Jangan Terbuai Dengan Ekonomi Digital

Digitalisasi sudah menyentuh seluruh aspek kehidupan, termasuk ekonomis dan bisnis. Mau tidak mau para pengusaha dituntut untuk memanfaatkan teknologi digital untuk kemajuan bisnis mereka. Digitalisasi ekonomi menjadi agenda yang dibahas dalam Rakernas (Rapat Kerja Nasional) Himpunan Pengusaha Kahmi (Hipka) periode  2017 – 2022. Hal ini tercermin dari tema Rakernas “Memperkuat Daya Saing Pengusaha Dalam Era Digitalisasi”.

hipka
Keterangan foto:
Soetrisno Bachir, Ketua Ekonomi dan Industri  Nasional (KEIN) dan Ketua Dewan Penasehat Hipka (keempat dari kiri) berfoto bersama dengan pengurus Hipka dan beberapa pengusaha saat jumpa pers Rakernas Hipka, di Jakarta, Kamis (21/9)

Hadir dalam Rakernas Hipka Soetrisno Bachir, Ketua Ekonomi dan Industri  Nasional (KEIN) dan Ketua Dewan Penasehat Hipka.  Saat berbicara di depan peserta Rakernes, Soetrisno memperingatkan agar Hipka tidak terbuai dengan bisnis digital karena bisnis digital bersifat zero sum game. “Yang mati ribuan, yang bertahan hanya satu dua saja,” tuturnya.

Soetrisno menegaskan, meski digitalisasi sudah menerpa dunia bisnis, digital hanya sarana untuk mengembangkan bisnis bukan tujuan, sehingga harus ada bisnis riil nya. Menurut dia, sosok seperti Jack Ma (pendiri Alibaba) dan Nadiem Makarim (pendiri Gojek) merupakan pengecualian di bisnis digital, sehingga keduanya bisa berhasil. “Keduanya sosok langka dari miliaran manusia sehingga tidak perlu diikuti,” ucap  Soetrisno.

Sementara itu, Ngakan Timur Antara, Kepala Badan Litban Industri Departemen Perindustrian menyinggung  nilai pasar digital ekonomi Asean di tahun 2025. Di tahun 2025, Indonesia diprediksi akan berkontribusi sebesar 40% untuk pasar transortasi online dibandingkan negara Asean lainnya. Sementara untuk e-commerce dan travel online kontribusi Indonesia terhadap pasar Asean masing-masing 52% dan 12%.

Sebagai informasi, latar belakang didirikannya Hipka karena keprihatinan Korps Alumni HMI (Kahmi) terhadap minimnya anggota KAHMI yang menjadi pengusaha sukses. Padahal, Indonesia membutuhkan banyak entreprenuer untuk membangun bangsa. Setiap tahun ada sekitar 2.000 alumi HMI (Himpunan Pengusaha Islam) yang otomatis menjadi anggota Kahmi. Namun sebagian besar kader Kahmi lebih memilih masuk politik, birokrasi, LSM, dan akademisi.

Soetrisno mengatakan, butuh perubahan mindset untuk melahirkan pengusaha sukses di kalangan KAHMI, karena anggota KAHMI selama ini lebih banyak tertarik ke politik. “Coba hitung dengan jari anggota KAHMI yang sukses menjadi pengusaha besar, paling satu dua pengusaha saja,” tutur Soetrisno.

 

Tony Burhanudin

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.