Jaclyn Halim: Tebar Pesona Si Yellow Boot

Jaclyn Halim, Chief Marketing Officer Metroxgroup
Jaclyn Halim, Chief Marketing Officer Metroxgroup

Jaclyn Halim, Chief Marketing Officer Metroxgroup yang mewakili brand Timberland di Indonesia mengatakan telah menggunakan influencer sejak dua tahun lalu.

“Kita merasa influencer itu mengalami pertumbuhan yang sangat pesat seiring kemajuan teknologi digital,” jelasnya.

Mengometari soal media sosial, Jaclyn mengatakan dunia itu sangat powerful. Menurutnya digital marketing -yang salah satunya adalah marketing influencer– akan menjadi salah satu tools yang akan digunakan semua perusahaan, tidak seluruhnya menghilangkan tapi menambah strategi marketing.

Jadi saat ini, jelasnya, marketers akan lebih menggunakan YouTube, karena engagement-nya lebih tinggi di banding iklan biasa.

So, Jaclyn merasa penting bekerja bareng dengan influencer. Ia melihat marketing influencer itu bisa menjangkau konsumen yang tidak tersentuh oleh iklan konvensional. Misalnya iklan di sebuah majalah. Jaclyn yakin pasti ada komunitas yang tidak melihat itu.

Brand sepatu outdoor asal Amerika Serikat ini tentu saja tidak akan meninggalkan media advertising konvensional, tapi dengan menambah strategi digital marketing diharapkan awareness publik atas yellow boot ini semakin kuat dan meluas.

Influencer secara teknis digunakan Jaclyn sebagai langkah masuk ‘langsung’ ke pengguna. “Perilaku konsumen banyak macamnya, dan influencer itu individu yang bisa memberikan peran. Influencer itu adalah individu yang bisa memengaruhi keputusan konsumen untuk membeli ,” paparnya.

Teknis lainnya, ia menggunakan marketing Influencer untuk mendekati konsumen dari sisi emosional. “Karena, some how, konsumen itu bisa berlaku rasional dan irasional. Secara rasional saya beli karena barang kebutuhan tapi secara irasional pembelian bisa disebabkan gengsi atau tren,” katanya.

“Influencer juga bisa masuk ke B2B,” jelasnya. “Karena perilaku konsumen di B2B juga masih bersifat psikologis. Jadi, di area apapun influencer itu bisa memainkan peranan yang sangat penting. Apalagi faktor-faktor lingkungan juga mendukung terciptanya pengaruh yang diharapkan.”

Strategi Jaclyn menggunakan influencer ada tiga. Pertama, mendukung sales performance brand. Kedua, menguatkan dan memperluas brand awareness, ketiga, bisa membawa traffic ke toko.

Satu lagi, Timberland memanfaatkan influencer untuk mendapat masukan atas prilaku konsumen ataupun mendapat respon dan keinginan dari pengguna.

Dalam memilih Influencer, Jaclyn tidak bertindak gegabah. “Nomor satu kita harus tahu dia sebagai apa? Apakah artis, atau individu biasa. Lalu dia itu siapa? dari segi profile apakah cocok dengan profile brand.

Jadi, ketika memilih influencer Timberland harus memperhatikan, perilaku, hobi, kebiasaan, dan konsistensi. Selanjutnya, yang paling utama adalah proses kreativitasnya, bagaimana mereka menggali konten yang akan disebarkan ke konsumen.

Alexandra Asmasoebrata, pembalap perempuan Indonesia ini salah satu nama influencer yang dimiliki Timberland. “Dia suka banget sepatu ini, kemana saja dia pergi pasti selalu pakai dan diunggah ke media sosialnya,” terangnya.

Kedua adalah fotografer perempuan seperti Nicoline Patricia Malina. “Dia adalah fotografer paling hit saat ini di Jakarta. Dia juga kalau foto di luar negeri atau di manapun pasti dipakai,” ucapnya.

Ayu Dewi juga ia minta sebagai influencer. Dengan menggunakan mereka, konsumen perempuan menjadi tahu ada sepatu boot untuk perempuan. Timberland juga menggunakan jasa blogger atau aktor, seperti Dion Wiyoko.

“Banyak konsumen yang datang ke toko ingin membeli barang yang influencer gunakan. Efek penjualannya jadi bagus,” tegasnya.

Jaclyn terus menggunakan jasa mereka, Karena tak ingin orang lupa. Selain efektif dari segi produk,  Jaclyn gak mau mereka mem-posting barang yang sama karena mereka mewakili target pasar.

Dengan menggunakan influencer, Timberland merasakan awareness semakin kuat. Atau setidaknya di komunitas influencer itu sendiri.

“Contohnya Nicoline sebagai fotografer, di kalangan fotografer mereka tahu Nicoline menggunakan sepatu Timberland dan dikalangan 30 ribuan lebih pengikutnya, mereka tahu Nicoline cinta Timberland,” jelasnya.

Untuk melihat keberhasilan, Indikasi Jaclyn sederhana, pertama toko ramai, kedua mengantar teman belanja, dan di lingkungan orang-orang itu membicarakan Timberland.

Dalam belantara marketing influencer, ada buzzer yang senang dengan brand-nya dan dia tak mau terima bayaran. Baginya barter produk saja sudah cukup. Namun bila dikapitalisasi, Timberland mengeluarkan uang sebesar Rp 1-2 juta per orang.

Key Performance Indicators yang diterapkan Timberland ke influencer bukan dari value, tapi dari segi produk yang disampaikan ke masyarakat.

“Jadi, saya usahakan budget yang diberikan dari segi produk bukan dari keuangan. Kita ingin menunjuk seseorang yang memang dia suka karena produknya bukan karena dia dibayar,” ucapnya.

Budget marketing Timberland berada di angka 5% namun Jaclyn menegaskan dana itu lebih banyak terserap ke offline.

“Promosi penting, tanpa promosi tak mungkin mendatangkan penjualan. Tapi tetap ada perhitungan sehingga tak bisa asal jor-joran untuk mendapatkan penjualan,” paparnya.

Jaclyn menjelaskan tingkat pengenalan publik baru di Jakarta, belum se-Indonesia karena brand ini baru saja beredar. “Dalam dua tahun terakhir ini kita mefokuskan untuk penguatan brand awareness. Itu yang paling penting,” pungkas Jaclyn. Lj/Cecep Supriadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.