, dunia persaingannya bukan hanya sesama pebisnis cinema. Mereka pun harus bersaing dengan home theater, DVD player, televisi, maupun tempat hiburan lainnya, semisal kafe ataupun restoran yang memutar suguhan film ataupun televisi berbayar.

Menurut Dian Sunardi Munaf, Marketing Director Blitzmegaplex, persaingan dengan kompetitor tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena hanya ada dua pelaku bisnis cineplex dan beberapa cinema lokal di Tanah Air. Justru persaingan semakin berat dan meluas seiring perkembangan teknologi dan dunia hiburan. “Mencermati persaingan yang sangat luas tersebut memang dibutuhkan peran marketing di dalam menjaga kelangsungan bisnis Blitz sendiri,” sebut dia.

Memang target utama adalah penjualan tiket dan makanan serta minuman yang ada di boskop. Namun, marketing dituntut untuk bisa mengkreasikan experiential promotion guna memberikan sesuatu yang unik dan membentuk hubungan emosional antara Blitz dengan penonton. Ini agar memenangkan hati penonton yang sampai akhirnya berujung pada loyalitas, sehingga mereka mau kembali ke bioskop dan menciptakan penjualan yang terus berulang.

“Tantangannya adalah bagaimana menciptakan strategi experiential marketing yang dapat mengikat secara jangka panjang,” jelas Dian. Blitz mencoba mengakomodir dengan menghadirkan bioskop bertemakan One Stop Entertainment Center dengan menawarkan beragam keunggulan berupa suguhan film berkualitas dan fasilitas lebih, seperti kafe, karaoke, dan ruang bermain dalam satu lokasi. “Harapannya menyediakan pengalaman menonton yang tidak terlupakan dan menjadi destinasi utama pada saat konsumen ingin menonton film,” imbuh dia.

Mencermati sepak terjang dan aktivitas promosi Blitz selama ini, mungkin banyak orang akan sependapat bahwa Blitz membawa perubahan besar pada dunia cinema nasional. Pasalnya, bioskop ini menawarkan sesuatu yang berbeda dibandingkan para pendahulunya, yaitu dengan memberikan pilihan, pengalaman, dan sensasi baru bagi penikmat layar lebar, baik dari segi produk, fitur, maupun pelayanan. Saat ini Blitz sudah merambah ke Bandung, Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Balikpapan.

Yang membedakan dengan bioskop lain, Blitz hadir sebagai cineplex yang penuh dengan inovasi. Keseriusan Blitz dalam berinovasi terlihat dari adanya divisi khusus, yang menangani product development untuk berkreativitas menciptakan hal-hal yang baru, mulai dari produk, layanan, sampai dengan strategi pemasaran. “Divisi ini ada di bawah divisi marketing yang berfungsi mencari tahu dan menjawab keinginan dan kebutuhan penonton. Analoginya jangan pernah tanya konsumen maunya apa deh, karena kalau kita kasih maunya sudah pasti beda lagi. Jadi, inovasi harus dilakukan untuk memenuhi ekspektasi penonton dan belum terpikirkan oleh mereka,” terang Dian.

Beragam bentuk inovasi yang dilakukan semisal Blitz Card, kartu prabayar yang saat ini menjadi satu-satunya dan pertama di Indonesia. Kartu ini dapat digunakan untuk pembelian tiket atau makanan dan minuman di Blitz, bahkan secara online baik melalui website korporat, smartphone, termasuk pembelian melalui smart TV. Alhasil, kartu ini memberikan nilai kenyamanan bagi konsumen karena tidak perlu datang ke bioskop, malahan mereka bisa mendapat tiket tiga hari sebelum penayangan. Jadi, penonton tidak perlu mengantre dan takut kehabisan tiket. Bahkan mereka bisa memilih tempat duduk yang diinginkan melalui layout yang disajikan, termasuk mendapatkan diskon dari 30 merchant yang telah bekerja sama dengan Blitz.

Inovasi lain yang dianggap berhasil adalah kemampuan Blitz menghadirkan 8–11 layar dalam satu bioskop (megaplex), sehingga memungkinkan memutar lebih banyak variasi film. Penonton pun tidak hanya berkesempatan menyaksikan film reguler, tetapi juga bisa melihat alternatif konten, seperti menonton beberapa pergelaran konser musik ternama, teater, ataupun menonton siaran langsung pertandingan sepakbola dengan menggunakan layar bioskop.

Konten alternatif ini dipasarkan secara paket dengan makanan dan minuman yang dijual di bioskop-bioskop Blitz. “Beberapa waktu lalu kami juga menyelenggarakan nonton bareng Piala Eropa. Soal harga tergantung dari paket makanan dan minuman yang dipesan, tetapi semakin mendekati ke final, harga paketnya akan semakin mahal. Sehingga layar yang ada bisa terus dipakai. Tujuan inovasi yang dilakukan lagi-lagi memang menciptakan experiential marketing,” ujar Dian.

Inovasi yang dilakukan Blitz tidak tiba-tiba muncul begitu saja. Ada proses riset secara rutin yang lazimnya menggunakan standar customer statisfaction survey, mystery customer, survei pertanyaan ke tempat-tempat yang sedang tren, supaya bisa mengetahui hal yang paling diinginkan. Dengan begitu akan bisa diproyeksikan kira-kira apa lagi inovasi yang bisa “kena” di hati konsumen. Misalkan, Blitz melihat peluang banyak pelajar dan mahasiswa di Bekasi Cyberpark. Di sinilah coba ditawarkan sesuatu yang baru untuk belajar di bioskop menggunakan proyektor layar bioskop.

Oleh karena itu, Blitz membuka “telinga” dan “mata” untuk mendengarkan dan mengamati kebutuhan dan keinginan konsumen, supaya bisa menggerakkan konsumen seperti yang diinginkan Blitz. Mengenai biaya riset yang dibutuhkan, menurut Dian, tergantung dari kebutuhan dengan mengambil paling sedikit 5%–10% dari anggaran marketing.

Semua inovasi yang dilakukan Blitz ini bertujuan untuk menciptakan pengalaman yang mengesankan bagi penonton. Dian mengaku membangun experiential merupakan strategi utama untuk bisa bersaing. Tanpa ada experiential, menonton di bioskop akan dianggap sama saja dengan menonton di rumah. Di sinilah kepiawaian Blitz sehingga mampu menjadi sinema pilihan penonton.

Bentuk experiential yang dianggap terobosan baru adalah “BlitzVelvet”, layanan premium untuk menikmati fasilitas sofa beds, bantal, dan selimut dengan konsep menyuguhkan tontonan layar lebar senyaman kamar tidur di rumah. Kemudian, satu lagi yang unik adalah “Dinning Cinema” yang memungkinkan penonton menikmati makanan di restoran sambil menonton dengan harga tiket paket.

Namun, diakui juga oleh Dian, kendala yang dihadapi dalam inovasi adalah harus bisa menyesuaikan tren kebutuhan penonton yang bergerak sangat cepat, terutama di bidang teknologi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.